Jakarta: Terpidana kasus korupsi Muhammad Nazaruddin berharap permohonan asimilasinya atau bebas bersyarat dikabulkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly. Nazaruddin menilai dirinya pantas mendapat bebas bersyarat.
"Kalau masalah usulan asimilasi, bebas bersyarat itu, kita ini kan negara hukum. Kita ini negara aturan, saya minta kepada semua aparaturnya, ikutilah aturan," kata Nazaruddin di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin, 19 Februari 2018.
Dalam proses pemberian asimilasi dan pembebasan bersyarat, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan wajib meminta rekomendasi ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pimpinan KPK sebelumnya telah menolak memberikan rekomendasi asimilasi dan pembebasan bersyarat untuk mantan Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat itu.
Aturan pemberian asimilasi dan pembebasan bersyarat tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 99 tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Nazar berharap, semua pihak, baik Kemenkumham dan KPK bisa mengikuti aturan yang ada.
"Saya mau itu KPK, mau itu pak Menteri. Siapapun institusi di negeri ini kita ikut dengan aturan. Jangan melenceng dari aturan," tambah dia.
Terkait penolakan rekomendasi pimpinan KPK, ia mengembalikan hal tersebut pada aturan yang ada.
"Kita harus percaya pada aturan dan harus menjalankan aturan yang disepakati. Jangan orang yang mengorbankan semuanya untuk membangun KPK jangan lah sampai dilanggar aturan," ungkap Nazar.
(Baca juga: KPK Tolak Asimilasi Nazaruddin)
KPK sebelumnya menolak permintaan rekomendasi asmilasi atau pembebasan bersyarat Nazaruddin dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS). Ada dua hal yang disampaikan Ditjen PAS dalam surat tersebut.
Pertama, Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) Kemenkumham telah menerima permintaan asimilasi Nazaruddin. Bahkan TPP Ditjen PAS telah menentukan lokasi asimilasi Nazaruddin untuk melaksanakan kerja sosial yakni di pondok pensantren, di Bandung, Jawa Barat.
Dalam surat dijelaskan bahwa TPP Ditjen PAS sudah menggelar sidang permintaan asmilasi Nazaruddin pada 30 Januari 2018. Hasilnya, Nazaruddin dianggap memenuhi syarat administratif dan substantif untuk mendapat asimilasi.
Asimilasi atau pembebasan bersyarat itu pertama kali digaungkan oleh Lapas, Sukamiskin Bandung, Jawa Barat. Namun, Nazaruddin harus melewati proses asimilasi atau pembauran di masyarakat sebelum mendapatkan bebas bersyarat tersebut.
Mantan bendahara umum Partai Demokrat itu memang kerap mendapat remisi sejak 2013 sampai 2017, dengan total keseluruhan 28 bulan. Nazaruddin baru bisa menghirup udara bebas sekitar tahun 2020, bila pembebasan bersyaratnya diterima. Sementara, waktu bebas sebenarnya baru pada 31 Oktober 2023.
(Baca juga: Ditjen PAS Teruskan Proses Asimilasi Nazaruddin)
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/wkBnLpgk" allowfullscreen></iframe>
Jakarta: Terpidana kasus korupsi Muhammad Nazaruddin berharap permohonan asimilasinya atau bebas bersyarat dikabulkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly. Nazaruddin menilai dirinya pantas mendapat bebas bersyarat.
"Kalau masalah usulan asimilasi, bebas bersyarat itu, kita ini kan negara hukum. Kita ini negara aturan, saya minta kepada semua aparaturnya, ikutilah aturan," kata Nazaruddin di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin, 19 Februari 2018.
Dalam proses pemberian asimilasi dan pembebasan bersyarat, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan wajib meminta rekomendasi ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pimpinan KPK sebelumnya telah menolak memberikan rekomendasi asimilasi dan pembebasan bersyarat untuk mantan Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat itu.
Aturan pemberian asimilasi dan pembebasan bersyarat tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 99 tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Nazar berharap, semua pihak, baik Kemenkumham dan KPK bisa mengikuti aturan yang ada.
"Saya mau itu KPK, mau itu pak Menteri. Siapapun institusi di negeri ini kita ikut dengan aturan. Jangan melenceng dari aturan," tambah dia.
Terkait penolakan rekomendasi pimpinan KPK, ia mengembalikan hal tersebut pada aturan yang ada.
"Kita harus percaya pada aturan dan harus menjalankan aturan yang disepakati. Jangan orang yang mengorbankan semuanya untuk membangun KPK jangan lah sampai dilanggar aturan," ungkap Nazar.
(Baca juga:
KPK Tolak Asimilasi Nazaruddin)
KPK sebelumnya menolak permintaan rekomendasi asmilasi atau pembebasan bersyarat Nazaruddin dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS). Ada dua hal yang disampaikan Ditjen PAS dalam surat tersebut.
Pertama, Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) Kemenkumham telah menerima permintaan asimilasi Nazaruddin. Bahkan TPP Ditjen PAS telah menentukan lokasi asimilasi Nazaruddin untuk melaksanakan kerja sosial yakni di pondok pensantren, di Bandung, Jawa Barat.
Dalam surat dijelaskan bahwa TPP Ditjen PAS sudah menggelar sidang permintaan asmilasi Nazaruddin pada 30 Januari 2018. Hasilnya, Nazaruddin dianggap memenuhi syarat administratif dan substantif untuk mendapat asimilasi.
Asimilasi atau pembebasan bersyarat itu pertama kali digaungkan oleh Lapas, Sukamiskin Bandung, Jawa Barat. Namun, Nazaruddin harus melewati proses asimilasi atau pembauran di masyarakat sebelum mendapatkan bebas bersyarat tersebut.
Mantan bendahara umum Partai Demokrat itu memang kerap mendapat remisi sejak 2013 sampai 2017, dengan total keseluruhan 28 bulan. Nazaruddin baru bisa menghirup udara bebas sekitar tahun 2020, bila pembebasan bersyaratnya diterima. Sementara, waktu bebas sebenarnya baru pada 31 Oktober 2023.
(Baca juga:
Ditjen PAS Teruskan Proses Asimilasi Nazaruddin)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)