Jakarta: Mantan Direktur Teknik dan Pengelolaan Armada PT Garuda Indonesia, Hadinoto Soedigno, menjalani sidang vonis atas perkara korupsi pengadaan pesawat dan mesin pesawat. Dia dihukum penjara selama delapan tahun.
"Menjatuhkan hukuman terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama delapan tahun dan denda Rp1 miliar dengan ketentuan apabila denda tak dibayar diganti tiga bulan kurungan," kata Hakim Ketua Rosmina saat membacakan putusan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Rabu, 22 Juni 2021.
Hakim menilai Hadinoto terbukti secara sah melakukan korupsi dalam pengadaan pesawat dan mesin pesawat di PT Garuda Indonesia. Selain itu, Hadinoto juga dijatuhi hukuman pidana pengganti sejumlah US$2.302.974,08 dan 477.560 Euro.
"Atau setara dengan SGD3.771.637,58," ujar Rosmina.
Hukuman pidana pengganti itu wajib dibayar dalam waktu sebulan setelah vonis berkekuatan hukum tetap. Jika tidak, jaksa akan mengambil paksa harta benda milik Hadinoto untuk dilelang.
"Dalam hal terdakwa tidak punya harta benda yang cukup maka dipenjara selama empat tahun," kata Rosmina.
Baca: KPK Setorkan Uang Hasil Lelang Mobil Markus Nari
Hakim menilai hukuman itu pantas untuk Hadinoto. Hal ini karena Hadinoto melakukan korupsi di perusahaan bidang penerbangan milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang dibanggakan Indonesia dan negara lain.
"Terdakwa memperburuk citra Indonesia dalam mata asing dalam mengelola bisnis penerbangan yang bertaraf internasional, terdakwa tidak mengakui perbuatannya," ucap Rosmina.
Dalam putusannya, hal yang meringankan bagi Hadinoto, yakni belum pernah dihukum dalam perkara lain. Selain itu, hakim juga menilai pertimbangan hukuman Hadinoto diringankan karena sopan selama persidangan.
Usai vonis dibacakan Hadinoto pilih pikir-pikir untuk mengajukan banding. Sementara itu, jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) langsung menyatakan banding.
Hadinoto terbukti melanggar Pasal 12 huruf a UU KPK jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat 1 KUHP dan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010.
Jakarta: Mantan Direktur Teknik dan Pengelolaan Armada PT Garuda Indonesia, Hadinoto Soedigno, menjalani sidang vonis atas perkara
korupsi pengadaan pesawat dan mesin pesawat. Dia dihukum penjara selama delapan tahun.
"Menjatuhkan hukuman terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama delapan tahun dan denda Rp1 miliar dengan ketentuan apabila denda tak dibayar diganti tiga bulan kurungan," kata Hakim Ketua Rosmina saat membacakan putusan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Rabu, 22 Juni 2021.
Hakim menilai Hadinoto terbukti secara sah melakukan korupsi dalam pengadaan pesawat dan mesin pesawat di PT
Garuda Indonesia. Selain itu, Hadinoto juga dijatuhi hukuman pidana pengganti sejumlah US$2.302.974,08 dan 477.560 Euro.
"Atau setara dengan SGD3.771.637,58," ujar Rosmina.
Hukuman pidana pengganti itu wajib dibayar dalam waktu sebulan setelah vonis berkekuatan hukum tetap. Jika tidak, jaksa akan mengambil paksa harta benda milik Hadinoto untuk dilelang.
"Dalam hal terdakwa tidak punya harta benda yang cukup maka dipenjara selama empat tahun," kata Rosmina.
Baca:
KPK Setorkan Uang Hasil Lelang Mobil Markus Nari
Hakim menilai hukuman itu pantas untuk Hadinoto. Hal ini karena Hadinoto melakukan korupsi di perusahaan bidang penerbangan milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang dibanggakan Indonesia dan negara lain.
"Terdakwa memperburuk citra Indonesia dalam mata asing dalam mengelola bisnis penerbangan yang bertaraf internasional, terdakwa tidak mengakui perbuatannya," ucap Rosmina.
Dalam putusannya, hal yang meringankan bagi Hadinoto, yakni belum pernah dihukum dalam perkara lain. Selain itu, hakim juga menilai pertimbangan hukuman Hadinoto diringankan karena sopan selama persidangan.
Usai vonis dibacakan Hadinoto pilih pikir-pikir untuk mengajukan banding. Sementara itu, jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) langsung menyatakan banding.
Hadinoto terbukti melanggar Pasal 12 huruf a UU KPK jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat 1 KUHP dan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(JMS)