Jakarta: Peneliti Pusat Kajian AntiKorupsi UGM (Pukat UGM) Hifdzil Alim menilai tuntutan 16 tahun penjara yang dijatuhkan kepada Setya Novanto cukup setimpal. Mantan Ketua DPR RI itu dinilai terbukti melakukan tindak pidana korupsi dalam proyek pengadaan KTP-el.
"Saya pikir 16 tahun itu tidak buruk, meskipun masih ada tuntutan seumur hidup. Tetapi, dari pidana penjara maksimal 20 tahun yang ditetapkan dalam Undang-Undang, angka 16 tahun itu tidak terlalu buruk," kata Hifdzil kepada Medcom.id, Kamis, 29 Maret 2018.
Namun demikian, ia meminta kasus tersebut tetap ditindaklanjuti hingga tuntas oleh KPK. Sebab, ada tokoh besar yang diduga berada dibalik korupsi proyek bernilai Rp5,8 triliun ini.
"Soal pelaku lain yang lebih besar, bisa jadi ada. Mengingat kasus ini adalah kasus yang sangat besar. Pasti ada tersangka lainnya," terang Hifdzil.
Jaksa Penuntut Umum pada KPK menuntut terdakwa Setya Novanto 16 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider enam bulan. Novanto dinilai terbukti melakukan korupsi terkait proyek pengadaan KTP-el.
"Majelis Hakim PN Tipikor Jakarta Pusat yang memeriksa dan mengadili supaya menyatakan terdakwa secara sah dan meyakinkan secara bersama sama melakukan tindak pidana korupsi. Menjatuhkan pidana berupa penjara 16 tahun," kata Jaksa Abdul Basir saat membacakan tuntutan, Kamis, 29 Maret 2018.
Baca: Jaksa Tolak JC Novanto
Abdul menyebut Novanto terbukti bersalah melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Novanto juga harus membayar uang pengganti sejumlah US$7.435.000 dikurangi Rp5 miliar yang sudah dikembalikan ke KPK. Pengembalian selambat-lambatnya setelah satu bulan hukuman berkekuatan hukum tetap.
Jaksa juga meminta supaya hak politik Novanto dicabut lima tahun setelah eks ketua umum Partai Golkar itu menjalani masa hukuman.
Novanto dinilai telah mengintervensi pelaksanaan proyek pengadaan KTP-el di Kementerian Dalam Negeri dengan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi. Perbuatan yang melibatkan eks ketua DPR itu merugikan keuangan negara hingga Rp2,3 triliun.
Novanto dinilai terbukti mendapat jatah US$7,3 juta. Dia juga terbukti menerima jam tangan merek Richard Mille seri RM 011 senilai US$135 ribu dari proyek bernilai Rp5,8 triliun tersebut.
Jakarta: Peneliti Pusat Kajian AntiKorupsi UGM (Pukat UGM) Hifdzil Alim menilai tuntutan 16 tahun penjara yang dijatuhkan kepada Setya Novanto cukup setimpal. Mantan Ketua DPR RI itu dinilai terbukti melakukan tindak pidana korupsi dalam proyek pengadaan KTP-el.
"Saya pikir 16 tahun itu tidak buruk, meskipun masih ada tuntutan seumur hidup. Tetapi, dari pidana penjara maksimal 20 tahun yang ditetapkan dalam Undang-Undang, angka 16 tahun itu tidak terlalu buruk," kata Hifdzil kepada
Medcom.id, Kamis, 29 Maret 2018.
Namun demikian, ia meminta kasus tersebut tetap ditindaklanjuti hingga tuntas oleh KPK. Sebab, ada tokoh besar yang diduga berada dibalik korupsi proyek bernilai Rp5,8 triliun ini.
"Soal pelaku lain yang lebih besar, bisa jadi ada. Mengingat kasus ini adalah kasus yang sangat besar. Pasti ada tersangka lainnya," terang Hifdzil.
Jaksa Penuntut Umum pada KPK menuntut terdakwa Setya Novanto 16 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider enam bulan. Novanto dinilai terbukti melakukan korupsi terkait proyek pengadaan KTP-el.
"Majelis Hakim PN Tipikor Jakarta Pusat yang memeriksa dan mengadili supaya menyatakan terdakwa secara sah dan meyakinkan secara bersama sama melakukan tindak pidana korupsi. Menjatuhkan pidana berupa penjara 16 tahun," kata Jaksa Abdul Basir saat membacakan tuntutan, Kamis, 29 Maret 2018.
Baca: Jaksa Tolak JC Novanto
Abdul menyebut Novanto terbukti bersalah melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Novanto juga harus membayar uang pengganti sejumlah US$7.435.000 dikurangi Rp5 miliar yang sudah dikembalikan ke KPK. Pengembalian selambat-lambatnya setelah satu bulan hukuman berkekuatan hukum tetap.
Jaksa juga meminta supaya hak politik Novanto dicabut lima tahun setelah eks ketua umum Partai Golkar itu menjalani masa hukuman.
Novanto dinilai telah mengintervensi pelaksanaan proyek pengadaan KTP-el di Kementerian Dalam Negeri dengan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi. Perbuatan yang melibatkan eks ketua DPR itu merugikan keuangan negara hingga Rp2,3 triliun.
Novanto dinilai terbukti mendapat jatah US$7,3 juta. Dia juga terbukti menerima jam tangan merek Richard Mille seri RM 011 senilai US$135 ribu dari proyek bernilai Rp5,8 triliun tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(Des)