Jakarta: Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung menemukan fakta baru dalam kasus dugaan pemberian suap kepada Jaksa Pinangki Sirna Malasari. Pinangki menawarkan langsung fatwa hukum Mahkamah Agung (MA) kepada terpidana kasus korupsi hak tagih Bank Bali Djoko Tjandra.
"Fakta hukum yang kita temukan, Pinangki menawarkan penyelesaian ke Djoko Tjandra. Djoko Tjandra percaya, dia keluar uang untuk fatwa," kata Direktur Penyidikan Jampidsus Febrie Ardiansyah di kantornya, Jakarta Selatan, Selasa, 1 September 2020.
Namun, kata Febrie, pengurusan fatwa itu tidak selesai. Ada permasalahan antara Djoko Tjandra dan Pinangki. Djoko Tjandra kemudian beralih mengajukan peninjauan kembali (PK) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
"Itu (PK), yang berperan Anita Kolopaking (mantan kuasa hukum Djoko Tjandra). Sehingga, Mabes Polri yang kita koordinasikan, sudah ditangani di sana," ujar Febrie.
Febrie menyebut Pinangki tidak terlibat proses PK. Hal itu dipastikan dengan alat bukti yang ditemukan dan konstruksi perbuatan hukumnya.
"Dia (Pinangki) tidak terlibat di situ, makanya kita koordinasikan nanti, karena kawan-kawan penyidik Polri juga sudah mengumpulkan alat bukti yang tidak ada di kita, dari kloning handphone dengan yang lain," ungkap Febrie.
Baca: Jaksa Pinangki Diduga Terlibat Pidana Pencucian Uang
Febrie mengatakan Kejagung akan memantau keterkaitan dari dua konstruksi hukum tersebut. Keterkaitan diselisik pada kasus pengurusan fatwa di MA dan PK di PN Jakarta Selatan.
"Alat bukti kan semua nanti akan bermuara di Gedung Bundar bahwa berkas tipikornya (tindak pidana korupsi) akan disampaikan di sini, akan diteliti oleh penuntut umum dan kita diskusi dengan penuntut umum. Itu semua kita selesaikan dengan rekan penyidik Bareskrim," papar Febrie.
Pinangki ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan penerimaan suap dari Djoko Tjandra untuk mengurus fatwa di MA. Fatwa itu bertujuan membebaskan Djoko Tjandra dari eksekusi Kejaksaan Agung atas kasus korupsi hak tagih Bank Bali.
Pinangki diduga menerima suap sebesar US$500 ribu atau setara Rp7 miliar. Pinangki disangkakan melanggar Pasal 5 huruf b Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi, dengan hukuman penjara maksimal lima tahun dan denda paling banyak Rp250 juta. Teranyar, Pinangki juga dijerat Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Jakarta: Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung menemukan fakta baru dalam kasus dugaan pemberian suap kepada
Jaksa Pinangki Sirna Malasari. Pinangki menawarkan langsung fatwa hukum Mahkamah Agung (MA) kepada terpidana kasus korupsi hak tagih Bank Bali
Djoko Tjandra.
"Fakta hukum yang kita temukan, Pinangki menawarkan penyelesaian ke Djoko Tjandra. Djoko Tjandra percaya, dia keluar uang untuk fatwa," kata Direktur Penyidikan Jampidsus Febrie Ardiansyah di kantornya, Jakarta Selatan, Selasa, 1 September 2020.
Namun, kata Febrie, pengurusan fatwa itu tidak selesai. Ada permasalahan antara Djoko Tjandra dan Pinangki. Djoko Tjandra kemudian beralih mengajukan peninjauan kembali (PK) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
"Itu (PK), yang berperan Anita Kolopaking (mantan kuasa hukum Djoko Tjandra). Sehingga, Mabes Polri yang kita koordinasikan, sudah ditangani di sana," ujar Febrie.
Febrie menyebut Pinangki tidak terlibat proses PK. Hal itu dipastikan dengan alat bukti yang ditemukan dan konstruksi perbuatan hukumnya.