Jakarta: Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) merekomendasikan Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) berada di luar Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora). Cara ini dinilai ampuh mencegah permainan anggaran.
"KONI sebaiknya pakai satker (satuan kerja) tersendiri," kata Ketua BPK Moermahadi Soerja Djanegara di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis, 19 September 2019.
Moermahadi menuturkan dengan satker, KONI akan memiliki daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA) tersendiri. Dana bakal dikucurkan lewat Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).
"Itu untuk menyelesaikan masalah pertanyaan tadi (dana hibah jadi bahan korupsi)," tutur dia.
Saat ini, KONI ada di bawah Kemenpora. Penyaluran dana lewat hibah dengan pengajuan proposal ke Kemenpora.
Moermahadi menyebut kasus suap dana hibah yang terjadi di Kemenpora tidak ada hubungan dengan opini wajar dengan pengecualian (WDP) yang diberikan BPK.
"Ini laporan keuangannya, apakah sesuai dengan standar, cukup, kewajaran," kata dia.
Imam Nahrawi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap penyaluran bantuan dari pemerintah melalui Kemenpora pada KONI 2018. KPK juga menetapkan asisten pribadi Imam, Miftahul Ulum, sebagai tersangka dalam kasus ini.
Imam dan Miftahul diduga menerima Rp14,7 miliar. Imam juga disinyalir meminta uang Rp11,8 miliar selama 2016-2018. Total dugaan penerimaan Imam mencapai Rp26,5 miliar.
Uang itu diduga komitmen fee atas pengurusan proposal hibah yang diajukan pihak KONI kepada Kemenpora TA 2018. Uang tersebut diduga digunakan untuk kepentingan pribadi Menpora dan pihak Iain yang terkait.
Imam dan Miftahul dijerat Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 12 B atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Jakarta: Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) merekomendasikan Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) berada di luar Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora). Cara ini dinilai
ampuh mencegah permainan anggaran.
"KONI sebaiknya pakai satker (satuan kerja) tersendiri," kata Ketua BPK Moermahadi Soerja Djanegara di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis, 19 September 2019.
Moermahadi menuturkan dengan satker, KONI akan memiliki daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA) tersendiri. Dana bakal dikucurkan lewat Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).
"Itu untuk menyelesaikan masalah pertanyaan tadi (dana hibah jadi bahan korupsi)," tutur dia.
Saat ini, KONI ada di bawah Kemenpora. Penyaluran dana lewat hibah dengan pengajuan proposal ke Kemenpora.
Moermahadi menyebut kasus suap dana hibah yang terjadi di Kemenpora
tidak ada hubungan dengan opini wajar dengan pengecualian (WDP) yang diberikan BPK.
"Ini laporan keuangannya, apakah sesuai dengan standar, cukup, kewajaran," kata dia.
Imam Nahrawi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap penyaluran bantuan dari pemerintah melalui Kemenpora pada KONI 2018. KPK juga menetapkan asisten pribadi Imam, Miftahul Ulum, sebagai tersangka dalam kasus ini.
Imam dan Miftahul diduga menerima Rp14,7 miliar. Imam juga disinyalir meminta uang Rp11,8 miliar selama 2016-2018. Total dugaan penerimaan Imam mencapai Rp26,5 miliar.
Uang itu diduga komitmen fee atas pengurusan proposal hibah yang diajukan pihak KONI kepada Kemenpora TA 2018. Uang tersebut diduga digunakan untuk kepentingan pribadi Menpora dan pihak Iain yang terkait.
Imam dan Miftahul dijerat Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 12 B atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)