Jakarta: Louise Kartika, seorang dokter gizi, melaporkan 50 media daring yang mencatut fotonya. Foto Louise diambil tanpa izin dan dipasang dalam pemberitaan tersangka penyebar berita bohong covid-19 Louis Owien.
“Sehingga klien kami merasa tertekan,” kata kuasa hukum Louise, David Kaligis, di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Kamis, 15 Juli 2021.
Louise merasa dirugikan atas kasus tersebut. Louise Kartika dan Louis Owien, individu yang berbeda.
“Atas dasar tersebut klien kami membuat laporan terkait dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik Pasal 27 ayat 3 Juncto Pasal 35,” ujar dia.
Atas kejadian itu, Louise menerima perilaku tidak menyenangkan dari warganet. Kesalahan puluhan media daring itu bisa mengancam profesinya.
Baca: Tak Ditahan, Kasus Dokter Louis Tetap Berjalan
“Jelas merugikan nama baik saya, memengaruhi kepercayaan pasien kepada saya, menjatuhkan kredibilitas, dan karier saya sebagai seorang dokter,” papar Louise.
Louise menuturkan dirinya sudah menjelaskan duduk perkara dan kesalahan media daring di media sosialnya. Namun, warganet kadung emosi dan tidak mengindahkan klarifikasi tersebut.
Louise Kartika dan Louis Owien, dua orang berbeda. Louise Kartika bekerja di sebuah rumah sakit swasta dan terdaftar di Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Louise juga dokter gizi di Pelatnas Angkat Besi Seluruh Indonesia (PABSI).
“Dan juga anggota Komisi Sport and Medical di Komite Olimpiade Indonesia,” tutur dia.
Sedangkan Louis Owien, tersangka penyebar berita bohong covid-19. Hal itu buntut pernyataan Louis Owien tidak percaya covid-19 dan menyebut pasien covid-19 meninggal bukan karena virus, melainkan interaksi antarobat.
Louis Owien dijerat Pasal 28 ayat (2) jo Pasal 45A ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan/atau Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 dan/atau Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 dan/atau Pasal 14 ayat (1) dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 dan/atau Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
Jakarta: Louise Kartika, seorang dokter gizi, melaporkan 50 media daring yang mencatut fotonya. Foto Louise diambil tanpa izin dan dipasang dalam pemberitaan tersangka penyebar
berita bohong covid-19
Louis Owien.
“Sehingga klien kami merasa tertekan,” kata kuasa hukum Louise, David Kaligis, di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Kamis, 15 Juli 2021.
Louise merasa dirugikan atas kasus tersebut. Louise Kartika dan Louis Owien, individu yang berbeda.
“Atas dasar tersebut klien kami membuat laporan terkait dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik Pasal 27 ayat 3 Juncto Pasal 35,” ujar dia.
Atas kejadian itu, Louise menerima perilaku tidak menyenangkan dari warganet. Kesalahan puluhan media daring itu bisa mengancam profesinya.
Baca:
Tak Ditahan, Kasus Dokter Louis Tetap Berjalan
“Jelas merugikan nama baik saya, memengaruhi kepercayaan pasien kepada saya, menjatuhkan kredibilitas, dan karier saya sebagai seorang dokter,” papar Louise.
Louise menuturkan dirinya sudah menjelaskan duduk perkara dan kesalahan media daring di media sosialnya. Namun, warganet kadung emosi dan tidak mengindahkan klarifikasi tersebut.
Louise Kartika dan Louis Owien, dua orang berbeda. Louise Kartika bekerja di sebuah rumah sakit swasta dan terdaftar di Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Louise juga dokter gizi di Pelatnas Angkat Besi Seluruh Indonesia (PABSI).
“Dan juga anggota Komisi
Sport and Medical di Komite Olimpiade Indonesia,” tutur dia.
Sedangkan Louis Owien, tersangka penyebar berita bohong
covid-19. Hal itu buntut pernyataan Louis Owien tidak percaya covid-19 dan menyebut pasien covid-19 meninggal bukan karena virus, melainkan interaksi antarobat.
Louis Owien dijerat Pasal 28 ayat (2) jo Pasal 45A ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan/atau Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 dan/atau Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 dan/atau Pasal 14 ayat (1) dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 dan/atau Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(NUR)