Irjen Ferdy Sambo saat rekonstruksi pembunuhan Brigadir J. Medcom.id/Siti Yona
Irjen Ferdy Sambo saat rekonstruksi pembunuhan Brigadir J. Medcom.id/Siti Yona

Dimulai dari Kasus Sambo Institusi Polri Diminta Berbenah

Indriyani Astuti • 01 September 2022 16:22
Jakarta:  Kasus pembunuhan yang dilakukan oleh Ferdy Sambo terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J mendorong institusi polri untuk melakukan pembenahan internal. Selain kasus penembakan yang dilakukan Ferdy Sambo, ada dugaan penyalahgunaan kekuasaan hingga bisnis ilegal yang dilakukan Satuan Tugas Khusus (Satgasus) Merah Putih. 
 
"Setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diamputasi (melalui revisi undang-undang KPK), Kepolisian tumbuh menjadi kekuatan yang powerfull (punya kekuatan besar) tanpa pengawasan eksternal yang kuat, terjadi penyalahgunaan kekuasaan, bisnis ilegal marak," ujar pimpinan Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Benny K. Harman dalam diskusi, Kamis, 1 September 2022.
 
Benny mengatakan ada lima catatan yang menjadi masalah dalam rangkaian kasus Ferdy Sambo. Pertama, penembakan yang dilakukan Jenderal Polisi pada bawahannya. Kedua kasus itu coba direkayasa untuk ditutupi dengan membangun narasi lain yakni pelecehan seksual. Ketiga, sambung Benny, ada pola sistematis untuk memproduksi narasi fiktif pada publik. 

Keempat, kasus penembakan rekayasa ditengarai melibatkan sejumlah petinggi di tubuh institusi kepolisian yang saat ini sudah ditetapkan sebagai tersangka. Terakhir, ada sejumlah masalah di tubuh kepolisian yang selama ini tenggelam dan disembunyikan seperti perjudian online, tambang ilegal serta kasus-kasus yang ditangani Satgasus.
 
"Muncul pertanyaan di kalangan dewan sejauh mana reformasi di tubuh kepolisian berjalan. Kasus Sambo bukan soal ia menembak itu sudah selesai dibuka ke publik. Masalahnya praktik penyalahgunaan di lembaga kepolisian yang masif terkait kasus-kasus yang ditangani," papar Benny.
 
Senada, mantan pimpinan KPK Saut Situmorang menambahkan untuk mengubah kepolisian, harus dimulai dari pembenahan nilai dengan menghilangkan budaya korupsi di institusi tersebut. "Komisi etik harus bekerja baik. Apabila tidak, akan terus ada perilaku Ferdy Syndrome di tubuh kepolisian," ucapnya.
 

Baca juga: Ini Alasan Dasar Polri Tak Menahan Putri Candrawathi


 

Ketua Dewan Pengurus Public Virtue Usman Hamid mengakui bahwa salah satu pengawasan terhadap polri antara lain pengawasan internal melalui Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam), Inspektorat Jenderal dan mekanisme etik. Sayang pengawasan internal tidak efektif.
 
"Pengawasan ini tidak berjalan efektif karena yang bermasalah adalah pimpinan lembaga akuntabilitas internal (Ferdy Sambo sebagai mantan Kepala Divisi Propam)," ucap Hamid.
 
Selain pengawasan internal, Hamid mengatakan pengawasan eksekutif yakni presiden dan menteri terkait juga diperlukan. Hal itu menurutnya cukup terlihat dengan peranan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD yang cukup kritis atas kasus tersebut. Ia juga menyebut pengawasan legislatif penting.
 
Hamid mengusulkan agar DPR membentuk panitia khusus (Pansus) bukan hanya terkait perkara pidana Ferdy, tetapi mengusut dugaan penyalahgunaan kekuasaan di institusi polri seperti bisnis ilegal yang melibatkan petinggi kepolisian. Lalu, pengawasan yudisial menurutnya juga penting sebab KPK saat ini telah diamputasi kewenangannya sehingga kewenangan kepolisian menjadi tidak terkontrol.
 
Dari segi pengawasan eksternal, menurut Hamid, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) yang menjadi harapan justru terkesan menjadi kepanjangan tangan dari kepolisian. Oleh karena itu, harapan terakhir ialah pengawasan publik.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(END)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan