Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami perjanjian kerja dari PT Dirgantara Indonesia (DI) ke beberapa perusahaan mitra dalam kegiatan penjualan pada 2007-2017. Keterangan itu dikulik dari Direktur PT Abadi Sentosa Perkasa, Nanang Hamdani Baswani, dan Direktur Utama PT Indonesia Advisory Duta Solusindo, Andri Budhi Setiawan.
"Penyidik masih terus mendalami terkait kesepakatan dan mekanisme pembuatan kontrak serta pembayaran dari PT Dirgantara Indonesia ke mitra penjualan melalui keterangan para saksi tersebut," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK Ali Fikri di Jakarta, Selasa, 11 Agustus 2020.
Keduanya dipanggil sebagai saksi untuk tersangka mantan Direktur Utama PT DI, Budi Santoso. Ali enggan membeberkan detail pemeriksaan. Alasannya, menjaga kerahasiaan proses penyidikan.
Baca: Bos Tiga Perusahaan Mitra PT Dirgantara Indonesia Dipanggil KPK
KPK telah menahan Budi Santoso dan mantan Direktur Niaga PT DI Irzal Rinaldi Zailani. Penahanan dilakukan setelah keduanya ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan kegiatan penjualan dan pemasaran di PT Dirgantara Indonesia pada 2007-2017.
Permufakatan keduanya bermula di awal 2008. Kedua tersangka rapat untuk menentukan kebutuhan dana PT DI demi mendapatkan pekerjaan di beberapa kementerian.
Budi mengarahkan agar tetap membuat kontrak kerja sama mitra untuk memenuhi kebutuhan itu. Namun sebelum kerja sama mitra ini, Budi melapor ke Kementerian BUMN sebagai pemegang saham.
Budi lalu meminta Irzal dan Kepala Divisi Pemasaran dan Penjualan PT DI Arie Wibowo menyiapkan proses administrasi kerja sama mitra. Irzal meminta bantuan Direktur Utama PT Abadi Sentosa Perkasa Didi Laksamana menyiapkan perusahaan yang akan bermitra dengan PT DI.
Sejak 2008-2018, terjadi kontrak kerja sama kemitraan antara PT DI yang ditandatangani Direktur Aircraft Integration dengan Direktur PT Angkasa Mitra Karya, PT Bumiloka Tegar Perkasa, PT Abadi Sentosa Perkasa, PT Niaga Putra Bangsa, dan PT Selaras Bangun Usaha.
Mitra tersebut diminta tidak mengerjakan tugas sesuai kontrak. PT DI kemudian membayar nilai kontrak kepada para mitra mulai 2011. Uang kontrak diberikan setelah kedua tersangka menerima fulus sebagai pemberi pekerjaan. Selama 2011-2018, jumlah pembayaran yang telah dilakukan oleh PT DI kepada enam perusahaan mitra tersebut sekitar Rp205,3 miliar dan USD8,65 juta.
Kedua tersangka dinilai melanggar Pasal 2 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami perjanjian kerja dari PT Dirgantara Indonesia (DI) ke beberapa perusahaan mitra dalam kegiatan penjualan pada 2007-2017. Keterangan itu dikulik dari Direktur PT Abadi Sentosa Perkasa, Nanang Hamdani Baswani, dan Direktur Utama PT Indonesia Advisory Duta Solusindo, Andri Budhi Setiawan.
"Penyidik masih terus mendalami terkait kesepakatan dan mekanisme pembuatan kontrak serta pembayaran dari PT Dirgantara Indonesia ke mitra penjualan melalui keterangan para saksi tersebut," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK Ali Fikri di Jakarta, Selasa, 11 Agustus 2020.
Keduanya dipanggil sebagai saksi untuk tersangka mantan Direktur Utama PT DI, Budi Santoso. Ali enggan membeberkan detail pemeriksaan. Alasannya, menjaga kerahasiaan proses penyidikan.
Baca: Bos Tiga Perusahaan Mitra PT Dirgantara Indonesia Dipanggil KPK
KPK telah menahan Budi Santoso dan mantan Direktur Niaga PT DI Irzal Rinaldi Zailani. Penahanan dilakukan setelah keduanya ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan kegiatan penjualan dan pemasaran di PT Dirgantara Indonesia pada 2007-2017.
Permufakatan keduanya bermula di awal 2008. Kedua tersangka rapat untuk menentukan kebutuhan dana PT DI demi mendapatkan pekerjaan di beberapa kementerian.
Budi mengarahkan agar tetap membuat kontrak kerja sama mitra untuk memenuhi kebutuhan itu. Namun sebelum kerja sama mitra ini, Budi melapor ke Kementerian BUMN sebagai pemegang saham.
Budi lalu meminta Irzal dan Kepala Divisi Pemasaran dan Penjualan PT DI Arie Wibowo menyiapkan proses administrasi kerja sama mitra. Irzal meminta bantuan Direktur Utama PT Abadi Sentosa Perkasa Didi Laksamana menyiapkan perusahaan yang akan bermitra dengan PT DI.
Sejak 2008-2018, terjadi kontrak kerja sama kemitraan antara PT DI yang ditandatangani Direktur Aircraft Integration dengan Direktur PT Angkasa Mitra Karya, PT Bumiloka Tegar Perkasa, PT Abadi Sentosa Perkasa, PT Niaga Putra Bangsa, dan PT Selaras Bangun Usaha.
Mitra tersebut diminta tidak mengerjakan tugas sesuai kontrak. PT DI kemudian membayar nilai kontrak kepada para mitra mulai 2011. Uang kontrak diberikan setelah kedua tersangka menerima fulus sebagai pemberi pekerjaan. Selama 2011-2018, jumlah pembayaran yang telah dilakukan oleh PT DI kepada enam perusahaan mitra tersebut sekitar Rp205,3 miliar dan USD8,65 juta.
Kedua tersangka dinilai melanggar Pasal 2 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)