Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga banyak penyelengara negara tak benar dalam menyampaikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Hal ini disampaikan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam rapat kerja (raker) dengan Komisi III DPR.
"Sebetulnya saya sudah delapan tahun di KPK, secara kasat mata kalau saya baca LHKPN, bapak ibu anggota dewan Komisi III yang saya hormati, sangat-sangat ya apa bisa kita duga ya, bahwa ini tidak benar," kata Alex di Ruang Rapat Komisi III DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 11 Juni 2024.
Alex mencontohkan LHKPN aparat penegak hukum yang asetnya terlampau banyak. Sementara, KPK mengetahui penghasilan asli dari aparat tersebut.
Namun, KPK tidak bisa langsung melakukan penyitaan. KPK biasanya melakukan pembuktian terbalik pada saat proses pemidanaan.
"Itu tidak serta merta kita bisa lakukan penyitaan, atau kita minta kepada yang bersangkutan untuk membuktikan terbalik dan lain sebagainya," ujar Alex.
Alex mengakui bahwa untuk membuktikan kebenaran aset yang diduga tak wajar itu butuh waktu lama. Kondisi ini diharapkan dapat diatasi melalui Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset.
"Terkait dengan RUU Perampasan Aset di sana kan antara lain diatur tentang bagaimana bisa melakukan perampasan aset, tanpa melalui pemidanaan, kan begitu ya kira-kira seperti itu. Kalau itu bisa dilakukan, kita sangat efektif sekali," ucap Alex.
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK) menduga banyak penyelengara negara tak benar dalam menyampaikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Hal ini disampaikan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam rapat kerja (raker) dengan Komisi III DPR.
"Sebetulnya saya sudah delapan tahun di KPK, secara kasat mata kalau saya baca LHKPN, bapak ibu anggota dewan Komisi III yang saya hormati, sangat-sangat ya apa bisa kita duga ya, bahwa ini tidak benar," kata Alex di Ruang Rapat Komisi III DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 11 Juni 2024.
Alex mencontohkan
LHKPN aparat penegak hukum yang asetnya terlampau banyak. Sementara, KPK mengetahui penghasilan asli dari aparat tersebut.
Namun,
KPK tidak bisa langsung melakukan penyitaan. KPK biasanya melakukan pembuktian terbalik pada saat proses pemidanaan.
"Itu tidak serta merta kita bisa lakukan penyitaan, atau kita minta kepada yang bersangkutan untuk membuktikan terbalik dan lain sebagainya," ujar Alex.
Alex mengakui bahwa untuk membuktikan kebenaran aset yang diduga tak wajar itu butuh waktu lama. Kondisi ini diharapkan dapat diatasi melalui Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset.
"Terkait dengan RUU Perampasan Aset di sana kan antara lain diatur tentang bagaimana bisa melakukan perampasan aset, tanpa melalui pemidanaan, kan begitu ya kira-kira seperti itu. Kalau itu bisa dilakukan, kita sangat efektif sekali," ucap Alex.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AGA)