Jakarta: Mahkamah Agung (MA) sedang mempersiapkan pelaksanaan sidang dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat pada peristiwa Paniai, Papua, 2014. Juru bicara MA Andi Samsan Nganro menyebut bakal ada lima hakim yang mengadili perkara itu.
"Sebagaimana diketahui, komposisi majelis hakim yang akan menangani sidang tersebut terdiri dari dua hakim karier dan tiga hakim ad hoc (HAM)," kata Andi melalui keterangan tertulis, Selasa, 7 Juni 2022.
Andi mengatakan MA akan mengecek para hakim yang pernah menyidangkan kasus-kasus pelanggaran HAM berat terdahulu. Seperti pada peristiwa Timor Timur dan Tanjung Priok.
"Kalau tidak bisa lagi bersidang lantaran sudah beralih tugas, misalnya, tentu kami akan merekrut lagi. Dan ini akan memerlukan waktu," jelas dia.
Perkara pelanggaran HAM berat pada peristiwa Paniai akan digelar di Pengadilan HAM pada Pengadilan Negeri Makassar, Sulawesi Selatan. Hal tersebut sesuai amanat Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
Pasal 45 Ayat (2) huruf c beleid tersebut menjelaskan daerah hukum Pengadilan HAM Makassar meliputi Provinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Maluku, Maluku Utara, maupun Irian Jaya atau Papua.
Baca: Kejagung Janji Buktikan Pelanggaran HAM Berat Paniai di Persidangan
Andi memastikan Pengadilan Negeri Makassar sudah siap dan tidak menghadapi masalah dalam menghelat sidang pelanggaran HAM berat Paniai. Sebab, pengadilan HAM telah melekat menjadi bagian dari peradilan umum.
"Jadi MA siap menyelenggarakan peradilan terhadap dugaan pelanggaran HAM berat Paniai," tandasnya.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan mantan perwira penghubung pada Komando Distrik Militer (Kodim) Paniai berinisial IS sebagai tersangka. Sejauh ini, IS masih tersangka tunggal dalam perkara tersebut.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana menyebut ada kemungkinan adanya tersangka lain dalam kasus ini. Jaksa akan menunggu adanya fakta baru di persidangan.
"Sementara itu (IS) dulu (tersangkanya), sementara. Nanti perkembangannya kita lihat, Tiba-tiba di sidang ada hal-hal, fakta-fakta baru, kita enggak bisa menentukan. Kita nunggu perkembangannya," ujar Ketut.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengapresiasi langkah yang telah dilakukan Kejagung dalam penyidikan peristiwa Paniai. Pihaknya berharap tim jaksa penuntut umum benar-benar menyiapkan bukti yang memadai saat persidangan dan menghadirkan keadilan bagi korban.
"Kami berharap yang diadili pun benar-benar orang yang paling bertanggungjawab, bukan orang yang mungkin sekadar formalitas, harus ada yang yang dipersalahkan, sehingga seolah-olah kasus ini diselesaikan oleh pemerintah," ungkap Usman.
Jakarta:
Mahkamah Agung (MA) sedang mempersiapkan pelaksanaan sidang dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat pada
peristiwa Paniai, Papua, 2014. Juru bicara MA Andi Samsan Nganro menyebut bakal ada lima hakim yang mengadili perkara itu.
"Sebagaimana diketahui, komposisi majelis hakim yang akan menangani sidang tersebut terdiri dari dua hakim karier dan tiga hakim ad hoc (HAM)," kata Andi melalui keterangan tertulis, Selasa, 7 Juni 2022.
Andi mengatakan MA akan mengecek para hakim yang pernah menyidangkan kasus-kasus
pelanggaran HAM berat terdahulu. Seperti pada peristiwa Timor Timur dan Tanjung Priok.
"Kalau tidak bisa lagi bersidang lantaran sudah beralih tugas, misalnya, tentu kami akan merekrut lagi. Dan ini akan memerlukan waktu," jelas dia.
Perkara pelanggaran HAM berat pada peristiwa Paniai akan digelar di Pengadilan HAM pada Pengadilan Negeri Makassar, Sulawesi Selatan. Hal tersebut sesuai amanat Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
Pasal 45 Ayat (2) huruf c beleid tersebut menjelaskan daerah hukum Pengadilan HAM Makassar meliputi Provinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Maluku, Maluku Utara, maupun Irian Jaya atau Papua.
Baca:
Kejagung Janji Buktikan Pelanggaran HAM Berat Paniai di Persidangan
Andi memastikan Pengadilan Negeri Makassar sudah siap dan tidak menghadapi masalah dalam menghelat sidang pelanggaran HAM berat Paniai. Sebab, pengadilan HAM telah melekat menjadi bagian dari peradilan umum.
"Jadi MA siap menyelenggarakan peradilan terhadap dugaan pelanggaran HAM berat Paniai," tandasnya.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan mantan perwira penghubung pada Komando Distrik Militer (Kodim) Paniai berinisial IS sebagai tersangka. Sejauh ini, IS masih tersangka tunggal dalam perkara tersebut.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana menyebut ada kemungkinan adanya tersangka lain dalam kasus ini. Jaksa akan menunggu adanya fakta baru di persidangan.
"Sementara itu (IS) dulu (tersangkanya), sementara. Nanti perkembangannya kita lihat, Tiba-tiba di sidang ada hal-hal, fakta-fakta baru, kita enggak bisa menentukan. Kita nunggu perkembangannya," ujar Ketut.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengapresiasi langkah yang telah dilakukan Kejagung dalam penyidikan peristiwa Paniai. Pihaknya berharap tim jaksa penuntut umum benar-benar menyiapkan bukti yang memadai saat persidangan dan menghadirkan keadilan bagi korban.
"Kami berharap yang diadili pun benar-benar orang yang paling bertanggungjawab, bukan orang yang mungkin sekadar formalitas, harus ada yang yang dipersalahkan, sehingga seolah-olah kasus ini diselesaikan oleh pemerintah," ungkap Usman.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AGA)