medcom.id, Jakarta: Sekretaris Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Taufik Widjojono mengaku pernah menerima duit dari Kepala Balai Pelaksana Pembangunan Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara Amran Hi Mustary. Uang diberikan saat KemenPUPR tengah menerima masukan terkait program aspirasi dari Komisi V DPR.
"Benar, awal Oktober 2015 pernah (terima) USD10 ribu," ujar Taufik saat bersaksi untuk terdakwa Damayanti Wisnu Putranti di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (22/6/2016).
Namun, Taufik tidak menjelaskan secara detil perihal tanggal dan tempat dia menerima duit. "Waktu itu anak saya mau nikah, lalu dia kasih (uang)," tambahnya.
Menurut Taufik, Amran tidak menjelaskan bahwa uang itu terkait dengan sejumlah usulan proyek anggota Komisi V DPR mengenai pembangunan jalan di Maluku. Ia meilai, pemberian tersebut bersifat pribadi untuk keperluan pernikahan anaknya.
"Saya merasa terganggu dengan (uang) itu, lalu saya kembalikan," beber Taufik.
Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku-Maluku Utara Amran HI Mustary -- ANT/Yudhi Mahatma
Pengembalian uang, jelas Taufik, dilaksanakan ketika Amran terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Januari 2016. Ia kemudian menyerahkan bukti pengembalian pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dalam kasus ini, Kepala BPJN IX Maluku dan Maluku Utara Amran Hi Mustary diduga memberikan uang kepada sejumlah pejabat di Kementerian PUPR. Uang tersebut diberikan agar program aspirasi anggota Komisi V DPR berupa anggaran untuk proyek pembangunan jalan disetujui oleh KemenPUPR.
Uang tersebut diduga berasal dari pengusaha kontraktor yang dijanjikan mendapat pekerjaan pembangunan jalan oleh Amran. Aliran dana diduga juga diterima politikus PDI Perjuangan Damayanti Wisnu Putranti sejumlah SGD328 ribu, Rp1 miliar dalam mata uang dollar Amerika, dan SGD404 ribu dari Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir.
(Baca: Damayanti Ngaku Dapat Jatah 6 Persen dari Proyek Jalan Kementerian PUPR)
Damayanti menerima duit lantaran mengusulkan kegiatan pelebaran jalan Tehoru-Laimu dan menggerakkan politikus Partai Golkar Budi Supriyanto. Budi diminta agar mengusulkan kegiatan pekerjaan rekonstruksi Jalan Werinama-Laimu di Wilayah Balai Pelaksana Jalan Nasional IX Maluku dan Maluku Utara.
Terdakwa suap terkait proyek Jalan Trans-Seram Kemen PUPR di Maluku Damayanti Wisnu Putranti -- ANT/M Agung Rajasa
Usulan 'program aspirasi' anggota Komisi V DPR RI itu supaya masuk dalam RAPBN KemenPUPR Tahun Anggaran 2016 dan nantinya dikerjakan PT Windhu Tunggal Utama.
Terkait penerimaan uang itu, Damayanti didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11, UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaiman telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Sedangkan Abdul Khoir telah divonis majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta empat tahun penjara dan denda Rp200 juta. Sedangkan tuntutan jaksa adalah pidana 2,5 tahun penjara dan denda Rp200 juta.
medcom.id, Jakarta: Sekretaris Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Taufik Widjojono mengaku pernah menerima duit dari Kepala Balai Pelaksana Pembangunan Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara Amran Hi Mustary. Uang diberikan saat KemenPUPR tengah menerima masukan terkait program aspirasi dari Komisi V DPR.
"Benar, awal Oktober 2015 pernah (terima) USD10 ribu," ujar Taufik saat bersaksi untuk terdakwa Damayanti Wisnu Putranti di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (22/6/2016).
Namun, Taufik tidak menjelaskan secara detil perihal tanggal dan tempat dia menerima duit. "Waktu itu anak saya mau nikah, lalu dia kasih (uang)," tambahnya.
Menurut Taufik, Amran tidak menjelaskan bahwa uang itu terkait dengan sejumlah usulan proyek anggota Komisi V DPR mengenai pembangunan jalan di Maluku. Ia meilai, pemberian tersebut bersifat pribadi untuk keperluan pernikahan anaknya.
"Saya merasa terganggu dengan (uang) itu, lalu saya kembalikan," beber Taufik.
Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku-Maluku Utara Amran HI Mustary -- ANT/Yudhi Mahatma
Pengembalian uang, jelas Taufik, dilaksanakan ketika Amran terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Januari 2016. Ia kemudian menyerahkan bukti pengembalian pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dalam kasus ini, Kepala BPJN IX Maluku dan Maluku Utara Amran Hi Mustary diduga memberikan uang kepada sejumlah pejabat di Kementerian PUPR. Uang tersebut diberikan agar program aspirasi anggota Komisi V DPR berupa anggaran untuk proyek pembangunan jalan disetujui oleh KemenPUPR.
Uang tersebut diduga berasal dari pengusaha kontraktor yang dijanjikan mendapat pekerjaan pembangunan jalan oleh Amran. Aliran dana diduga juga diterima politikus PDI Perjuangan Damayanti Wisnu Putranti sejumlah SGD328 ribu, Rp1 miliar dalam mata uang dollar Amerika, dan SGD404 ribu dari Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir.
(Baca: Damayanti Ngaku Dapat Jatah 6 Persen dari Proyek Jalan Kementerian PUPR)
Damayanti menerima duit lantaran mengusulkan kegiatan pelebaran jalan Tehoru-Laimu dan menggerakkan politikus Partai Golkar Budi Supriyanto. Budi diminta agar mengusulkan kegiatan pekerjaan rekonstruksi Jalan Werinama-Laimu di Wilayah Balai Pelaksana Jalan Nasional IX Maluku dan Maluku Utara.
Terdakwa suap terkait proyek Jalan Trans-Seram Kemen PUPR di Maluku Damayanti Wisnu Putranti -- ANT/M Agung Rajasa
Usulan 'program aspirasi' anggota Komisi V DPR RI itu supaya masuk dalam RAPBN KemenPUPR Tahun Anggaran 2016 dan nantinya dikerjakan PT Windhu Tunggal Utama.
Terkait penerimaan uang itu, Damayanti didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11, UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaiman telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Sedangkan Abdul Khoir telah divonis majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta empat tahun penjara dan denda Rp200 juta. Sedangkan tuntutan jaksa adalah pidana 2,5 tahun penjara dan denda Rp200 juta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(NIN)