Jakarta: Eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo diduga meminta Rp5 miliar kepada Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (DPPP), Suharjito. Uang itu diduga komitmen fee untuk menerbitkan izin budidaya dan ekspor benih lobster (benur) oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
"PT DPPP harus memberikan uang kepada Edhy Prabowo melalui Safri (Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan) sebesar Rp5 miliar yang dapat diberikan secara bertahap sesuai dengan kemampuan perusahaan," bunyi surat dakwaan Suharjito yang diterima Medcom.id, Kamis, 11 Februari 2021.
Permintaan fulus itu berawal ketika Manager Operasional Kapal PT DPPP Agus Kurniyawanto menanyakan izin budidaya benih lobster ke KKP yang tak kunjung terbit. Padahal, PT DPPP telah mempresentasikan business plan benur dan diterima KKP pada Mei 2020.
Business plan itu disebut mesti direvisi. Ada perintah PT DPPP tidak mengirimkan business plan ke Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya KKP sampai menunggu arahan dari staf khusus Menteri Kelautan dan Perikanan lainnya, Andreau Misanta Pribadi.
Pada Juni 2020, Agus diminta Suharjito untuk menanyakan perkembangan izin budidaya benur itu. Rupanya, izin bisa keluar jika mendapat persetujuan tim uji tuntas (Due Diligence) yang terdiri atas Safri dan Andreau.
Permintaan fulus Rp5 miliar itu terjadi dan disanggupi Suharjito. Pada 16 Juni 2020, Suharjito menyerahkan USD77 ribu kepada Safri di Kantor KKP untuk diteruskan ke Edhy.
"Sambil mengatakan 'ini titipan buat Menteri'. Selanjutnya Safri menyerahkan uang tersebut kepada Amiril Mukminin (sekretaris pribadi Edhy Prabowo) untuk disampaikan kepada Edhy," tulis surat dakwaan itu.
Pemberian uang kembali berlanjut pada 8 Oktober 2020. Sebanyak USD26 ribu diserahkan Suharjito di Kantor KKP.
Edhy juga menerima Rp706.055.440 dari Suharjito. Uang itu diterima melalui perusahaan PT Aero Citra Kargo (ACK) yang ditunjuk sebagai jasa pengiriman ekspor benur.
PT ACK sempat mengubah struktur pemegang saham dengan menunjuk Achmad Bachtiar. Dia disebut sebagai sosok representasi dari Edhy. Uang yang diterima PT ACK diduga mengalir ke Edhy.
Baca: Edhy Prabowo Diduga Pakai Hasil Korupsi untuk Modifikasi Mobil
Suharjito didakwa menyuap Edhy Prabowo dalam kasus dugaan suap izin ekspor benur. Suharjito didakwa 'mengguyur' Edhy sekitar Rp2,1 miliar.
Total uang itu diserahkan Suhartijo dalam dua mata uang berbeda. Sebanyak USD103 ribu (sekitar Rp1.442.664.350, kurs Rp14.038) dan Rp706.055.440.
Suharjito didakwa dengan dua pasal, yakni Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Jakarta: Eks Menteri Kelautan dan Perikanan
Edhy Prabowo diduga meminta Rp5 miliar kepada Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (DPPP), Suharjito. Uang itu diduga
komitmen fee untuk menerbitkan izin budidaya dan ekspor benih lobster (benur) oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
"PT DPPP harus memberikan uang kepada Edhy Prabowo melalui Safri (Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan) sebesar Rp5 miliar yang dapat diberikan secara bertahap sesuai dengan kemampuan perusahaan," bunyi surat dakwaan Suharjito yang diterima
Medcom.id, Kamis, 11 Februari 2021.
Permintaan fulus itu berawal ketika Manager Operasional Kapal PT DPPP Agus Kurniyawanto menanyakan izin budidaya benih lobster ke KKP yang tak kunjung terbit. Padahal, PT DPPP telah mempresentasikan
business plan benur dan diterima KKP pada Mei 2020.
Business plan itu disebut mesti direvisi. Ada perintah PT DPPP tidak mengirimkan
business plan ke Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya KKP sampai menunggu arahan dari staf khusus Menteri Kelautan dan Perikanan lainnya, Andreau Misanta Pribadi.
Pada Juni 2020, Agus diminta Suharjito untuk menanyakan perkembangan izin budidaya benur itu. Rupanya, izin bisa keluar jika mendapat persetujuan tim uji tuntas (
Due Diligence) yang terdiri atas Safri dan Andreau.
Permintaan fulus Rp5 miliar itu terjadi dan disanggupi Suharjito. Pada 16 Juni 2020, Suharjito menyerahkan USD77 ribu kepada Safri di Kantor KKP untuk diteruskan ke Edhy.
"Sambil mengatakan 'ini titipan buat Menteri'. Selanjutnya Safri menyerahkan uang tersebut kepada Amiril Mukminin (sekretaris pribadi Edhy Prabowo) untuk disampaikan kepada Edhy," tulis surat dakwaan itu.
Pemberian uang kembali berlanjut pada 8 Oktober 2020. Sebanyak USD26 ribu diserahkan Suharjito di Kantor KKP.
Edhy juga menerima Rp706.055.440 dari Suharjito. Uang itu diterima melalui perusahaan PT Aero Citra Kargo (ACK) yang ditunjuk sebagai jasa pengiriman ekspor benur.
PT ACK sempat mengubah struktur pemegang saham dengan menunjuk Achmad Bachtiar. Dia disebut sebagai sosok representasi dari Edhy. Uang yang diterima PT ACK diduga mengalir ke Edhy.
Baca: Edhy Prabowo Diduga Pakai Hasil Korupsi untuk Modifikasi Mobil
Suharjito didakwa menyuap Edhy Prabowo dalam kasus dugaan suap izin ekspor benur. Suharjito didakwa 'mengguyur' Edhy sekitar Rp2,1 miliar.
Total uang itu diserahkan Suhartijo dalam dua mata uang berbeda. Sebanyak USD103 ribu (sekitar Rp1.442.664.350, kurs Rp14.038) dan Rp706.055.440.
Suharjito didakwa dengan dua pasal, yakni Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)