Jakarta: Pertimbangan mengenai gender dalam putusan perkara jaksa Pinangki Sirna Malasari dinilai salah tempat lantaran hanya fokus pada pelaku. Pertimbangan itu dinilai tak tepat lantaran Pinangki terbukti sebagai pelaku penting di pusaran kasus itu.
"Kasus Pinangki berbeda, dia core-nya. Kalau lihat dakwaannya, Pinangki ini core-nya dia datang nyamperin (mendatangi terpidana Djoko Tjandra). Dia yang rapat dan lain-lain. Kecuali Pinangki memang hanya support dalam kasus ini," kata Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu dalam diskusi daring, Minggu, 27 Juni 2021.
Menurut dia, dalam kasus Pinangki, isu gender dan antikorupsi tak perlu dipertentangkan. Dia menyatakan keputusan hakim memangkas hukuman Pinangki yang seolah-olah dengan pertimbangan gender mengandung inkonsistensi.
Baca: Logika Jampidsus yang Heran Kasus Pinangki Jadi Konsumsi Media Disebut Keliru
Catatan ICJR, perempuan jauh lebih banyak terjerat kasus narkotika dengan status sebagai pelaku pendukung (supporting). Namun, mereka sulit mendapat pertimbangan meringankan seperti yang terjadi pada Pinangki.
"Pertimbangan seperti ini susah sekali ditemukan. Bahkan untuk hukuman pidana mati pertimbangan ini juga tidak keluar," kata dia.
Pengajar hukum pidana Universitas Katolik Parahyangan Nefa Claudia Meliala juga menilai keputusan hakim tidak mempertimbangkan posisi perempuan lain sebagai pihak terdampak korupsi. Dia menilai pertimbangan hakim kepada Pinangki parsial fokus pada pelaku.
"Kita tahu ekses negatif dari pidana korupsi itu berdampak bagi banyak orang, tentu yang banyak terdampak ini juga wanita," ucap Nefa.
Dalam perkara Pinangki, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta mengabulkan banding dan memangkas hukumannya dari 10 menjadi empat tahun penjara. Hakim mempertimbangkan Pinangki mengaku bersalah, menyesal, dan ikhlas dipecat sebagai jaksa.
Hakim juga mempertimbangkan Pinangki sebagai seorang ibu yang mempunyai anak berusia empat tahun. Sebagai perempuan, Pinangki dinilai harus mendapat perhatian, perlindungan, dan diperlakukan adil.
Dalam kasus itu, Pinangki terbukti melakukan tindak pidana korupsi, pencucian uang, dan pemufakatan jahat. Dia terbukti bersalah dalam kasus penanganan perkara terpidana korupsi hak tagih Bank Bali, Djoko Tjandra.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id