Terdakwa kasus dugaan korupsi penerbitan SKL-BLBI Syafrudin Arsyad Temenggung (tengah) di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (24/9). Foto: MI/Bary Fathahilah.
Terdakwa kasus dugaan korupsi penerbitan SKL-BLBI Syafrudin Arsyad Temenggung (tengah) di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (24/9). Foto: MI/Bary Fathahilah.

Penghapusan Utang BDNI Disebut Tidak Disetujui Presiden

Damar Iradat • 25 September 2018 00:18
Jakarta: Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menyatakan terdakwa mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung telah melakukan penghapusbukuan utang pemegang saham Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) Sjamsul Nursalim secara sepihak. Padahal, Sjamsul belum melunasi kewajibannya sebagai obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
 
Hakim menilai Syafruddin telah mengklaim keputusan penghapusbukuan tersebut atas persetujuan Presiden Megawati Soekarnoputri pada rapat terbatas di Istana Negara pada 11 Februari 2004. Menurut hakim, Megawati tidak pernah mengambil keputusan tersebut.
 
"Dalam rapat terbatas, terdakwa melaporkan pada Presiden Megawati Soekarnoputri terkait utang petambak Rp3,9 triliun, sementara yang bisa dibayar hanya Rp1,1 triliun. Sisanya Rp2,8 triliun diusulkan write off dan kemungkinan penghapusbukuan. Akan tetapi, Syafruddin tidak melaporkan adanya misrepresentasi. Atas laporan terdakwa, Presiden tidak memberikan putusan dan ketetapan," kata hakim anggota Diah Siti Badriah saat membacakan pertimbangan putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin, 24 September 2018.

Hakim Diah melanjutkan, Syafruddin mengetahui dan menyadari perihal tidak adanya persetujuan dari presiden. Namun, ia tetap menyatakan penghapusan utang Rp2,8 triliun adalah atas persetujuan presiden.
 
Baca juga: Syafruddin Arsyad Temenggung Divonis 13 Tahun Penjara
 
Sehari setelah ratas atau 12 Februari 2004, Syafruddin tetap melakukan penghapusbukuan bersama pihak Sjamsul Nursalim yang diwakili oleh istrinya, Itjih Nursalim, untuk menandatangani perjanjian penyelesaian akhir. Syafruddin juga dinilai telah menandatangani surat keterangan lunas yang mengakibatkan hak tagih kepada PT Dipasena Citra Darmadja (PT DCD) jadi hilang.
 
Tidak hanya itu, Syafruddin juga menandatangani surat pemenuhan kewajiban pemegang saham terhadap Sjamsul Nursalim. Padahal, lanjut hakim, Sjamsul belum memenuhi kewajibannya untuk membayar kekurangan aset.
 
Hakim juga menyatakan Sjamsul belum menyelesaikan kewajibannya terhadap misrepresentasi dalam menampilkan piutang BDNI kepada petambak yang akan diserahkan kepada BPPN. Ia juga dinilai telah mengeluarkan surat keterangan lunas kepada Sjamsul.
 
"Tindakan terdakwa Syafruddin selaku Kepala BPPN yang menerbitkan SKL sehingga hak tagih utang negara hilang. Majelis berpendapat, unsur secara melawan hukum telah terpenuhi dan ada dalam perbuatan terdakwa," tegas hakim.
 

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(HUS)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan