Ketua KPU Hasyim Asy'ari. Foto: Dok MI
Ketua KPU Hasyim Asy'ari. Foto: Dok MI

DKPP Diharap Tak Terpengaruh Faktor Nonteknis Putus Dugaan Asusila Ketua KPU

Tri Subarkah • 18 Juni 2024 15:57
Jakarta: Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) diharapkan dapat memutus dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu (KEPP) terkait asusila dengan teradu Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy'ari murni berdasarkan faktor hukum. Hal itu disampaikan kuasa hukum pengadu dari Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia (LKBH-FHUI), Aristo Pangaribuan.
 
Dugaan terkait asusila itu dibuat oleh seorang perempuan anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Den Haag, Belanda, berinisial CAT sejak Kamis, 18 April lalu. Hasyim sendiri sudah menjalani dua kali sidang secara tertutup di Kantor DKPP, Jakarta, yakni pada Rabu, 22 Mei dan Kamis, 6 Juni.
 
"Mudah-mudahan murni DKPP memutuskan dengan melihat faktor-faktor hukum saja, berdasarkan alat bukti, dan tidak ada faktor-faktor eksternal nonteknis yang ikut bermain," ujar Aristo kepada Media Indonesia, Selasa, 18 Juni 2024.

Ia tidak menutup kemungkinan adanya kekhawatiran bagi DKPP untuk mempertimbangkan faktor eksternal dalam memutus perkara Hasyim. Atas kekhawatiran itu, Aristo menyebut banyak dukungan yang disampaikan kelompok masyarakat sipil ke DKPP agar dapat berani menjatuhkan putusan maksimal.
 
Baca juga: Aturan Syarat Usia Calon Kepala Daerah Tak Kunjung Disahkan, KPU Perburuk Spekulasi

 
Teranyar, 15 tokoh yang terdiri dari akademisi, eks anggota KPU RI maupun Bawaslu RI, serta pegiat pemilu juga menyampaikan surat terbuka kepada DKPP. Mereka menyatakan dukungan kepada DKPP untuk berani memberikan sanksi maksimal kepada penyelenggara pemilu, baik di tingkat daerah maupun pusat, yang menjadi pelaku kekerasan seksual.
 
Sebelumnya, Asosiasi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) APIK Indonesia, misalnya, ikut menyampaikan pendapat hukum secara resmi ke DKPP. LBH APIK berkesimpulan bahwa Hasyim dapat diduga kuat menyalahgunakan kedudukan, wewenang, dan perbawanya sebagai Ketua KPU RI dengan melakukan tipu muslihat agar dapat melakukan aktivitas seksualnya dengan CAT.
 
Direktur Eksekutif Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) sekaligus Komisioner KPU RI periode 2012-2017 Nafis Gumay menjelaskan, ada mekanisme yang mengatur pengganti pimpinan KPU jika ketuanya diberhentikan secara permanen dari jabatan berdasarkan putusan DKPP. Oleh karena itu, publik tidak perlu khawatir terjadi kekosongan jabatan.
 
"Jadi jangan dibayangkan nanti ada kekosongan ketua, harus ada seleksi. Enggak. Semua itu sudah ada (mekanismenya), jadi terlalu berlebihan. Jangan-jangan kita memanfaatkan ketidakpahaman, jadi seolah-olah kita harus lindungi, harus pertahankan," ungkap dia.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(END)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan