Ilustrasi sidang pemeriksaan kasus suap pajak Foto: Medcom.id/Fachri Audhia Hafiez
Ilustrasi sidang pemeriksaan kasus suap pajak Foto: Medcom.id/Fachri Audhia Hafiez

Hakim Dalami Maksud Orang yang Turut Serta Melakukan Korupsi di Perkara Suap Pajak

Fachri Audhia Hafiez • 21 Desember 2021 16:20
Jakarta: Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Fahzal Hendri, mendalami maksud yang tertuang pada Pasal 55 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), jika dikaitkan dalam perkara korupsi. Beleid itu mengatur mengenai orang yang turut serta dapat dipidana dengan pelaku.
 
Hal itu didalami Fahzal kepada ahli hukum pidana, Suparji, dalam persidangan kasus dugaan suap pengurusan pajak. Fahzal meminta Suparji menjelaskan terkait hal itu lantaran terdakwa dalam perkara tersebut juga dikenakan Pasal 55.
 
"Jadi, di sini harus jelas porsi dari masing-masing itu. Misalnya, kalau orang dikategorikan turut serta maka sebetulnya siapa yang menyuruh atau kemudian siapa pelaku utamanya dalam rangka pembuktian," kata Suparji saat persidangan di Pengadilan Tipikor, Kemayoran, Jakarta Pusat, Selasa, 21 Desember 2021.

Menurut Suparji, untuk mengenakan pasal tersebut masing-masing pihak harus jelas perannya. Termasuk, bukti jelas bagaimana sebuah kesepakatan jahat itu terjadi.
 
"Bahwa dalam menerapkan turut serta dalam sebuah tindak pidana tadi itu, kan setidaknya ada dua yang subjek hukum yang terjadinya sebuah kesepakatan," ucap Suparji.
 
Dosen di Universitas Al-Azhar Indonesia itu menuturkan pelaku utama dan orang yang ikut serta melakukan tindak pidana korupsi sama-sama mempertanggungjawabkan perbuatannya. Namun, pelaku utama memiliki tanggung jawab pidana yang besar terhadap kejahatan korupsinya.
 
"Tentunya yang paling utama adalah yang menyuruh yang melakukan. Karena memang itu selaku inisiator terjadinya satu perbuatan pidana tadi itu," ujar Suparji.
 
Lalu, Hakim Fahzal menanyakan perihal pihak yang membujuk dan dibujuk. Menurut Suparji, pihak yang membujuk harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Sementara, pihak yang dibujuk sebaliknya.
 
"Orang yang dibujuk tidak dapat diminta pertanggungjawaban pidana. Bahwa yang bersangkutan ini semata-mata bertindak karena ada bujukan dari yang membujuk tadi itu, atau dengan kata lain sebetulnya tidak ada tindakan atau niat untuk melakukan tindak pidana itu," kata Suparji.
 
Baca: KPK Cecar Tersangka Alfred Simanjuntak Soal Manipulasi Pajak
 
Penjelasan Suparji itu akan menjadi pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan kasus dugaan suap pengurusan pajak. Kasus ini menjerat dua terdakwa, yakni mantan Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Angin Prayitno Aji; dan eks Kepala Subdirektorat Kerja Sama dan Dukungan Pemeriksaan Ditjen Pajak, Dadan Ramdani.
 
Angin dan Dadan didakwa menerima suap sebesar Rp15 miliar dan SGD4 juta (sekitar Rp42,1 miliar) terkait hasil rekayasa penghitungan pajak. Perbuatan itu juga dilakukan bersama-sama tim pemeriksa pajak dari Ditjen Pajak, yakni Wawan Ridwan, Alfred Simanjuntak, Yulmanizar, dan Febrian.
 
Mereka merekayasa hasil penghitungan pajak pada wajib pajak PT GMP untuk tahun pajak 2016. Lalu, wajib pajak PT Panin Bank tahun pajak 2016 dan PT Jhonlin Baratama (JB) untuk tahun pajak 2016 dan 2017.
 
Angin dan Dadan didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(JMS)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan