Jakarta: Kriminolog dari Universitas Indonesia (UI) Muhammad Mustofa mengatakan tewasnya Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J merupakan kasus pembunuhan berencana. Ia menyampaikan pandangannya itu setelah membaca sejumlah berita acara pemeriksaan (BAP) yang diberikan penyidik.
Pada kronologi singkat yang diterangkan jaksa, disebutkan Ferdy Sambo sempat memanggil Ricky Rizal untuk menembak Brigadir J tetapi ditolak. Lalu, Ferdy Sambo menyuruh Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E dan menyatakan kesiapannya mengeksekusi Brigadir J.
"Kemudian untuk lokasi penembakannya itu di Duren Tiga 46 dalam hal ini, terus kemudian untuk berangkat ke sana terdakwa Putri Candrawathi mengajak Kuat Ma'ruf, Ricky Rizal mengajak Richard dan mengajak korban dalam hal ini Yosua," kata jaksa penuntut umum (JPU) saat persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Senin, 19 Desember 2022.
"Menurut ahli kriminologi, bisa saudara ahli jelaskan apakah perlakuan dari para terdakwa dapat dijelaskan apakah itu merupakan perencanaan atau bagaimana?," tanya jaksa.
"Berdasarkan ilustrasi tadi dan juga berdasarkan kronologi yang diberikan oleh penyidik kepada saya, saya melihat di sana terjadi perencanaan," kata Mustofa.
Mustofa menekankan posisi Bharada E dengan pangkat terendah di lingkungan ajudan Ferdy Sambo berpeluang sangat tunduk. Sehingga, Ferdy Sambo meminta Bharada E untuk menembak Brigadir J.
"Kemungkinan melakukan penolakan menjadi lebih kecil, apalagi dia masih baru menjadi anggota polisi takut kehilangan pekerjaan dan seterusnya, itu barangkali yang berpengaruh dan memang ada perencanaan," ucap Mustofa.
Dia menambahkan bahwa pada kasus pembunuhan berencana terdapat aktor intelektual yang berperan mengatur pembagian kerja. Aktor tersebut juga berupaya menutupi fakta sebenarnya.
"Dia akan melakukan pembagian kerja membuat skenario apa saja harus dilakukan, oleh siapa, mulai dari eksekusi sampai tindak lanjut," kata Mustofa.
"Setelah itu agar supaya peristiwa tadi tidak terlihat, terindetifikasi sebagai suatu pembunuhan berencana, dan itu perencanaan tadi kelihatan sekali di dalam kronologi," jelas Mustofa.
Mustofa dihadirkan sebagai ahli untuk lima terdakwa yakni Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E, Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf. Mereka didakwa melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.
Pada perkara tersebut, mereka didakwa melanggar Pasal 340 subsider Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 KUHP. Sementara itu, Ferdy Sambo juga didakwa menghalangi penyidikan atau obstruction of justice dalam perkara pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.
Ferdy Sambo didakwa melanggar Pasal 49 jo Pasal 33 subsider Pasal 48 Jo Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. Atau diancam dengan pidana dalam Pasal 233 KUHP subsider Pasal 221 ayat (1) ke-2 jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Jakarta: Kriminolog dari Universitas Indonesia (UI) Muhammad Mustofa mengatakan tewasnya Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias
Brigadir J merupakan kasus pembunuhan berencana. Ia menyampaikan pandangannya itu setelah membaca sejumlah berita acara pemeriksaan (BAP) yang diberikan penyidik.
Pada kronologi singkat yang diterangkan jaksa, disebutkan
Ferdy Sambo sempat memanggil Ricky Rizal untuk menembak Brigadir J tetapi ditolak. Lalu, Ferdy Sambo menyuruh Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E dan menyatakan kesiapannya mengeksekusi Brigadir J.
"Kemudian untuk lokasi penembakannya itu di Duren Tiga 46 dalam hal ini, terus kemudian untuk berangkat ke sana terdakwa Putri Candrawathi mengajak Kuat Ma'ruf, Ricky Rizal mengajak Richard dan mengajak korban dalam hal ini Yosua," kata jaksa penuntut umum (JPU) saat persidangan di
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Senin, 19 Desember 2022.
"Menurut ahli kriminologi, bisa saudara ahli jelaskan apakah perlakuan dari para terdakwa dapat dijelaskan apakah itu merupakan perencanaan atau bagaimana?," tanya jaksa.
"Berdasarkan ilustrasi tadi dan juga berdasarkan kronologi yang diberikan oleh penyidik kepada saya, saya melihat di sana terjadi perencanaan," kata Mustofa.
Mustofa menekankan posisi Bharada E dengan pangkat terendah di lingkungan ajudan Ferdy Sambo berpeluang sangat tunduk. Sehingga, Ferdy Sambo meminta Bharada E untuk menembak Brigadir J.
"Kemungkinan melakukan penolakan menjadi lebih kecil, apalagi dia masih baru menjadi anggota polisi takut kehilangan pekerjaan dan seterusnya, itu barangkali yang berpengaruh dan memang ada perencanaan," ucap Mustofa.
Dia menambahkan bahwa pada kasus pembunuhan berencana terdapat aktor intelektual yang berperan mengatur pembagian kerja. Aktor tersebut juga berupaya menutupi fakta sebenarnya.
"Dia akan melakukan pembagian kerja membuat skenario apa saja harus dilakukan, oleh siapa, mulai dari eksekusi sampai tindak lanjut," kata Mustofa.
"Setelah itu agar supaya peristiwa tadi tidak terlihat, terindetifikasi sebagai suatu pembunuhan berencana, dan itu perencanaan tadi kelihatan sekali di dalam kronologi," jelas Mustofa.
Mustofa dihadirkan sebagai ahli untuk lima terdakwa yakni Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E, Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf. Mereka didakwa melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.
Pada perkara tersebut, mereka didakwa melanggar Pasal 340 subsider Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 KUHP. Sementara itu, Ferdy Sambo juga didakwa menghalangi penyidikan atau
obstruction of justice dalam perkara pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.
Ferdy Sambo didakwa melanggar Pasal 49 jo Pasal 33 subsider Pasal 48 Jo Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. Atau diancam dengan pidana dalam Pasal 233 KUHP subsider Pasal 221 ayat (1) ke-2 jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADN)