Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selisik uang penentuan kelulusan mahasiswa baru yang diterima Rektor Universitas Lampung (Unila) Karomani (KRM). Informasi itu didalami melalui keterangan sejumlah saksi yang diperiksa penyidik KPK.
"Didalami juga perihal adanya aliran sejumlah uang yang diterima tersangka KRM dalam penentuan kelulusan dari mahasiswa baru dimaksud," kata juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Jumat, 16 September 2022.
Saksi yang dikonfirmasi berasal dari unsur Unila. Yakni Dekan Fakultas Kedokteran, Dyah Wulan Sumekar R; Dekan Fakultas Hukum, M Fakih; Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Patuan Raja; Dekan Fakultas Teknik, Helmy Fitriawan; dan Dekan Fakultas Pertanian, Irwan Sukri Banuwa.
Lalu, Kepala Biro Perencanaan dan Humas Unila, Budi Utomo; Staf Pembantu Rektor I Unila, Tri Widioko; dan dosen Mualimin. Mereka diperiksa pada Kamis, 15 September 2022.
Para saksi juga digali pengetahuannya mengenai posisi dan kewenangan Karomani. Khususnya, dalam pelaksanaan proses seleksi mahasiswa baru pada beberapa fakultas di Unila.
Karomani serta swasta Andi Desfiandi ditetapkan sebagai tersangka suap penerimaan mahasiswa baru (PMB) jalur mandiri bersama dua orang lainnya. Yakni Wakil Rektor I Bidang Akademik Universitas Lampung, Heryandi (HY) dan Ketua Senat Universitas Lampung, Muhammad Basri (MB).
Karomani diduga menerima uang total Rp603 juta yang berasal dari orang tua calon mahasiswa baru. KPK menemukan total Rp7,5 miliar yang sebagian sudah dialihkan menjadi tabungan deposito dan emas batangan.
Andi selaku pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang -Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Korupsi.
Sedangkan, Karomani, Heryandi, dan Basri selaku penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Jakarta:
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selisik uang penentuan kelulusan mahasiswa baru yang diterima Rektor Universitas Lampung
(Unila) Karomani (KRM). Informasi itu didalami melalui keterangan sejumlah saksi yang diperiksa
penyidik KPK.
"Didalami juga perihal adanya aliran sejumlah uang yang diterima tersangka KRM dalam penentuan kelulusan dari mahasiswa baru dimaksud," kata juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Jumat, 16 September 2022.
Saksi yang dikonfirmasi berasal dari unsur Unila. Yakni Dekan Fakultas Kedokteran, Dyah Wulan Sumekar R; Dekan Fakultas Hukum, M Fakih; Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Patuan Raja; Dekan Fakultas Teknik, Helmy Fitriawan; dan Dekan Fakultas Pertanian, Irwan Sukri Banuwa.
Lalu, Kepala Biro Perencanaan dan Humas Unila, Budi Utomo; Staf Pembantu Rektor I Unila, Tri Widioko; dan dosen Mualimin. Mereka diperiksa pada Kamis, 15 September 2022.
Para saksi juga digali pengetahuannya mengenai posisi dan kewenangan Karomani. Khususnya, dalam pelaksanaan proses seleksi mahasiswa baru pada beberapa fakultas di Unila.
Karomani serta swasta Andi Desfiandi ditetapkan sebagai tersangka suap penerimaan mahasiswa baru (PMB) jalur mandiri bersama dua orang lainnya. Yakni Wakil Rektor I Bidang Akademik Universitas Lampung, Heryandi (HY) dan Ketua Senat Universitas Lampung, Muhammad Basri (MB).
Karomani diduga menerima uang total Rp603 juta yang berasal dari orang tua calon mahasiswa baru. KPK menemukan total Rp7,5 miliar yang sebagian sudah dialihkan menjadi tabungan deposito dan emas batangan.
Andi selaku pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang -Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Korupsi.
Sedangkan, Karomani, Heryandi, dan Basri selaku penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(JMS)