Jakarta: Kuasa hukum Edy Mulyadi, Herman Kadir, mendesak Polri mengusut provokator kliennya. Pernyataan 'Kalimantan tempat jin buang anak' menjadi besar diduga ulah provokator.
"Kami berharap kepada Mabes Polri supaya menyidik pelaku provokator ini. Kami berharap itu. Karena apa? ini ada provokatornya, ada kepentingan politik di kasus Pak Edy ini," kata Herman di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Jumat, 28 Januari 2022.
Menurutnya, ada pelaku yang membentrokkan Edy Mulyadi dengan masyarakat Kalimantan. Maka itu, kasusnya menjadi besar.
"Kami minta polisi mengungkapkan ini," ujar dia.
Herman mengatakan Edy tidak pernah menyinggung Kalimantan. Namun, dia membenarkan Edy menyebut tempat jin buang anak. Pernyataan itu, kata dia, mengibaratkan tempat jauh dan sepi.
"Pak Edy kan sudah pernah mengklarifikasi itu dan sudah minta maaf di YouTube channel dia," ungkap dia.
Edy disebut bersedia datang ke Kalimantan Timur (Kaltim) apabila penjelasan di YouTube dan salah satu stasiun televisi swasta kurang puas. Asal, ada jaminan keamanan terhadap Edy.
"Ada permintaan untuk datang ke sana, Pak Edy siap datang ke sana, cuma persoalannya sekarang siapa yang menjamin keamanannya kalau datang ke sana," bebernya.
Edy Mulyadi menjalani pemeriksaan sebagai saksi terlapor hari ini. Namun, Edy ogah hadir karena surat panggilan dianggap tidak sesuai prosedur.
"Alasannya (tidak hadir), pertama prosedur pemangggilan tidak sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)," kata Herman.
Baca: Sebut 'Kalimantan Tempat Jin Buang Anak', Edy Mulyadi Diteror
Herman mengatakan seharusnya panggilan dilayangkan setelah tiga hari dari kasus naik tahap penyidikan. Kasus dugaan ujaran kebencian Edy naik dari tahap penyelidikan ke penyidikan pada Rabu, 26 Januari 2022.
"Ini baru dua hari sudah ada pemanggilan, intinya itu sudah tidak sesuai dengan KUHAP. Kami minta itu diperbaiki lagi surat pemanggilan," ujar Herman.
Selain itu, surat panggilan yang dilayangkan polisi dianggap tidak jelas. Menurut Herman, tidak ada peristiwa hukum yang dijabarkan dalam panggilan tersebut. Hanya, mencantumkan pasal-pasal terkait suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Herman meminta penyidik menjadwalkan ulang pemanggilan terhadap kliennya. Dia memastikan Edy hadir pada panggilan kedua.
"Insyaallah hadir panggilan kedua," ujarnya.
Polisi menetapkan kasus Edy naik ke tahap penyidikan setelah gelar perkara. Sebelum gelar perkara, penyidik memeriksa 20 saksi. Para saksi terdiri atas 15 saksi dan lima saksi ahli.
Kemudian, dalam tahap penyidikan polisi memeriksa 18 saksi tambahan pada Kamis, 27 Januari 2022. Rinciannya, 10 saksi diperiksa di Kalimantan Timur (Kaltim), dua saksi di Jawa Tengah (Jateng), tiga saksi di DKI Jakarta, dan tiga saksi ahli.
"Saksi ahli meliputi ahli ITE, ahli sosiologi, ahli pidana, dan ahli bahasa," kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis, 27 Januari 2022.
Polisi menerima tiga laporan polisi, 16 pengaduan, dan 18 pernyataan sikap terkait dugaan ujaran kebencian Edy Mulyadi. Salah satu pelaporan yang masuk di Bareskrim Polri dilayangkan Pengurus Besar Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia (PB SEMMI). Laporan teregistrasi dengan nomor: LP/B/0031/I/2022/SPKT/BARESKRIM POLRI tertanggal 24 Januari 2022.
Edy dipersangkakan Pasal 14 ayat 1 dan ayat 2 dan atau Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP yang mengatur terkait Penyebaran Berita Bohong. Kemudian, Pasal 45A ayat 2 Jo Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2018 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang mengatur terkait penghinaan dan ujaran kebencian, Pasal 156 KUHP tentang Tindak Pidana kebencian atau Permusuhan Individu dan atau Antargolongan.
Pernyataan Edy soal Kalimantan tempat jin membuang anak muncul di unggahan berjudul Bau Busuk Oligarki dan Ancaman Atas Kedaulatan di Balik Pindah Ibu Kota. Konten ini terbit di YouTube pada 18 Januari 2022.
Sosok Edy Mulyadi tiba-tiba viral dan jadi perbincangan hangat warganet di media sosial. Edy Mulyadi disorot usai melontarkan pernyataan yang dianggap kontra terhadap Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo dan warga Kalimantan.
Bahkan, terkait hal ini Edy Mulyadi telah dilaporkan ke polisi karena dianggap sudah menghina Prabowo dengan sebutan 'macan jadi mengeong'.
Jakarta: Kuasa hukum
Edy Mulyadi, Herman Kadir, mendesak
Polri mengusut provokator kliennya. Pernyataan 'Kalimantan tempat jin buang anak' menjadi besar diduga ulah provokator.
"Kami berharap kepada Mabes Polri supaya menyidik pelaku provokator ini. Kami berharap itu. Karena apa? ini ada provokatornya, ada kepentingan politik di kasus Pak Edy ini," kata Herman di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Jumat, 28 Januari 2022.
Menurutnya, ada pelaku yang membentrokkan Edy Mulyadi dengan masyarakat Kalimantan. Maka itu, kasusnya menjadi besar.
"Kami minta polisi mengungkapkan ini," ujar dia.
Herman mengatakan Edy tidak pernah menyinggung Kalimantan. Namun, dia membenarkan Edy menyebut tempat jin buang anak. Pernyataan itu, kata dia, mengibaratkan tempat jauh dan sepi.
"Pak Edy kan sudah pernah mengklarifikasi itu dan sudah minta maaf di
YouTube channel dia," ungkap dia.
Edy disebut bersedia datang ke Kalimantan Timur (Kaltim) apabila penjelasan di
YouTube dan salah satu stasiun televisi swasta kurang puas. Asal, ada jaminan keamanan terhadap Edy.
"Ada permintaan untuk datang ke sana, Pak Edy siap datang ke sana, cuma persoalannya sekarang siapa yang menjamin keamanannya kalau datang ke sana," bebernya.
Edy Mulyadi menjalani pemeriksaan sebagai saksi terlapor hari ini. Namun, Edy ogah hadir karena surat panggilan dianggap tidak sesuai prosedur.
"Alasannya (tidak hadir), pertama prosedur pemangggilan tidak sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)," kata Herman.
Baca:
Sebut 'Kalimantan Tempat Jin Buang Anak', Edy Mulyadi Diteror
Herman mengatakan seharusnya panggilan dilayangkan setelah tiga hari dari kasus naik tahap penyidikan. Kasus dugaan
ujaran kebencian Edy naik dari tahap penyelidikan ke penyidikan pada Rabu, 26 Januari 2022.
"Ini baru dua hari sudah ada pemanggilan, intinya itu sudah tidak sesuai dengan KUHAP. Kami minta itu diperbaiki lagi surat pemanggilan," ujar Herman.
Selain itu, surat panggilan yang dilayangkan polisi dianggap tidak jelas. Menurut Herman, tidak ada peristiwa hukum yang dijabarkan dalam panggilan tersebut. Hanya, mencantumkan pasal-pasal terkait suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Herman meminta penyidik menjadwalkan ulang pemanggilan terhadap kliennya. Dia memastikan Edy hadir pada panggilan kedua.
"Insyaallah hadir panggilan kedua," ujarnya.
Polisi menetapkan kasus Edy naik ke tahap penyidikan setelah gelar perkara. Sebelum gelar perkara, penyidik memeriksa 20 saksi. Para saksi terdiri atas 15 saksi dan lima saksi ahli.