MK Tolak Gugatan UU Tentang Mahkamah Agung
Candra Yuri Nuralam • 20 Desember 2022 17:56
Jakarta: Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menolak pengujian materil terhadap Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (MA). Gugatan pemohon dinilai tidak beralasan menurut hukum.
"Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Hakim Ketua Anwar Usman saat membacakan putusan yang disiarkan secara daring pada Selasa, 20 Desembe 2022.
Hakim Anggota Arief Hidayat menjelaskan gugatan itu teregistrasi dengan nomor 07/PUU-XX/2022. Pemohon menggugat Pasal 79 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 dan Pasal 31 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004.
Dua beleid itu dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Pemohon juga menilai Pasal 79 multitafsir dan berpotensi memberikan kewenangan yang tidak terbatas kepada MA.
Arief mengatakan dalam pertimbangan majelis, MA memang dapat mengatur hal-hal tertentu yang tidak ada dalam undang-undang. Tujuannya untuk melancarkan persidangan.
Arief juga menjelaskan bahwa MA berhak menyerap aspirasi lembaga peradilan di bawahnya untuk melancarkan persidangan ke depannya. Gugatan dari pemohon dinilai cuma asumsi atas persidangan yang pernah dijalankan olehnya di Pengadilan Agama Semarang.
"Dalil pemohon a quo tidak beralasan menurut hukum," ucap Arief.
Dalam pertimbangannya, majelis konstitusi juga melihat Pasal 79 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 dan Pasal 31 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tidak multitafsir. Sehingga, pertimbangan pemohon dalam gugatan itu tidak ada yang dikabulkan.
"Hal-hal lain tidak dipertimbangkan karena tidak ada relevansinya," ujar Arief.
Jakarta: Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menolak pengujian materil terhadap Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (MA). Gugatan pemohon dinilai tidak beralasan menurut hukum.
"Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Hakim Ketua Anwar Usman saat membacakan putusan yang disiarkan secara daring pada Selasa, 20 Desembe 2022.
Hakim Anggota Arief Hidayat menjelaskan gugatan itu teregistrasi dengan nomor 07/PUU-XX/2022. Pemohon menggugat Pasal 79 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 dan Pasal 31 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004.
Dua beleid itu dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Pemohon juga menilai Pasal 79 multitafsir dan berpotensi memberikan kewenangan yang tidak terbatas kepada MA.
Arief mengatakan dalam pertimbangan majelis, MA memang dapat mengatur hal-hal tertentu yang tidak ada dalam undang-undang. Tujuannya untuk melancarkan persidangan.
Arief juga menjelaskan bahwa MA berhak menyerap aspirasi lembaga peradilan di bawahnya untuk melancarkan persidangan ke depannya. Gugatan dari pemohon dinilai cuma asumsi atas persidangan yang pernah dijalankan olehnya di Pengadilan Agama Semarang.
"Dalil pemohon a quo tidak beralasan menurut hukum," ucap Arief.
Dalam pertimbangannya, majelis konstitusi juga melihat Pasal 79 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 dan Pasal 31 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tidak multitafsir. Sehingga, pertimbangan pemohon dalam gugatan itu tidak ada yang dikabulkan.
"Hal-hal lain tidak dipertimbangkan karena tidak ada relevansinya," ujar Arief. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AGA)