Jakarta: Delapan tersangka kasus kebakaran Gedung Utama Kejaksaan Agung (Kejagung) belum ditahan Polri. Padahal, polisi menetapkan kedelapan orang itu sebagai tersangka sejak Jumat, 23 Oktober 2020.
"Ya (belum ditahan), kan baru besok (Selasa, 27 Oktober 2020) diperiksa pukul 10.00 WIB," kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Awi Setiyono di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin, 26 Oktober 2020.
Kedelapan tersangka itu adalah Direktur Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), NH; dan Direktur PT ARM, R. Kemudian, lima tukang bangunan, T; H; S; K; IS; dan mandor, UAN. Mereka dikenakan Pasal 188 KUHP juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP, dengan ancaman hukuman hingga lima tahun penjara.
"Nanti diperiksa dulu sebagai tersangka masalah ditahan atau tidak itu kewenangan di penyidik," ujar jenderal bintang satu itu.
Penyidik gabungan telah memeriksa 131 orang saksi. Sebanyak 64 saksi merupakan saksi kunci. Mereka, yakni orang yang melihat, mendengar, dan mengetahui peristiwa kebakaran di Kejagung. Saksi kunci terdiri dari petugas kebersihan, tukang, hingga pegawai Kejagung.
Penyidik juga memeriksa 10 saksi ahli. Keterangan saksi untuk memperkuat analisis pendapat dari penyidik.
Baca: 8 Tersangka Kebakaran Kejagung Diperiksa Besok
Hasil penyidikan diketahui titik api berasal dari lantai 6 di Ruang Biro Kepegawaian. Sumber api dari bara rokok yang mengakibatkan terjadinya open flame atau api menyala terbuka.
Polisi memastikan rokok itu milik kelima tukang yang bekerja di lantai 6. Mandor turut menjadi tersangka karena lalai dalam mengawasi para tukang.
Sementara itu, pejabat Kejagung NH lalai dalam penyediaan minyak pembersih merek Top Cleaner. NH tidak mengecek terlebih dahulu kandungan dari minyak pembersih tersebut sebelum digunakan petugas kebersihan.
Dampaknya, minyak yang mengandung fraksi solar itu memicu api menjalar cepat ke seluruh Gedung Utama Kejagung. Kebakaran itu menimbulkan kerugian hingga Rp1,2 triliun.
Sementara itu, R menjadi tersangka karena memberikan barang yang tidak memiliki izin edar kepada Kejagung. Ahli kesehatan menyebut ada pelarangan penggunaan bahan berbahaya terhadap semua gedung.
Jakarta: Delapan tersangka kasus
kebakaran Gedung Utama Kejaksaan Agung (Kejagung) belum ditahan Polri. Padahal, polisi menetapkan kedelapan orang itu sebagai tersangka sejak Jumat, 23 Oktober 2020.
"Ya (belum ditahan), kan baru besok (Selasa, 27 Oktober 2020) diperiksa pukul 10.00 WIB," kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Awi Setiyono di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin, 26 Oktober 2020.
Kedelapan tersangka itu adalah Direktur Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), NH; dan Direktur PT ARM, R. Kemudian, lima tukang bangunan, T; H; S; K; IS; dan mandor, UAN. Mereka dikenakan Pasal 188 KUHP juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP, dengan ancaman hukuman hingga lima tahun penjara.
"Nanti diperiksa dulu sebagai tersangka masalah ditahan atau tidak itu kewenangan di penyidik," ujar jenderal bintang satu itu.
Penyidik gabungan telah memeriksa 131 orang saksi. Sebanyak 64 saksi merupakan saksi kunci. Mereka, yakni orang yang melihat, mendengar, dan mengetahui peristiwa kebakaran di
Kejagung. Saksi kunci terdiri dari petugas kebersihan, tukang, hingga pegawai Kejagung.
Penyidik juga memeriksa 10 saksi ahli. Keterangan saksi untuk memperkuat analisis pendapat dari penyidik.
Baca:
8 Tersangka Kebakaran Kejagung Diperiksa Besok
Hasil penyidikan diketahui titik api berasal dari lantai 6 di Ruang Biro Kepegawaian. Sumber api dari bara rokok yang mengakibatkan terjadinya
open flame atau api menyala terbuka.
Polisi memastikan rokok itu milik kelima tukang yang bekerja di lantai 6. Mandor turut menjadi tersangka karena lalai dalam mengawasi para tukang.
Sementara itu, pejabat
Kejagung NH lalai dalam penyediaan minyak pembersih merek Top Cleaner. NH tidak mengecek terlebih dahulu kandungan dari minyak pembersih tersebut sebelum digunakan petugas kebersihan.
Dampaknya, minyak yang mengandung fraksi solar itu memicu api menjalar cepat ke seluruh Gedung Utama Kejagung. Kebakaran itu menimbulkan kerugian hingga Rp1,2 triliun.
Sementara itu, R menjadi tersangka karena memberikan barang yang tidak memiliki izin edar kepada Kejagung. Ahli kesehatan menyebut ada pelarangan penggunaan bahan berbahaya terhadap semua gedung.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(JMS)