Jakarta: Irfan Widyanto disebut turut membantu penyidik mengumpulkan barang bukti rekaman CCTV yang terkait kematian Brigadir Yosua Hutabarat alias Brigadir J. Hal ini disampaikan Ipda Arsyad Daiva Gunawan saat menjadi saksi kasus perintangan penyidikan terhadap terdakwa Irfan.
Arsyad menyebut tindakan AKP Irfan Widyanto yang mengamankan DVR CCTV di kasus kematian Brigadir J sebenarnya tidak salah. Sebab, siapa pun boleh membantu menyerahkan barang bukti.
Dalam kasus ini, DVR CCTV diambil oleh Irfan Widyanto pada Sabtu, 9 Juli 2022. Keesokan harinya, DVR CCTV itu diserahkan ke Polres Metro Jakarta Selatan.
Menurut Arsyad, rekaman CCTV tersebut telah menjadi kewenangan penyidik terhitung sejak CCTV itu diserahkan pada 10 Juli 2022. Rekaman CCTV yang diambil oleh Irfan disebut berguna untuk kepentingan penyidikan.
"Saya merasa terbantu karena berguna untuk membantu penyidikan kami," kata Arsyad di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Kamis, 10 November 2022.
Eks Kasubnit I Unit I Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan itu mengakui penyidik salah karena tidak melengkapi syarat administrasi seusai menerima penyerahan DVR CCTV tersebut. Namun, hal itu disebut dalam rangka efisiensi penyidikan.
"Itu salah kami yang mulia (tidak diproses berita acara penyitaan)," jelas Arsyad.
Sementara itu, Anggota Polres Jakarta Selatan Dimas Arki menuturkan dirinya merupakan anggota yang menyerahkan DVR CCTV kepada Puslabfor Polri. Padahal, saat itu dirinya bukanlah penyidik yang berwenang.
Ia menuturkan bahwa penyerahan barang bukti itu berdasarkan perintah AKBP Ridwan Soplanit, yang saat itu menjabat Kasat Reskrim Polres Jakarta Selatan.
"Kalau saya, Pak Ridwan Soplanit itu adalah atasan saya langsung, jadi apa pun perintah atasan saya laksanakan," jelas Dimas.
Dimas mengakui penyerahan barang bukti tersebut dilakukan tanpa dokumen pendukung. Di antaranya, berita acara penyitaan, laporan polisi, surat perintah penyitaan, hingga berita acara pembungkusan.
Menurutnya, penyerahan barang bukti tanpa surat perintah maupun berita acara penyitaan itu biasa dilakukan. Ia menuturkan kelengkapan administrasi disusulkan belakangan dalam percepatan penyidikan.
"Iya tidak ada semua, jadi saya hanya menerima perintah," ujar Dimas.
Irfan didakwa terlibat kasus obstruction of justice dalam perkara pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.
Perbuatan itu dilakukan bersama-sama Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria Adi Purnama, Arif Rachman Arifin, Baiquni Wibowo, dan Chuck Putranto serta Ferdy Sambo. Mereka juga berstatus terdakwa dalam perkara ini.
Mereka didakwa melanggar Pasal 49 jo Pasal 33 subsider Pasal 48 Jo Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. Atau diancam dengan pidana dalam Pasal 233 KUHP subsider Pasal 221 ayat (1) ke-2 jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Jakarta: Irfan Widyanto disebut turut membantu penyidik mengumpulkan barang bukti rekaman CCTV yang terkait kematian Brigadir Yosua Hutabarat alias
Brigadir J. Hal ini disampaikan Ipda Arsyad Daiva Gunawan saat menjadi saksi kasus perintangan penyidikan terhadap terdakwa Irfan.
Arsyad menyebut tindakan AKP Irfan Widyanto yang mengamankan DVR CCTV di kasus kematian
Brigadir J sebenarnya tidak salah. Sebab, siapa pun boleh membantu menyerahkan barang bukti.
Dalam kasus ini, DVR CCTV diambil oleh Irfan Widyanto pada Sabtu, 9 Juli 2022. Keesokan harinya, DVR CCTV itu diserahkan ke Polres Metro Jakarta Selatan.
Menurut Arsyad, rekaman CCTV tersebut telah menjadi kewenangan penyidik terhitung sejak CCTV itu diserahkan pada 10 Juli 2022. Rekaman CCTV yang diambil oleh Irfan disebut berguna untuk kepentingan penyidikan.
"Saya merasa terbantu karena berguna untuk membantu penyidikan kami," kata Arsyad di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Kamis, 10 November 2022.
Eks Kasubnit I Unit I Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan itu mengakui penyidik salah karena tidak melengkapi syarat administrasi seusai menerima penyerahan DVR CCTV tersebut. Namun, hal itu disebut dalam rangka efisiensi penyidikan.
"Itu salah kami yang mulia (tidak diproses berita acara penyitaan)," jelas Arsyad.
Sementara itu, Anggota Polres Jakarta Selatan Dimas Arki menuturkan dirinya merupakan anggota yang menyerahkan DVR CCTV kepada Puslabfor Polri. Padahal, saat itu dirinya bukanlah penyidik yang berwenang.
Ia menuturkan bahwa penyerahan barang bukti itu berdasarkan perintah AKBP Ridwan Soplanit, yang saat itu menjabat Kasat Reskrim Polres Jakarta Selatan.
"Kalau saya, Pak Ridwan Soplanit itu adalah atasan saya langsung, jadi apa pun perintah atasan saya laksanakan," jelas Dimas.
Dimas mengakui penyerahan barang bukti tersebut dilakukan tanpa dokumen pendukung. Di antaranya, berita acara penyitaan, laporan polisi, surat perintah penyitaan, hingga berita acara pembungkusan.
Menurutnya, penyerahan barang bukti tanpa surat perintah maupun berita acara penyitaan itu biasa dilakukan. Ia menuturkan kelengkapan administrasi disusulkan belakangan dalam percepatan penyidikan.
"Iya tidak ada semua, jadi saya hanya menerima perintah," ujar Dimas.
Irfan didakwa terlibat kasus
obstruction of justice dalam perkara pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.
Perbuatan itu dilakukan bersama-sama Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria Adi Purnama, Arif Rachman Arifin, Baiquni Wibowo, dan Chuck Putranto serta Ferdy Sambo. Mereka juga berstatus terdakwa dalam perkara ini.
Mereka didakwa melanggar Pasal 49 jo Pasal 33 subsider Pasal 48 Jo Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. Atau diancam dengan pidana dalam Pasal 233 KUHP subsider Pasal 221 ayat (1) ke-2 jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AGA)