Jakarta: Mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Glenn MS Yusuf memaparkan permasalahan Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) saat mendapat talangan dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Dia mengungkapkan salah satu permasalahan yang dihadapi oleh bank milik Sjamsul Nursalim itu, yakni sejumlah aset macet yang gagal digunakan untuk membayar utang ke pemerintah.
Glenn yang dihadirkan sebagai saksi dalam sidang lanjutan perkara korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) BLBI dengan terdakwa Syafruddin Arsyad Temenggung itu mengatakan, awalnya BPPN menilai BDNI tidak memiliki permasalahan. Semuanya berjalan lancar dengan penandatanganan pihak BDNI dan BPPN dalam Master Settlement and Acquisition Agreement (MSAA).
Namun, pada akhirnya, sebagian aset BDNI yang seharusnya dibayar untuk mengganti utang ke pemerintah ternyata tidak lancar. "Tidak sesuai dengan yang dijanjikan. Oleh BPPN kita periksa, pinjaman dapat jaminan dari grup BDNI, jadi sesuai MSAA kita minta untuk diganti," kata Glenn di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kemayoran, Jakarta, Kamis, 28 Juni 2018.
(Baca juga: Iwan: BI Memperkirakan Aset BDNI Mampu Lunasi BLBI)
Ia menjelaskan aset yang diserahkan ke BPPN merupakan aset PT Dipasena sebesar Rp18,85 triliun berupa tambak yang sebagian besar macet. Karena tidak sesuai perjanjian yang dinyatakan, maka BPPN kemudian meminta ganti ke Sjamsul.
"Kalau dinyatakan tidak sesuai yang dinyatakan di MSAA, maka dianggap misrespresentasi karena itu kami minta kembali," ungkapnya.
Glenn menambahkan, sebelum perjanjian MSAA, pihak Sjamsul melalui penasihatnya, Credit Suisse Bank, pernah mempresentasikan jika kredit tambak tersebut lancar.
"Waktu untuk selesaikan MSAA sangat singkat, setelah release and discharge kewajiban tetap harus dipenuhi benar, sebagian aset itu diperiksa kembali, ternyata tidak sesuai dengan awalnya," kata dia.
(Baca juga: Bambang Subianto: BI Minta Pemerintah Tanggung Jawab Utang BLBI)
Jakarta: Mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Glenn MS Yusuf memaparkan permasalahan Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) saat mendapat talangan dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Dia mengungkapkan salah satu permasalahan yang dihadapi oleh bank milik Sjamsul Nursalim itu, yakni sejumlah aset macet yang gagal digunakan untuk membayar utang ke pemerintah.
Glenn yang dihadirkan sebagai saksi dalam sidang lanjutan perkara korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) BLBI dengan terdakwa Syafruddin Arsyad Temenggung itu mengatakan, awalnya BPPN menilai BDNI tidak memiliki permasalahan. Semuanya berjalan lancar dengan penandatanganan pihak BDNI dan BPPN dalam Master Settlement and Acquisition Agreement (MSAA).
Namun, pada akhirnya, sebagian aset BDNI yang seharusnya dibayar untuk mengganti utang ke pemerintah ternyata tidak lancar. "Tidak sesuai dengan yang dijanjikan. Oleh BPPN kita periksa, pinjaman dapat jaminan dari grup BDNI, jadi sesuai MSAA kita minta untuk diganti," kata Glenn di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kemayoran, Jakarta, Kamis, 28 Juni 2018.
(Baca juga:
Iwan: BI Memperkirakan Aset BDNI Mampu Lunasi BLBI)
Ia menjelaskan aset yang diserahkan ke BPPN merupakan aset PT Dipasena sebesar Rp18,85 triliun berupa tambak yang sebagian besar macet. Karena tidak sesuai perjanjian yang dinyatakan, maka BPPN kemudian meminta ganti ke Sjamsul.
"Kalau dinyatakan tidak sesuai yang dinyatakan di MSAA, maka dianggap misrespresentasi karena itu kami minta kembali," ungkapnya.
Glenn menambahkan, sebelum perjanjian MSAA, pihak Sjamsul melalui penasihatnya, Credit Suisse Bank, pernah mempresentasikan jika kredit tambak tersebut lancar.
"Waktu untuk selesaikan MSAA sangat singkat, setelah release and discharge kewajiban tetap harus dipenuhi benar, sebagian aset itu diperiksa kembali, ternyata tidak sesuai dengan awalnya," kata dia.
(Baca juga:
Bambang Subianto: BI Minta Pemerintah Tanggung Jawab Utang BLBI)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)