Jakarta: Mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok disebut punya momentum untuk bebas dari penjara saat mengajukan upaya peninjauan kembali (PK) di Mahkamah Agung (MA). Novum atau bukti baru yang ditemukan diyakini bakal membebaskan Ahok dari seluruh jeratan hukum.
"Kalau saat itu Pak Ahok melakukan banding, saya rasa kita tak akan seperti ini (Ahok di penjara)," kata kuasa hukum Ahok, Fifi Lety Indra di Pengadilan Jakarta Utara, Senin, 26 Februari 2018.
Jalan pikiran Ahok, kata Fifi, ingin bila bangsa Indonesia tetap bersatu kala vonis hakim diputuskan. Menurut Fifi, situasi politik tak kemungkinan untuk Ahok membuktikan novum dalam upaya banding.
"Dia enggak rela kalau pendukung dan pembenci dia saling berbenturan. Kalau dia memaksakan banding, bakal terjadi pro dan kontra, bayangkan bila terjadi perpecahan, padahal kita mau merajut Bhineka Tunggal Ika dan berbangsa," tutur dia.
Tapi, kata Fifi, momentum kebebasan itu justru datang belakangan. Salah satunya dengan vonis hakim terkait kasus Buni Yani.
(Baca juga: Kelanjutan PK Ahok Diputuskan Pekan Depan)
Ia meyakini, video hasil editan Buni Yani menjadi awal dari rentetan tuduhan yang ditujukan kepada Ahok. "Kita ketahui bersama, pak Ahok ditahan walau sudah banding. Sementara kalau kita menilik kasus yang lain tak demikian dengan dia yang tak bisa saya sebutkan namanya (Buni Yani)," ucap dia.
Tak cukup hanya itu, Fifi menganggap putusan vonis Ahok banyak kesalahan yang dilakukan Hakim Dwiarso Budi Santiarto dengan tetap menahan Ahok dalam kurungan penjara. Padahal, kata Fifi, Ahok berlaku kooperatif selama persidangan.
"Pak Ahok kopperatif, tapi dasar penahanan adalah takut dia melakukan perbuatannya, dan itu tak diuraikan kenapa Pak Ahok harus ditahan juga. Teman-teman juga bisa membandingkan dengan kasus yang satunya," beber dia.
Kejanggalan lain juga disebut telah dilakukan oleh para pelapor Ahok. Selain berita acara pemeriksaan (BAP) yang sama, tak ada satupun penduduk Kepulauan Seribu yang merasa tersinggung saat Ahok melakukan pidato. Perbedaan situasi yang terjadi, kata dia, baru terjadi sembilan hari usai unggahan Buni Yani di media sosial.
"Ini harus jadi pertimbangan, marah dan tersinggung setelah ada editan dari bapak sana (Buni Yani). Logikanya orang langsung marah kalau menyinggung agama orang lain, apalagi di sana banyak orang pandai dan wartawan, semua adem anyem," ucap Fifi.
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/yKXVBj6b" allowfullscreen></iframe>
Jakarta: Mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok disebut punya momentum untuk bebas dari penjara saat mengajukan upaya peninjauan kembali (PK) di Mahkamah Agung (MA). Novum atau bukti baru yang ditemukan diyakini bakal membebaskan Ahok dari seluruh jeratan hukum.
"Kalau saat itu Pak Ahok melakukan banding, saya rasa kita tak akan seperti ini (Ahok di penjara)," kata kuasa hukum Ahok, Fifi Lety Indra di Pengadilan Jakarta Utara, Senin, 26 Februari 2018.
Jalan pikiran Ahok, kata Fifi, ingin bila bangsa Indonesia tetap bersatu kala vonis hakim diputuskan. Menurut Fifi, situasi politik tak kemungkinan untuk Ahok membuktikan novum dalam upaya banding.
"Dia enggak rela kalau pendukung dan pembenci dia saling berbenturan. Kalau dia memaksakan banding, bakal terjadi pro dan kontra, bayangkan bila terjadi perpecahan, padahal kita mau merajut Bhineka Tunggal Ika dan berbangsa," tutur dia.
Tapi, kata Fifi, momentum kebebasan itu justru datang belakangan. Salah satunya dengan vonis hakim terkait kasus Buni Yani.
(Baca juga:
Kelanjutan PK Ahok Diputuskan Pekan Depan)
Ia meyakini, video hasil editan Buni Yani menjadi awal dari rentetan tuduhan yang ditujukan kepada Ahok. "Kita ketahui bersama, pak Ahok ditahan walau sudah banding. Sementara kalau kita menilik kasus yang lain tak demikian dengan dia yang tak bisa saya sebutkan namanya (Buni Yani)," ucap dia.
Tak cukup hanya itu, Fifi menganggap putusan vonis Ahok banyak kesalahan yang dilakukan Hakim Dwiarso Budi Santiarto dengan tetap menahan Ahok dalam kurungan penjara. Padahal, kata Fifi, Ahok berlaku kooperatif selama persidangan.
"Pak Ahok kopperatif, tapi dasar penahanan adalah takut dia melakukan perbuatannya, dan itu tak diuraikan kenapa Pak Ahok harus ditahan juga. Teman-teman juga bisa membandingkan dengan kasus yang satunya," beber dia.
Kejanggalan lain juga disebut telah dilakukan oleh para pelapor Ahok. Selain berita acara pemeriksaan (BAP) yang sama, tak ada satupun penduduk Kepulauan Seribu yang merasa tersinggung saat Ahok melakukan pidato. Perbedaan situasi yang terjadi, kata dia, baru terjadi sembilan hari usai unggahan Buni Yani di media sosial.
"Ini harus jadi pertimbangan, marah dan tersinggung setelah ada editan dari bapak sana (Buni Yani). Logikanya orang langsung marah kalau menyinggung agama orang lain, apalagi di sana banyak orang pandai dan wartawan, semua adem anyem," ucap Fifi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)