"Budi Arman akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka FR (Kepala Divisi II PT Waskita Karya Fathor Rachman)," kata juru bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Jakarta, Kamis, 21 Februari 2019.
Penyidik juga mengagendakan pemeriksaan terhadap Kepala Seksi Keuangan Proyek Tol Nusa Dua-Ngurah Rai-Benoa Paket 2 PT Waskita Karya, Ronny Nawantoro. Dia akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka yang sama.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Pada proses pengusutan kasus ini, tim penyidik telah menggeledah tiga lokasi selama dua hari berturut-turut. Lokasi pertama rumah Direktur Utama (Dirut) PT Jasa Marga Desi Arryani di kawasan Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Desi diketahui pernah menjabat sebagai Direktur Operasi I PT Waskita Karya.
Dua lokasi lain yang ikut digeledah adalah kediaman dua pensiunan PNS Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) di kawasan Makasar, Jakarta Timur. Sejumlah dokumen yang diduga berkaitan dengan 14 proyek fiktif PT Waskita Karya disita penyidik dari tiga lokasi tersebut.
Dalam kasus ini, Fathor dan mantan Kepala Bagian Keuangan dan Risiko Divisi II PT Waskita Karya Yuly Ariandi Siregar diduga menunjuk sejumlah perusahaan subkontraktor untuk menggarap pekerjaan fiktif pada 14 proyek yang dikerjakan PT Waskita Karya. Proyek-proyek tersebut tersebar di Sumatra Utara, Banten, Jakarta, Jawa Barat, Bali, Kalimantan Timur, hingga Papua.
Proyek-proyek tersebut sebenarnya telah dikerjakan oleh perusahaan lainnya, tetapi tetap dibuat seolah-olah akan dikerjakan oleh empat perusahaan yang telah teridentifikasi. Diduga, empat perusahaan tersebut tidak melakukan pekerjaan sebagaimana yang tertuang dalam kontrak.
Baca: KPK Tetapkan Dua Pegawai PT Waskita Karya Sebagai Tersangka
Atas subkontrak pekerjaan fiktif ini, PT Waskita Karya selanjutnya membayar perusahaan subkontraktor tersebut. Setelah menerima pembayaran, perusahaan-perusahaan subkontraktor itu mengembalikan uang tersebut kepada sejumlah pihak, termasuk yang diduga digunakan untuk kepentingan pribadi, Fathor dan Ariandi.
Atas tindak pidana ini, keuangan negara menderita kerugian hingga Rp186 miliar. Perhitungan tersebut adalah jumlah pembayaran dari PT Waskita Karya kepada perusahaan-perusahaan subkontraktor pekerjaan fiktif tersebut.