medcom.id, Jakarta: Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memohon Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menolak eksepsi yang diajukan auditor utama Badan Pemberantasan Korupsi (BPK) Rochmadi Saptogiri. Keberatan yang diajukan Rochmadi dinilai sudah masuk materi perkara.
Jaksa Ali Fikri mengatakan dakwaan terhadap auditor utama BPK Rochmadi Saptogiri telah memenuhi ketentuan Pasal 143 ayat 2 huruf a atau b KUHAP. Selain itu, jaksa juga menilai materi yang disampaikan kuasa hukum tak masuk ranah eksepsi sebagaimana telah ditentukan undang-undang.
"Sebagaian besar keberatan akan dibuktikan di dalam pengadilan perkara," ujar Jaksa Ali di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu, 1 November 2017.
Jaksa menyatakan pasal pencucian uang yang didakwakan ke Rochmadi sudah tepat. Khususnya terkait penyitaan uang Rp1,154 miliar. Penyitaan itu, ujar Ali, sudah masuk materi perkara.
"Jaksa mengikuti prinsip follow the money, bukan follow the suspect," kata dia.
Jaksa juga menilai alasan materi keberatan tersebut sangat jelas bukan merupakan materi eksepsi sebagaimana dimaksud pasal 156 ayat (1) KUHAP. Sehingga, tidak pada tempatnya untuk dijadikan dasar dalam pengajuan keberatan/eksepsi.
"Karena keseluruhan alasan tersebut sudah menyentuh pada materi pokok perkara yang akan dibuktikan di persidangan," ucapnya.
Baca: Sekjen Kemendes Diminta Siapkan Dana Talangan untuk Auditor BPK
Sebelumnya, kuasa hukum Rochmadi mengaku keberatan dengan dakwaan jaksa terkait penyitaan uang Rp1,154 miliar. Rochmadi keberatan karena uang tersebut milik pribadi yang tidak terkait pidana yang didakwakan. Penyidik seharusnya menggunakan bukti-bukti dari hasil analisis Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Rochmadi didakwa dalam tiga perkara. Pertama, kasus dugaan suap dari dua pejabat Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) Sugito dan Jarot Budi Prabowo sebesar Rp240 juta.
Ia juga didakwa telah menerima gratifikasi berupa uang Rp3,5 miliar pada kurun waktu tahun 2014 hingga 2017. Saat itu, Rochmadi menjabat sebagai Auditor Utama Keuangan Negara III.
Setelah menerima gratifikasi Rp3,5 miliar, Rochmadi disebut tidak pernah melapor ke KPK. Perbuatan Rochmadi menerima gratifikasi dianggap suap karena berhubungan dengan jabatan.
Atas perbuatannya di kasus dugaan gratifikasi, Rochmadi didakwa melanggar Pasal 12 B Undang-undang No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/VNnJzXAN" allowfullscreen></iframe>
medcom.id, Jakarta: Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memohon Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menolak eksepsi yang diajukan auditor utama Badan Pemberantasan Korupsi (BPK) Rochmadi Saptogiri. Keberatan yang diajukan Rochmadi dinilai sudah masuk materi perkara.
Jaksa Ali Fikri mengatakan dakwaan terhadap auditor utama BPK Rochmadi Saptogiri telah memenuhi ketentuan Pasal 143 ayat 2 huruf a atau b KUHAP. Selain itu, jaksa juga menilai materi yang disampaikan kuasa hukum tak masuk ranah eksepsi sebagaimana telah ditentukan undang-undang.
"Sebagaian besar keberatan akan dibuktikan di dalam pengadilan perkara," ujar Jaksa Ali di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu, 1 November 2017.
Jaksa menyatakan pasal pencucian uang yang didakwakan ke Rochmadi sudah tepat. Khususnya terkait penyitaan uang Rp1,154 miliar. Penyitaan itu, ujar Ali, sudah masuk materi perkara.
"Jaksa mengikuti prinsip
follow the money, bukan
follow the suspect," kata dia.
Jaksa juga menilai alasan materi keberatan tersebut sangat jelas bukan merupakan materi eksepsi sebagaimana dimaksud pasal 156 ayat (1) KUHAP. Sehingga, tidak pada tempatnya untuk dijadikan dasar dalam pengajuan keberatan/eksepsi.
"Karena keseluruhan alasan tersebut sudah menyentuh pada materi pokok perkara yang akan dibuktikan di persidangan," ucapnya.
Baca: Sekjen Kemendes Diminta Siapkan Dana Talangan untuk Auditor BPK
Sebelumnya, kuasa hukum Rochmadi mengaku keberatan dengan dakwaan jaksa terkait penyitaan uang Rp1,154 miliar. Rochmadi keberatan karena uang tersebut milik pribadi yang tidak terkait pidana yang didakwakan. Penyidik seharusnya menggunakan bukti-bukti dari hasil analisis Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Rochmadi didakwa dalam tiga perkara. Pertama, kasus dugaan suap dari dua pejabat Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) Sugito dan Jarot Budi Prabowo sebesar Rp240 juta.
Ia juga didakwa telah menerima gratifikasi berupa uang Rp3,5 miliar pada kurun waktu tahun 2014 hingga 2017. Saat itu, Rochmadi menjabat sebagai Auditor Utama Keuangan Negara III.
Setelah menerima gratifikasi Rp3,5 miliar, Rochmadi disebut tidak pernah melapor ke KPK. Perbuatan Rochmadi menerima gratifikasi dianggap suap karena berhubungan dengan jabatan.
Atas perbuatannya di kasus dugaan gratifikasi, Rochmadi didakwa melanggar Pasal 12 B Undang-undang No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(UWA)