Jakarta: Mantan Bupati Kolaka Timur (Koltim) Andi Merya didakwa memberi uang total Rp3,405 miliar kepada sejumlah pihak. Uang itu terkait suap persetujuan dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2021 untuk Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Koltim.
"Melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga dipandang sebagai perbuatan berlanjut, memberi atau menjanjikan sesuatu," ujar jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Andhi Ginanjar saat persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kemayoran, Jakarta Pusat, Jumat, 16 September 2022.
Perbuatan itu dilakukan bersama pengusaha asal Kabupaten Muna yaitu LM Rusdianto Emba. Ia juga diadili bersama Andi sebagai terdakwa pemberi suap.
Suap itu mengalir kepada mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Keuangan Daerah (Keuda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Mochamad Ardian Noervianto sejumlah Rp1,5 miliar; Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Pemerintah Kabupaten Muna Sukarman Loke sejumlah Rp1,73 miliar; dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna La Ode M Syukur Akbar sebesar Rp175 juta.
Perkara ini bermula dari permohonan pengajuan pinjaman dana PEN oleh Pemkab Koltim. Total pinjaman dana PEN yang diajukan sebesar Rp350 miliar.
Nilai itu sudah disepakati oleh Andi. Namun, Pemkab Koltim hanya menerima persetujuan sebesar Rp151 miliar dari Kemendagri meski sudah kongkalikong dengan Ardian.
Dalam perkara ini, Rusdianto berperan dalam menyediakan uang suap tersebut. Hal itu atas permintaan Andi.
Ardian langsung memberikan pertimbangan kepada menteri dalam negeri agar usulan dana PEN Pemkab Kolaka Timur disetujui setelah menerima suap. Pertimbangan dari Kemendagri merupakan syarat agar pengajuan dana PEN disetujui Kementerian Keuangan.
Ardian dan Rusdianto didakwa melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP
Andi dan Rusdianto kompak tidak mengajukan keberatan atau eksepsi. Sidang akan dilanjutkan dengan pembuktian yakni menghadirkan saksi-saksi pada Rabu, 21 September 2022.
Jakarta: Mantan Bupati Kolaka Timur (Koltim) Andi Merya didakwa memberi uang total Rp3,405 miliar kepada sejumlah pihak. Uang itu terkait
suap persetujuan dana
Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2021 untuk Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Koltim.
"Melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga dipandang sebagai perbuatan berlanjut, memberi atau menjanjikan sesuatu," ujar jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK) Andhi Ginanjar saat persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kemayoran, Jakarta Pusat, Jumat, 16 September 2022.
Perbuatan itu dilakukan bersama pengusaha asal Kabupaten Muna yaitu LM Rusdianto Emba. Ia juga diadili bersama Andi sebagai terdakwa pemberi suap.
Suap itu mengalir kepada mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Keuangan Daerah (Keuda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Mochamad Ardian Noervianto sejumlah Rp1,5 miliar; Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Pemerintah Kabupaten Muna Sukarman Loke sejumlah Rp1,73 miliar; dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna La Ode M Syukur Akbar sebesar Rp175 juta.
Perkara ini bermula dari permohonan pengajuan pinjaman dana PEN oleh Pemkab Koltim. Total pinjaman dana PEN yang diajukan sebesar Rp350 miliar.
Nilai itu sudah disepakati oleh Andi. Namun, Pemkab Koltim hanya menerima persetujuan sebesar Rp151 miliar dari Kemendagri meski sudah kongkalikong dengan Ardian.
Dalam perkara ini, Rusdianto berperan dalam menyediakan uang suap tersebut. Hal itu atas permintaan Andi.
Ardian langsung memberikan pertimbangan kepada menteri dalam negeri agar usulan dana PEN Pemkab Kolaka Timur disetujui setelah menerima suap. Pertimbangan dari Kemendagri merupakan syarat agar pengajuan dana PEN disetujui Kementerian Keuangan.
Ardian dan Rusdianto
didakwa melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP
Andi dan Rusdianto kompak tidak mengajukan keberatan atau eksepsi. Sidang akan dilanjutkan dengan pembuktian yakni menghadirkan saksi-saksi pada Rabu, 21 September 2022.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(END)