Jakarta: Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dit Tipideksus) Bareskrim Polri menangkap enam tersangka kasus dugaan penipuan investasi bodong e-Dinar Coin (EDC) Cash. Salah satunya, CEO EDCCash Abdulrahman Yusuf (AY).
"Ada enam tersangka dan memiliki peran masing-masing," kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dir Tipideksus) Bareskrim Polri Brigjen Helmy Santika di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Kamis, 22 April 2021.
AY merupakan pemimpin puncak investasi ilegal EDCCash. Kemudian, istri AY berinisial S berperan sebagai exchanger EDCCash sejak Agustus 2020.
Berikutnya, JBA sebagai pembuat aplikasi EDCCash dan sebagai exchanger sejak Agustus 2018 hingga Agustus 2020. Lalu, ED sebagai admin EDCCash dan tim pendukung informasi teknologi (IT) yang mengenalkan AY pada JBA.
Tersangka berikutnya AWH yang berperan membuat acara launching Basecamp EDCCash Nanjung Sauyunan Bogor, Jawa Barat, pada Minggu, 19 Januari 2020. AWH menjadi perekrut member terbanyak dengan 20 ribu orang.
"Berikutnya tersangka atas nama MRS berperan sebagai upline (perekrut) 78 member," papar Helmy.
Helmy mengungkap modus mereka ialah menggunakan investasi ilegal seolah-olah memperdagangkan mata uang kripto yang diluncurkan pada Agustus 2018. Mata uang kripto itu diklaim memiliki izin dan terhubung dengan pasar kripto internasional menggunakan aplikasi EDCCash.
"Yang menjanjikan keuntungan mining (penambangan) 0,5 persen per hari sesuai saldo yang dimiliki," tutur Helmy.
Tersangka juga mengiming-imingi member mata uang kripto dijamin ada yang membeli. Yakni, antarkomunitas, antarmember, dan market internasional.
"Bila tidak ada yang beli maka founder EDCCash yang akan beli," ujar Helmy.
(Baca: Waspada Investasi Bodong Berkedok Startup Cryptocurrency)
Pelaku meminta korban menyetorkan uang Rp5 juta. Rinciannya, Rp4 juta dikonversikan menjadi 200 koin EDCCash, Rp300 ribu digunakan untuk menyewa sistem komputasi awan (cloud), dan sisanya dikonversikan menjadi 34 koin EDCCash untuk perekrut.
“Sekitar 57 ribu member menjadi korban dengan nilai kerugian mencapai Rp500 miliar,” kata Helmy.
Penyidik menyita sejumlah barang bukti, seperti sertifikat hak milk (SHM) tanah dan akta jual beli. Kemudian, uang pecahan rupiah, euro, dolar Hong Kong, Zimbabwe, Iran, hingga Mesir.
“Sebanyak 21 kendaraan roda empat dan lima kendaraan roda dua juga diamankan,” papar Helmy.
Barang bukti lainnya, yakni logam mulia, handphone, laptop, buku tabungan, dan kartu ATM. Sejumlah barang mewah, seperti tas, sepatu, jaket, dan jam tangan turut disita penyidik.
Seluruh tersangka dijerat Pasal 105 dan/atau Pasal 106 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. Kemudian, Pasal 28 Ayat 1 Jo Pasal 45A Ayat 1 dan Pasal 36 Jo Pasal 50 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik.
Mereka juga dijerat Pasal 378 KUHP tentang Penipuan/Perbuatan Curang Jo Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan. Lalu Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Kepemilikan senjata api
Helmy menyebut penyidik menemukan senjata api Carl Walther Waffenfabrik warna hitam saat menggeledah rumah AY. Tiga pengawal AY, yakni AH, AR, dan PN juga memiliki senjata.
AH memiliki satu senjata senapan angin, satu unit parang panjang dan sarungnya, satu unit pisau dan sarungnya, dokumen, dan uang tunai. Kemudian, AR memiliki satu senjata airgun Makarov, satu airsoftgun GLOK, satu buah golok, satu buah pisau, empat butir peluru 9 milimeter (mm), tiga kotak gotri besi, dan dua butir peluru. Kemudian, satu buah pisau dari tangan PN.
Helmy menyebut pihaknya bakal membuat laporan polisi terpisah soal kepemilikan senjata itu. Mereka bakal dijerat Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951.
Jakarta: Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dit Tipideksus) Bareskrim
Polri menangkap enam tersangka kasus dugaan penipuan
investasi bodong e-Dinar Coin (EDC) Cash. Salah satunya, CEO EDCCash Abdulrahman Yusuf (AY).
"Ada enam tersangka dan memiliki peran masing-masing," kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dir Tipideksus) Bareskrim Polri Brigjen Helmy Santika di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Kamis, 22 April 2021.
AY merupakan pemimpin puncak investasi ilegal EDCCash. Kemudian, istri AY berinisial S berperan sebagai exchanger EDCCash sejak Agustus 2020.
Berikutnya, JBA sebagai pembuat aplikasi EDCCash dan sebagai exchanger sejak Agustus 2018 hingga Agustus 2020. Lalu, ED sebagai admin EDCCash dan tim pendukung informasi teknologi (IT) yang mengenalkan AY pada JBA.
Tersangka berikutnya AWH yang berperan membuat acara launching Basecamp EDCCash Nanjung Sauyunan Bogor, Jawa Barat, pada Minggu, 19 Januari 2020. AWH menjadi perekrut member terbanyak dengan 20 ribu orang.
"Berikutnya tersangka atas nama MRS berperan sebagai upline (perekrut) 78 member," papar Helmy.
Helmy mengungkap modus mereka ialah menggunakan investasi ilegal seolah-olah memperdagangkan mata uang kripto yang diluncurkan pada Agustus 2018. Mata uang kripto itu diklaim memiliki izin dan terhubung dengan pasar kripto internasional menggunakan aplikasi EDCCash.
"Yang menjanjikan keuntungan mining (penambangan) 0,5 persen per hari sesuai saldo yang dimiliki," tutur Helmy.
Tersangka juga mengiming-imingi member mata uang kripto dijamin ada yang membeli. Yakni, antarkomunitas, antarmember, dan market internasional.
"Bila tidak ada yang beli maka founder EDCCash yang akan beli," ujar Helmy.
(Baca:
Waspada Investasi Bodong Berkedok Startup Cryptocurrency)
Pelaku meminta korban menyetorkan uang Rp5 juta. Rinciannya, Rp4 juta dikonversikan menjadi 200 koin EDCCash, Rp300 ribu digunakan untuk menyewa sistem komputasi awan (cloud), dan sisanya dikonversikan menjadi 34 koin EDCCash untuk perekrut.
“Sekitar 57 ribu member menjadi korban dengan nilai kerugian mencapai Rp500 miliar,” kata Helmy.
Penyidik menyita sejumlah barang bukti, seperti sertifikat hak milk (SHM) tanah dan akta jual beli. Kemudian, uang pecahan rupiah, euro, dolar Hong Kong, Zimbabwe, Iran, hingga Mesir.
“Sebanyak 21 kendaraan roda empat dan lima kendaraan roda dua juga diamankan,” papar Helmy.
Barang bukti lainnya, yakni logam mulia, handphone, laptop, buku tabungan, dan kartu ATM. Sejumlah barang mewah, seperti tas, sepatu, jaket, dan jam tangan turut disita penyidik.
Seluruh tersangka dijerat Pasal 105 dan/atau Pasal 106 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. Kemudian, Pasal 28 Ayat 1 Jo Pasal 45A Ayat 1 dan Pasal 36 Jo Pasal 50 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik.
Mereka juga dijerat Pasal 378 KUHP tentang Penipuan/Perbuatan Curang Jo Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan. Lalu Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Kepemilikan senjata api
Helmy menyebut penyidik menemukan senjata api Carl Walther Waffenfabrik warna hitam saat menggeledah rumah AY. Tiga pengawal AY, yakni AH, AR, dan PN juga memiliki senjata.
AH memiliki satu senjata senapan angin, satu unit parang panjang dan sarungnya, satu unit pisau dan sarungnya, dokumen, dan uang tunai. Kemudian, AR memiliki satu senjata airgun Makarov, satu airsoftgun GLOK, satu buah golok, satu buah pisau, empat butir peluru 9 milimeter (mm), tiga kotak gotri besi, dan dua butir peluru. Kemudian, satu buah pisau dari tangan PN.
Helmy menyebut pihaknya bakal membuat laporan polisi terpisah soal kepemilikan senjata itu. Mereka bakal dijerat Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)