Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami dugaan aliran dana yang diberikan oleh mantan pebulutangkis Taufik Hidayat ke mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi. Pernyataan itu akan dikembangkan setelah sidang rampung.
"Saat ini pemeriksaan saksi-saksi lain masih akan terus dilakukan, dan tentu fakta tersebut perlu dilakukan pendalaman lebih lanjut dengan mengonfirmasi kepada saksi lainnya," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK Ali Fikri di Jakarta, Jumat, 8 Mei 2020
Ali mengatakan keterangan itu akan didalami dengan fakta yang terkuak dalam persidangan kasus Imam Nahrawi. Nantinya, KPK akan mengonfirmasi ulang ke beberapa saksi yang dinilai mengetahui.
"Ada asas hukum satu saksi bukan saksi, oleh karenanya untuk mencari kebenaran materiil perlu kroscek dengan keterangan saksi lainnya, termasuk dengan alat bukti lainnya," ujar Ali.
Baca: Eks Pejabat Kemenpora Setor Rp400 Juta kepada Imam Nahrawi
Untuk saat ini KPK akan menunggu vonis terhadap Imam Nahrawi. Setelah itu, KPK akan menelusuri lagi dugaan aliran dana yang dimaksud oleh Taufik Hidayat.
"Seluruh fakta-fakta dari para saksi tersebut, jaksa penuntut umum (JPU) nanti akan rangkai dibagian analisa yuridis dalam surat tuntutannya dan berikutnya tentu kita tunggu putusan majelis hakim," ujar Ali.
Dalam persidangan, Taufik mengaku pernah memberikan uang untuk Imam Nahrawi. Uang itu diberikan melalui asisten pribadi Imam Nahrawi, Miftahul Ulum. Pensiunan pemain bulu tangkis itu pernah juga disebut menjadi perantara aliran uang korupsi dan gratifikasi Imam Nahrawi.
Anggota Biro Hukum KPK Raden Natalia Kristanto menyebut ada aliran dana sebesar Rp800 juta yang diterima Taufik untuk penanganan perkara pidana yang sedang dihadapi oleh Syamsul Arifin. Ini disampaikan dalam persidangan 5 November 2019. Pemberian fulus itu terjadi pada 12 Januari 2017.
Namun, Raden tidak memerinci perkara pidana apa yang dihadapi Syamsul saat itu. Taufik juga disebut menyalurkan uang yang berasal dari Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas (Satlak Prima) sebesar Rp1 miliar pada akhir 2017. Duit diambil dari Miftahul Ulum di rumah Taufik Hidayat.
Taufik diketahui pernah menjabat sebagai wakil ketua satlak prima pada 2016-2017. Setelah itu, dia juga pernah menjabat anggota staf khusus Kemenpora pada 2017-2018. Taufik pernah diperiksa KPK dalam proses penyidikan kasus ini.
Imam ditetapkan sebagai tersangka bersama asisten pribadinya (aspri) Miftahul Ulum. Imam diduga menerima suap dan gratifikasi sebanyak Rp26,5 miliar melalui Ulum.
Pemberian uang itu sebagai komitmen fee atas pengurusan proposal hibah yang diajukan KONI kepada Kemenpora tahun anggaran 2018. Imam menerima suap dan gratifikasi itu sebagai ketua Dewan Pengarah Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas (Satlak Prima) dan menpora.
Penetapan tersangka Imam hasil pengembangan dari perkara lima tersangka. Mereka adalah Sekretaris Jenderal KONI Ending Fuad Hamidy, Bendahara Umum KONI Jhonny E Awuy, Deputi IV Kemenpora Mulyana, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Kemenpora Adhi Pumamo, dan Staf Kemenpora Eko Tryanto. Kelimanya telah divonis bersalah di pengadilan tingkat pertama.
Imam dan Miftahul dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 12 B atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami dugaan aliran dana yang diberikan oleh mantan pebulutangkis Taufik Hidayat ke mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi. Pernyataan itu akan dikembangkan setelah sidang rampung.
"Saat ini pemeriksaan saksi-saksi lain masih akan terus dilakukan, dan tentu fakta tersebut perlu dilakukan pendalaman lebih lanjut dengan mengonfirmasi kepada saksi lainnya," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK Ali Fikri di Jakarta, Jumat, 8 Mei 2020
Ali mengatakan keterangan itu akan didalami dengan fakta yang terkuak dalam persidangan kasus Imam Nahrawi. Nantinya, KPK akan mengonfirmasi ulang ke beberapa saksi yang dinilai mengetahui.
"Ada asas hukum satu saksi bukan saksi, oleh karenanya untuk mencari kebenaran materiil perlu kroscek dengan keterangan saksi lainnya, termasuk dengan alat bukti lainnya," ujar Ali.
Baca:
Eks Pejabat Kemenpora Setor Rp400 Juta kepada Imam Nahrawi
Untuk saat ini KPK akan menunggu vonis terhadap Imam Nahrawi. Setelah itu, KPK akan menelusuri lagi dugaan aliran dana yang dimaksud oleh Taufik Hidayat.
"Seluruh fakta-fakta dari para saksi tersebut, jaksa penuntut umum (JPU) nanti akan rangkai dibagian analisa yuridis dalam surat tuntutannya dan berikutnya tentu kita tunggu putusan majelis hakim," ujar Ali.
Dalam persidangan, Taufik mengaku pernah memberikan uang untuk Imam Nahrawi. Uang itu diberikan melalui asisten pribadi Imam Nahrawi, Miftahul Ulum. Pensiunan pemain bulu tangkis itu pernah juga disebut menjadi perantara aliran uang korupsi dan gratifikasi Imam Nahrawi.
Anggota Biro Hukum KPK Raden Natalia Kristanto menyebut ada aliran dana sebesar Rp800 juta yang diterima Taufik untuk penanganan perkara pidana yang sedang dihadapi oleh Syamsul Arifin. Ini disampaikan dalam persidangan 5 November 2019. Pemberian fulus itu terjadi pada 12 Januari 2017.
Namun, Raden tidak memerinci perkara pidana apa yang dihadapi Syamsul saat itu. Taufik juga disebut menyalurkan uang yang berasal dari Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas (Satlak Prima) sebesar Rp1 miliar pada akhir 2017. Duit diambil dari Miftahul Ulum di rumah Taufik Hidayat.
Taufik diketahui pernah menjabat sebagai wakil ketua satlak prima pada 2016-2017. Setelah itu, dia juga pernah menjabat anggota staf khusus Kemenpora pada 2017-2018. Taufik pernah diperiksa KPK dalam proses penyidikan kasus ini.
Imam ditetapkan sebagai tersangka bersama asisten pribadinya (aspri) Miftahul Ulum. Imam diduga menerima suap dan gratifikasi sebanyak Rp26,5 miliar melalui Ulum.
Pemberian uang itu sebagai komitmen fee atas pengurusan proposal hibah yang diajukan KONI kepada Kemenpora tahun anggaran 2018. Imam menerima suap dan gratifikasi itu sebagai ketua Dewan Pengarah Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas (Satlak Prima) dan menpora.
Penetapan tersangka Imam hasil pengembangan dari perkara lima tersangka. Mereka adalah Sekretaris Jenderal KONI Ending Fuad Hamidy, Bendahara Umum KONI Jhonny E Awuy, Deputi IV Kemenpora Mulyana, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Kemenpora Adhi Pumamo, dan Staf Kemenpora Eko Tryanto. Kelimanya telah divonis bersalah di pengadilan tingkat pertama.
Imam dan Miftahul dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 12 B atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(JMS)