Jakarta: Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Astera Primanto Bhakti, mengakui dicecar soal proses penyaluran dana otonomi khusus Aceh (DOKA) tahun anggaran 2018. Astera diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Gubernur nonaktif Aceh Irwandi Yusuf (IY).
"Ya ada beberapa pertanyaan (soal proses penyaluran DOKA) ya. Udah ya oke ya," kata Astera usai diperiksa di Gedung KPK, Jakarta, Senin, 20 Agustus 2018.
Sayangnya, Astera mengaku lupa saat disinggung total pertanyaan yang dilayangkan penyidik selama pemeriksaan. "Berapa pertanyaan ya waduh, Ya saya enggak ngitung," ujarnya.
Dia juga menolak menjelaskan lebih detail materi pemeriksaannya hari ini. Astera meminta awak media mengonfirmasi hal itu langsung kepada penyidik KPK.
Selain Astera, hari ini penyidik juga ikut memeriksa tiga saksi dari swasta yakni Akbar Velayati, Riski dan Sandy Irawan Saputra. KPK menduga, keempat saksi ini mengetahui banyak ihwal pengajuan hingga terjadinya suap dalam pengalokasian DOKA.
(Baca: KPK Bidik Gubernur Aceh di Pencucian Uang)
"KPK mengonfirmasi terkait dengan pengetahuan saksi tentang Dana Otonomi Khusus Aceh dari mulai historis pengusulan sampai dengan disetujui. Serta aturan yang mengikat di dalamnya," kata Juri Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK.
KPK sebelumnya menetapkan empat orang sebagai tersangka kasus dugaan suap pengalokasian dan penyaluran Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) tahun anggaran 2018. Keempat orang tersangka itu antara lain Gubernur Aceh Irwandi Yusuf, Bupati Bener Meriah Ahmadi, Hendri Yuzal dan Syaiful Bahri.
Dalam kasus ini, Ahmadi diduga telah memberikan uang sebanyak Rp500 juta kepada Irwandi. Uang itu merupakan bagian dari Rp1,5 miliar yang diminta oleh Irwandi terkait fee ijon proyek-proyek pembangunan infrastruktur yang bersumber dari DOKA.
Dugaan awal, pemberian itu merupakan jatah komitmen fee 8 persen yang menjadi bagian untuk pejabat Pemerintah Provinsi Aceh dari setiap proyek. Pemberian dilakukan melalui sejumlah orang kerpecayaan Irwandi yaitu Hendri dan Syaiful.
Atas perbuatannya, Irwandi yaitu Hendri dan Syaiful sebagai penerima suap dijerat Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara, Ahmadi selaku pemberi suap disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Jakarta: Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Astera Primanto Bhakti, mengakui dicecar soal proses penyaluran dana otonomi khusus Aceh (DOKA) tahun anggaran 2018. Astera diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Gubernur nonaktif Aceh Irwandi Yusuf (IY).
"Ya ada beberapa pertanyaan (soal proses penyaluran DOKA) ya. Udah ya oke ya," kata Astera usai diperiksa di Gedung KPK, Jakarta, Senin, 20 Agustus 2018.
Sayangnya, Astera mengaku lupa saat disinggung total pertanyaan yang dilayangkan penyidik selama pemeriksaan. "Berapa pertanyaan ya waduh, Ya saya enggak ngitung," ujarnya.
Dia juga menolak menjelaskan lebih detail materi pemeriksaannya hari ini. Astera meminta awak media mengonfirmasi hal itu langsung kepada penyidik KPK.
Selain Astera, hari ini penyidik juga ikut memeriksa tiga saksi dari swasta yakni Akbar Velayati, Riski dan Sandy Irawan Saputra. KPK menduga, keempat saksi ini mengetahui banyak ihwal pengajuan hingga terjadinya suap dalam pengalokasian DOKA.
(
Baca: KPK Bidik Gubernur Aceh di Pencucian Uang)
"KPK mengonfirmasi terkait dengan pengetahuan saksi tentang Dana Otonomi Khusus Aceh dari mulai historis pengusulan sampai dengan disetujui. Serta aturan yang mengikat di dalamnya," kata Juri Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK.
KPK sebelumnya menetapkan empat orang sebagai tersangka kasus dugaan suap pengalokasian dan penyaluran Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) tahun anggaran 2018. Keempat orang tersangka itu antara lain Gubernur Aceh Irwandi Yusuf, Bupati Bener Meriah Ahmadi, Hendri Yuzal dan Syaiful Bahri.
Dalam kasus ini, Ahmadi diduga telah memberikan uang sebanyak Rp500 juta kepada Irwandi. Uang itu merupakan bagian dari Rp1,5 miliar yang diminta oleh Irwandi terkait fee ijon proyek-proyek pembangunan infrastruktur yang bersumber dari DOKA.
Dugaan awal, pemberian itu merupakan jatah komitmen fee 8 persen yang menjadi bagian untuk pejabat Pemerintah Provinsi Aceh dari setiap proyek. Pemberian dilakukan melalui sejumlah orang kerpecayaan Irwandi yaitu Hendri dan Syaiful.
Atas perbuatannya, Irwandi yaitu Hendri dan Syaiful sebagai penerima suap dijerat Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara, Ahmadi selaku pemberi suap disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(JMS)