Jakarta: Sidang putusan mantan Sekjen Partai Golkar Idrus Marham akan kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa, 23 April 2019. Pembacaan putusan Idrus sedianya dilakukan pekan lalu, namun majelis hakim menyatakan menunda sidang.
Ketua Majelis Hakim Yanto saat itu menyatakan sidang tak bisa dilaksanakan karena waktu yang mepet dengan pelaksanaan Pemilu 2019. Oleh karena itu, dari hasil musyawarah majelis hakim, jaksa penuntut umum, dan tim pengacara Idrus, sepakat menunda sidang.
Idrus sebelumnya terseret dalam pusaran kasus dugaan suap terkait proyek pembangunan PLTU Riau-I. Atas keterlibatannya itu, Idrus dituntut lima tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider empat bulan kurungan penjara.
Idrus bersama mantan Wakil Ketua Komisi VII Eni Maulani Saragih diyakini menerima hadiah berupa uang total Rp2,250 miliar dalam perkara suap proyek PLTU Riau-1. Uang itu diduga mengalir ke musyawarah nasional luar biasa (Munaslub) Partai Golkar 2017.
Idrus yang saat itu menjadi Plt Ketua Umum Golkar meminta uang ke bos Blackgold Natural Resources Limited, Johannes Budisutrisno Kotjo melalui Eni, sejumlah USD2,5 juta. Uang itu disebut untuk keperluan Munaslub Partai Golkar 2017.
Menurut jaksa, Idrus berkeinginan untuk menjadi pengganti antar waktu Ketua Umum Partai Golkar saat itu menggantikan Setya Novanto yang terjerat kasus KTP elektronik.
(Baca juga: Idrus Marham Memohon Pembebasan)
Idrus dan Eni dinilai telah punya niat meminta uang untuk digunakan dalam Munaslub Partai Golkar 2017. Hal ini diperkuat dengan uang sejumlah Rp713 juta dari total penerimaan Rp2,250 miliar dari Kotjo, diserahkan oleh Eni selaku bendahara Munaslub kepada Wakil Sekretaris Steering Committe Munaslub Partai Golkar Muhammad Sarmuji.
Uang suap itu diduga diberikan agar Kotjo mendapat proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang Riau (PLTU MT Riau-1). Proyek tersebut rencananya akan dikerjakan PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PT PJBI), Blackgold Natural Resources dan China Huadian Engineering Company Ltd, perusahaan yang dibawa oleh Kotjo.
Idrus diyakini melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Idrus dalam sejumlah kesempatan membantah telah menerima uang suap dari proyek tersebut. Pun, menurut mantan Menteri Sosial itu, dari keterangan para saksi juga tak ada yang menyebut jika Idrus menerima uang.
Oleh karena itu, ia berharap, majelis hakim nantinya bisa memberi vonis sesuai fakta yang tersaji di persidangan. Hal ini agar hukum bisa ditegakan sebagaimana mestiny.
"Ketika diuji di persidangan, ada yang terbukti dan kemungkinan kedua tidak terbukti, kalau tidak terbukti berarti bebas," kata Idrus Selasa pekan lalu.
Jakarta: Sidang putusan mantan Sekjen Partai Golkar Idrus Marham akan kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa, 23 April 2019. Pembacaan putusan Idrus sedianya dilakukan pekan lalu, namun majelis hakim menyatakan menunda sidang.
Ketua Majelis Hakim Yanto saat itu menyatakan sidang tak bisa dilaksanakan karena waktu yang mepet dengan pelaksanaan Pemilu 2019. Oleh karena itu, dari hasil musyawarah majelis hakim, jaksa penuntut umum, dan tim pengacara Idrus, sepakat menunda sidang.
Idrus sebelumnya terseret dalam pusaran kasus dugaan suap terkait proyek pembangunan PLTU Riau-I. Atas keterlibatannya itu, Idrus dituntut lima tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider empat bulan kurungan penjara.
Idrus bersama mantan Wakil Ketua Komisi VII Eni Maulani Saragih diyakini menerima hadiah berupa uang total Rp2,250 miliar dalam perkara suap proyek PLTU Riau-1. Uang itu diduga mengalir ke musyawarah nasional luar biasa (Munaslub) Partai Golkar 2017.
Idrus yang saat itu menjadi Plt Ketua Umum Golkar meminta uang ke bos Blackgold Natural Resources Limited, Johannes Budisutrisno Kotjo melalui Eni, sejumlah USD2,5 juta. Uang itu disebut untuk keperluan Munaslub Partai Golkar 2017.
Menurut jaksa, Idrus berkeinginan untuk menjadi pengganti antar waktu Ketua Umum Partai Golkar saat itu menggantikan Setya Novanto yang terjerat kasus KTP elektronik.
(Baca juga:
Idrus Marham Memohon Pembebasan)
Idrus dan Eni dinilai telah punya niat meminta uang untuk digunakan dalam Munaslub Partai Golkar 2017. Hal ini diperkuat dengan uang sejumlah Rp713 juta dari total penerimaan Rp2,250 miliar dari Kotjo, diserahkan oleh Eni selaku bendahara Munaslub kepada Wakil Sekretaris Steering Committe Munaslub Partai Golkar Muhammad Sarmuji.
Uang suap itu diduga diberikan agar Kotjo mendapat proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang Riau (PLTU MT Riau-1). Proyek tersebut rencananya akan dikerjakan PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PT PJBI), Blackgold Natural Resources dan China Huadian Engineering Company Ltd, perusahaan yang dibawa oleh Kotjo.
Idrus diyakini melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Idrus dalam sejumlah kesempatan membantah telah menerima uang suap dari proyek tersebut. Pun, menurut mantan Menteri Sosial itu, dari keterangan para saksi juga tak ada yang menyebut jika Idrus menerima uang.
Oleh karena itu, ia berharap, majelis hakim nantinya bisa memberi vonis sesuai fakta yang tersaji di persidangan. Hal ini agar hukum bisa ditegakan sebagaimana mestiny.
"Ketika diuji di persidangan, ada yang terbukti dan kemungkinan kedua tidak terbukti, kalau tidak terbukti berarti bebas," kata Idrus Selasa pekan lalu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)