Jakarta: Koalisi Kawal Calon Pimpinan (capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) penting. Publik berhak tahu capim bersih dari tindak rasuah.
"Itu amanat Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999, jadi begitu saat Orde Baru berjalan itu enggak ada LHKPN. Semua orang korupsi, enggak ada kewajiban untuk melaporkan berapa sih uang dan kekayaan yang dia punya, enggak ada," kata anggota koalisi dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Nelson Nikodemus Simamora, di kantor Indonesia Corruption Watch (ICW), Kalibata, Jakarta Selatan, Selasa, 6 Agustus 2019.
Nelson mengatakan dahulu saat LHKPN belum diwajibkan, publik kerap tertipu dengan pegawai negeri sipil (PNS) yang terlibat korupsi. Ini dikarenakan harta kekayaan PNS tidak dibeberkan kepada publik.
"Jadi orang zaman dulu kalau berkarya jadi PNS gaji kecil tapi uangnya banyak, orang tahunya kecil gajinya tapi kekayaannya, hartanya di mana-mana," tutur Nelson.
(Baca juga: Koalisi Kawal Capim KPK Bersurat ke Pansel)
Nelson menyebut LHKPN cara untuk menangkal praktik rasuah sebelum pengangkatan PNS. Untuk itu, melaporkan LHKPN wajib dilakukan capim KPK agar publik mengetahui rekam jejak calon sebelum menjabat.
"Inilah untuk membuat atau membentuk negara yang bersih dari KKN diwajibkan lah pelaporan LHKPN pasca Orde Baru tumbang," ujar Nelson.
Dia menilai permintaan Koalisi Kawal Capim KPK bukan hal yang berlebihan. Permintaan menyertakan LHKPN sudah berdasarkan undang-undang yang berlaku.
"Jadi itu amanat reformasi pasca Orde Baru yang harus ditaati oleh para pejabat negara terutama apalagi yang mau daftar ke KPK," tegas dia.
Jakarta: Koalisi Kawal Calon Pimpinan (capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) penting. Publik berhak tahu capim bersih dari tindak rasuah.
"Itu amanat Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999, jadi begitu saat Orde Baru berjalan itu enggak ada LHKPN. Semua orang korupsi, enggak ada kewajiban untuk melaporkan berapa sih uang dan kekayaan yang dia punya, enggak ada," kata anggota koalisi dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Nelson Nikodemus Simamora, di kantor Indonesia Corruption Watch (ICW), Kalibata, Jakarta Selatan, Selasa, 6 Agustus 2019.
Nelson mengatakan dahulu saat LHKPN belum diwajibkan, publik kerap tertipu dengan pegawai negeri sipil (PNS) yang terlibat korupsi. Ini dikarenakan harta kekayaan PNS tidak dibeberkan kepada publik.
"Jadi orang zaman dulu kalau berkarya jadi PNS gaji kecil tapi uangnya banyak, orang tahunya kecil gajinya tapi kekayaannya, hartanya di mana-mana," tutur Nelson.
(Baca juga:
Koalisi Kawal Capim KPK Bersurat ke Pansel)
Nelson menyebut LHKPN cara untuk menangkal praktik rasuah sebelum pengangkatan PNS. Untuk itu, melaporkan LHKPN wajib dilakukan capim KPK agar publik mengetahui rekam jejak calon sebelum menjabat.
"Inilah untuk membuat atau membentuk negara yang bersih dari KKN diwajibkan lah pelaporan LHKPN pasca Orde Baru tumbang," ujar Nelson.
Dia menilai permintaan Koalisi Kawal Capim KPK bukan hal yang berlebihan. Permintaan menyertakan LHKPN sudah berdasarkan undang-undang yang berlaku.
"Jadi itu amanat reformasi pasca Orde Baru yang harus ditaati oleh para pejabat negara terutama apalagi yang mau daftar ke KPK," tegas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)