Ilustrasi. Medcom.id
Ilustrasi. Medcom.id

KPK Selisik Kronologi Penerimaan SKIPI

Candra Yuri Nuralam • 03 Agustus 2024 08:14
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengulik kronologi penerimaan barang terkait sistem kapal inspeksi perikanan Indonesia (SKIPI). Informasi itu didalami dengan memeriksa dua saksi pada Jumat, 2 Agustus 2024.
 
“Pendalaman terkait dengan proses dan kronologis penerimaan barang terkait pengadaan SKIPI di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP),” kata juru bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto melalui keterangan tertulis, Sabtu, 3 Agustus 2024.
 
Tessa hanya mau memerinci identitas dua saksi itu yakni NS dan SRPR. Namun, berdasarkan pantauan di Gedung Merah Putih KPK, mereka yakni panitia pemeriksa dan penerima barang dan jasa di KKP Nanang Supriatna dan Sri Ratna Puji Rahayu.

KPK enggan memerinci detail pemeriksaan dua saksi itu. Informasi lengkap baru dibuka dalam persidangan nanti.
 
Baca juga: Pansel Dinilai Paling Bertanggung Jawab Tentukan Masa Depan KPK

KPK menetapkan empat tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan kapal patroli di Ditjen Bea dan Cukai dan KKP. Keempat orang itu yakni Direktur Utama PT Daya Radar Utama (PT DRU), Amir Gunawan; pejabat pembuat komitmen (PPK) Bea dan Cukai, Istadi Prahastanto; Ketua Panitia Lelang, Heru Sumarwanto; dan Aris Rustandi selaku PPK KKP.
 
Istadi, Amir dan Heru diduga melakukan sejumlah perbuatan melawan hukum dalam proses pengadaan hingga pelaksanaan pekerjaan pengadaan 16 kapal patroli cepat (Fast Patrol Boat/FCB) di Ditjen Bea dan Cukai. Salah satunya, mengarahkan panitia lelang agar memilih PT DRU untuk menggarap proyek tahun jamak 2013-2015 senilai Rp1,12 triliun tersebut.
 
Namun setelah dilakukan uji coba, kecepatan dan sertifikasi dual-class 16 kapal patroli itu tidak sesuai dengan yang dipersyaratkan di kontrak. Meski tidak sesuai, pihak Ditjen Bea dan Cukai tetap menerima dan menindaklanjuti pembayaran.
 
Selama proses pengadaan Istadi dan kawan-kawan menerima 7.000 Euro sebagai sole agent mesin yang dipakai oleh 16 kapal patroli cepat tersebut. Dugaan kerugian negara dalam perkara ini mencapai Rp117.736.941.127.
 
Kemudian pada perkara berikutnya, Amir dan Aris diduga melakukan cawe-cawe dalam penandatangan kontrak kerja pengadaan 4 unit kapal 60 meter untuk Sistem Kapal Inspeksi Perikanan (SKIPI) pada Ditjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan KKP. Nilai kontrak proyek ini USD58.307.789.
 
Aris diketahui membayar seluruh termin pembayaran proyek pengadaan empat kapal SKIPI kepada PT DRU senilai USD58.307.788 atau setara Rp744.089.959.059. Padahal, biaya pembangunan empat kapal itu hanya Rp446.267.570.055.
 
Tak hanya itu, KPK mensinyalir terdapat sejumlah perbuatan melawan hukum lain dalam proses pengadaan. Di antaranya, belum adanya Engineering Estimate, persekongkolan dalam tender, dokumen yang tidak benar dan sejumlah PMH lainnya.
 
Empat kapal SKIPI itu juga diduga tidak sesuai spesifikasi yang diisyaratkan dan dibutuhkan, misalnya kecepatan tidak mencapai syarat yang ditentukan, kekurangan panjang kapal sekitar 26 cm, markup volume plat baja dan aluminium serta kekurangan perlengkapan kapal lain. Kerugian negara dari kasus ini mencapai Rp61.540.127.782.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AGA)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan