Jakarta: Bareskrim Polri menangkap lima tersangka kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) jaringan dari Indonesia, Amman Jordania, dan Arab Saudi. Direktur Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro mengatakan jaringan tersebut memulai aksinya sejak 2015.
"Aktivitas perekrutan PMI (pekerja migran Indonesia) secara ilegal ini dilaksankan sejak tahun 2015. Jadi kalau kita jumlah perhitungan kami mencapai Seribu orang korban yang sudah dikirim," ujar Djuhandhani di Kantor Bareskrim, Mabes Polri, Jakarta, Selasa, 4 April 2023.
Djuhandhani menyampaikan lima tersangka itu ialah MA 53, ZA 54, SR 53, RR 38, AS 58 dan OP 40. Para tersangka ditangkap dari berbagai wilayah yang berbeda, di antaranya Karawang Jawa Barat, Jakarta Timur, serta Sukabumi, Jawa Barat
Djuhandhani menjelaskan kasus tersebut berawal dari adanya informasi Kedutaan Besar Republik Indonesia di Amman Jordania tentang penanganan kasus pekerja migran Indonesia (PMI) yang terindikasi sebagai korban TPPO.
"Para korban dijanjikan pekerjaan secara ilegal di negara tujuan Arab Saudi melalui Jordania sebagai negara transit," jelas Djuhandani.
Modus kejahatannya, kata Djuhandani, menjanjikan para korban untuk bekerja di negara Arab Saudi dengan gaji sebesar 1.200 riyal per bulan. Namun, proses perekrutan pengiriman tanpa melalui prosedur atau sesuai ketentuan.
"Sehingga keberangkatan korban ke Jordania dengan menggunakan visa turis atau pariwisata kemudian menampung sementara para korban di Jordania untuk menunggu proses penerbitan visa untuk masuk ke nagara Arab Saudi," jelasnya.
Peran para tersangka
Tersangka MA berperan sebagai perekrut korban di daerah asal Jawa Barat. Ia kemudian menyerahkan korban kepada tersangka SR.
Tersangka MA disebut mendapat keuntungan sebesar Rp3 juta dari setiap orang yang direkrutnya. Kemudian, tersangka SR, berperan ssbagai pengurus passpor, menerima korban dari MA, membantu proses pemberangkatan korban.
"SR memperoleh keuntungan Rp4 juta per orang," tutur Djuhandani.
Selanjutnya, tersangka ZA berperan memproses dan membiayai keberangkatan korban ke negara Arab Saudi. ZA berhubungan langsung dengan perekrut di negara Arab Saudi serta disebut mendapat keuntungan Rp6 juta per orang.
Selanjutnya, tersangka RR berperan menyediakan tempat penampungan, memproses keberangkatan korban ke negara tujuan Arab Saudi, menyiapkan passpor serta visa korban. Keuntungan yang diperoleh RR bisa mencapai Rp6,5 juta dari setiap orang yang dikirimnya.
Terakhir, tersangka AS berperan menyediakan tempat penampungan dan memproses keberangkatan para korban ke Arab Saudi.
"AS memiliki hubungan langsung dengan perekrut di Arab Saudi. Keuntungan yang dieproleh saudara AS yaitu Rp5 juta per orang," pungkasnya.
Kemudian jaringan TPPO Indonesia - Turki - Abu Dhabi dengan tersangka OP meminta kepada para korban membayar uang Rp15 juta hingga Rp40 juta sebagai biaya pengurusan keberangkatan.
"Dari hasil penyelidikan ditemukan fakta bahwa tersangka tidak hanya mengirimkan pekerjaan migran ilegal ke negara Singapore, namun juga ke negara lainnya dari keterangan tersangka ada beberapa korban yang sudah dikirim bekerja secara ilegal, ke Dubai sebanyak 15 orang, dan negara Turki 26 orang sejak 2020," paparnya.
Djuhandhani mengatakan saat ini pihaknya masih terus melakukan pendalaman terhadap para tersangka. Termasuk, pihak lain yang diduga terlibat tindak pidana tersebut.
Ia juga mengatakan telah menggeledah rumah para tersangka dan menyita barang bukti di antara 97 paspor yang diduga milik korban, baik yang akan atau gagal berangkat. Lalu, dua lembar tiket pesawat, surat pernyataan dua lembar, buku catatan 17 buah, cetakan rekening korban dan buku rekening sejumlah bank.
Para tersangka dijerat Pasal 4 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO, dan Pasal 81 juncto Pasal 86 huruf (b) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id.
Jakarta: Bareskrim
Polri menangkap lima tersangka kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) jaringan dari Indonesia, Amman Jordania, dan Arab Saudi. Direktur Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro mengatakan jaringan tersebut memulai aksinya sejak 2015.
"Aktivitas perekrutan PMI (pekerja migran Indonesia) secara ilegal ini dilaksankan sejak tahun 2015. Jadi kalau kita jumlah perhitungan kami mencapai Seribu orang korban yang sudah dikirim," ujar Djuhandhani di Kantor Bareskrim, Mabes Polri, Jakarta, Selasa, 4 April 2023.
Djuhandhani menyampaikan lima tersangka itu ialah MA 53, ZA 54, SR 53, RR 38, AS 58 dan OP 40. Para tersangka ditangkap dari berbagai wilayah yang berbeda, di antaranya Karawang Jawa Barat, Jakarta Timur, serta Sukabumi, Jawa Barat
Djuhandhani menjelaskan kasus tersebut berawal dari adanya informasi Kedutaan Besar Republik Indonesia di Amman Jordania tentang penanganan kasus pekerja migran Indonesia (PMI) yang terindikasi sebagai korban
TPPO.
"Para korban dijanjikan pekerjaan secara ilegal di negara tujuan Arab Saudi melalui Jordania sebagai negara transit," jelas Djuhandani.
Modus kejahatannya, kata Djuhandani, menjanjikan para korban untuk bekerja di negara Arab Saudi dengan gaji sebesar 1.200 riyal per bulan. Namun, proses perekrutan pengiriman tanpa melalui prosedur atau sesuai ketentuan.
"Sehingga keberangkatan korban ke Jordania dengan menggunakan visa turis atau pariwisata kemudian menampung sementara para korban di Jordania untuk menunggu proses penerbitan visa untuk masuk ke nagara Arab Saudi," jelasnya.
Peran para tersangka
Tersangka MA berperan sebagai perekrut korban di daerah asal Jawa Barat. Ia kemudian menyerahkan korban kepada tersangka SR.
Tersangka MA disebut mendapat keuntungan sebesar Rp3 juta dari setiap orang yang direkrutnya. Kemudian, tersangka SR, berperan ssbagai pengurus passpor, menerima korban dari MA, membantu proses pemberangkatan korban.
"SR memperoleh keuntungan Rp4 juta per orang," tutur Djuhandani.
Selanjutnya, tersangka ZA berperan memproses dan membiayai keberangkatan korban ke negara Arab Saudi. ZA berhubungan langsung dengan perekrut di negara Arab Saudi serta disebut mendapat keuntungan Rp6 juta per orang.
Selanjutnya, tersangka RR berperan menyediakan tempat penampungan, memproses keberangkatan korban ke negara tujuan Arab Saudi, menyiapkan passpor serta visa korban. Keuntungan yang diperoleh RR bisa mencapai Rp6,5 juta dari setiap orang yang dikirimnya.
Terakhir, tersangka AS berperan menyediakan tempat penampungan dan memproses keberangkatan para korban ke Arab Saudi.
"AS memiliki hubungan langsung dengan perekrut di Arab Saudi. Keuntungan yang dieproleh saudara AS yaitu Rp5 juta per orang," pungkasnya.
Kemudian jaringan
TPPO Indonesia - Turki - Abu Dhabi dengan tersangka OP meminta kepada para korban membayar uang Rp15 juta hingga Rp40 juta sebagai biaya pengurusan keberangkatan.
"Dari hasil penyelidikan ditemukan fakta bahwa tersangka tidak hanya mengirimkan pekerjaan migran ilegal ke negara Singapore, namun juga ke negara lainnya dari keterangan tersangka ada beberapa korban yang sudah dikirim bekerja secara ilegal, ke Dubai sebanyak 15 orang, dan negara Turki 26 orang sejak 2020," paparnya.
Djuhandhani mengatakan saat ini pihaknya masih terus melakukan pendalaman terhadap para tersangka. Termasuk, pihak lain yang diduga terlibat tindak pidana tersebut.
Ia juga mengatakan telah menggeledah rumah para tersangka dan menyita barang bukti di antara 97 paspor yang diduga milik korban, baik yang akan atau gagal berangkat. Lalu, dua lembar tiket pesawat, surat pernyataan dua lembar, buku catatan 17 buah, cetakan rekening korban dan buku rekening sejumlah bank.
Para tersangka dijerat Pasal 4 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO, dan Pasal 81 juncto Pasal 86 huruf (b) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AGA)