Jakarta: Terdakwa kasus suap Pembangkit Listrik Tenaga Uap Riau (PLTU) Riau-1, Eni Maulani Saragih akan menghadapi sidang pembacaan putusan hari ini. Dia berharap dihukum ringan.
"Mudah-mudahan hukuman seringan-ringannya paling tidak hukuman ringan dari tuntutan," kata Eni sebelum sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kemayoran, Jakarta Pusat, Jumat, 1 Maret 2019.
Dia juga berharap permohonan Justice Collaborator (JC) dikabulkan. Selain itu, dia juga meminta hukuman pencabutan hak politik bisa dikurangi. "Karena tuntutan itu, saya bukan pelaku utama," ujar Eni.
Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) sebelumnya menuntut Eni, delapan tahun penjara dan denda Rp300 juta serta subsider empat bulan kurungan. Selain permohonan Justice Collaborator ditolak, hak untuk dipilih dalam jabatan publik juga terancam dicabut.
Mantan wakil ketua komisi VII itu dinilai terbukti menerima suap Rp4,75 miliar dari bos Blackgold Natural Resources Limited, Johannes Budisutrisno Kotjo. Uang suap itu diduga diberikan agar Johannes mendapat proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang Riau (PLTU MT Riau-1).
Baca: Eni Pinjam Uang ke Idrus untuk Kampanye Suami
Selain menerima suap, Eni juga diyakini menerima gratifikasi Rp5,6 miliar dan SGD40 ribu dari beberapa direktur dan pemilik perusahaan yang bergerak di bidang minyak dan gas (migas).
Dalam pertimbangannya, jaksa menganggap Eni tak mendukung program pemerintah dalam upaya pemberantasan korupsi. Selain itu, Eni juga diharuskan membayar uang pengganti sejumlah Rp10.350.000.000 dan SGD40 Ribu.
Akibat perbuatannya, Eni disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a dan Pasal 12 B ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.
Jakarta: Terdakwa kasus suap Pembangkit Listrik Tenaga Uap Riau (PLTU) Riau-1, Eni Maulani Saragih akan menghadapi sidang pembacaan putusan hari ini. Dia berharap dihukum ringan.
"Mudah-mudahan hukuman seringan-ringannya paling tidak hukuman ringan dari tuntutan," kata Eni sebelum sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kemayoran, Jakarta Pusat, Jumat, 1 Maret 2019.
Dia juga berharap permohonan Justice Collaborator (JC) dikabulkan. Selain itu, dia juga meminta hukuman pencabutan hak politik bisa dikurangi. "Karena tuntutan itu, saya bukan pelaku utama," ujar Eni.
Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) sebelumnya menuntut Eni, delapan tahun penjara dan denda Rp300 juta serta subsider empat bulan kurungan. Selain permohonan Justice Collaborator ditolak, hak untuk dipilih dalam jabatan publik juga terancam dicabut.
Mantan wakil ketua komisi VII itu dinilai terbukti menerima suap Rp4,75 miliar dari bos Blackgold Natural Resources Limited, Johannes Budisutrisno Kotjo. Uang suap itu diduga diberikan agar Johannes mendapat proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang Riau (PLTU MT Riau-1).
Baca: Eni Pinjam Uang ke Idrus untuk Kampanye Suami
Selain menerima suap, Eni juga diyakini menerima gratifikasi Rp5,6 miliar dan SGD40 ribu dari beberapa direktur dan pemilik perusahaan yang bergerak di bidang minyak dan gas (migas).
Dalam pertimbangannya, jaksa menganggap Eni tak mendukung program pemerintah dalam upaya pemberantasan korupsi. Selain itu, Eni juga diharuskan membayar uang pengganti sejumlah Rp10.350.000.000 dan SGD40 Ribu.
Akibat perbuatannya, Eni disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a dan Pasal 12 B ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FZN)