medcom.id, Jakarta: Budiawan, ahli toksikologi kimia dari Universitas Indonesia, bersaksi pada sidang ke-20 kasus kematian Wayan Mirna Salihin. Budiawan dihadirkan sebagai saksi meringankan buat Jessica Kumala Wongso, terdakwa kasus ini.
Persidangan dimulai, Rabu (14/9/2016) sekitar pukul 10.30 WIB. Budiawan memaparkan, ada empat jalan racun bisa masuk ke tubuh manusia.
Pertama, proses absorpsi atau penyerapan racun melalui membran sel. Setelah itu racun didistribusikan melalui cairan darah. Selanjutnya, proses detoksifikasi. Proses ini berbeda-beda tergantung daya tahan tubuh manusia.
"Ini anugrah dari Tuhan, tubuh manusia secara alami dapat menolak racun," kata Budiawan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jalan Bungur Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat.
Baca: Jessica Berharap Banyak pada Saksi Fakta
Tubuh memiliki sifat alami menolak racun. Menurut dia, setelah proses detoksifikasi, racun akan dikeluarkan lewat urine, napas, dan bisa juga dalam bentuk keringat atau proses yang disebut eksresi.
Tapi, Budiawan tak bisa memastikan apakah Mirna tewas karena sianida. Dia menyebut, ahli taksokologi tak punya kewenangan memvonis kematian seseorang karena racun.
"Ahli toksikologi hanya pada aspek penilaian risiko potensi kematian. Saya berpendapat cause of death bukan wewenang saya, itu wewenang kedokteran forensik," jelas Budiawan.
Budiawan mengatakan, seorang ahli toksikologi harus menerapkan jaminan mutu analisis. Metodenya dalam mengukur racun harus valid. Ahli toksikologi hanya menjelaskan prosesnya.
Keterangan Budiawan berseberangan dengan kesaksian I Made Agus Gelgel Wirasuta, ahli toksikologi yang dihadirkan JPU. I Made memastikan Mirna meregang nyawa karena sianida. Kesimpulan itu dia dapat setelah mengkaji berita acara pemeriksaan Hani, laboratorium forensik, dan kedokteran forensik.
"Saya meyakini dan yakin Mirna tewas akibat zat korosi, yakni sianida," kata I Made dalam persidangan, Kamis 25 Agustus.
Baca: Penyidik Punya Hak Memaksakan Autopsi
I Made menjelaskan, ketika sianida masuk ke tubuh dalam jumlah besar akan merusak lambung. Efek lainnya, korban akan mengalami kekurangan oksigen. Karena sianida bersifat mengikat oksigen.
"Korban meninggal karena kekurangan oksigen yang sangat besar. Fakta ini sudah sangat cukup menjelaskan reaksi yang disebabkan karena sianida di tubuh korban," jelasnya.
Mirna tewas diduga akibat terpapar racun sianida. Mirna meregang nyawa tak lama setelah menyeruput kopi ala Vietnam di Kafe Oliever, pada Rabu 6 Januari. Ahli Patologi Forensik Universitas Indonesia, Djaja Surya Atmadja, menyebut 84 persen orang di Indonesia bisa mencium sianida. Angka itu didapat dari hasil penelitiannya pada 1992-1995.
Dosen UI dan Atma Jaya itu menjelaskan, seseorang bisa tewas kalau di tubuhnya terasuk sekitar 150 miligram per liter zat sianida. Ketika diperiksa di Unit Gawat Darurat (UGD), dokter yang memeriksa pun bakal mudah mencium baunya. Malah, bisa-bisa, jika tidak siap, sang dokter yang jadi tumbang.
Djaja, mengutip standar dinas kesehatan, menyebut takaran maksimal kemampuan seseorang mencium sianida hanya sampai 5 miligram per liter. Hasil penelitian Djaja malah menyebut batas amannya 2-3 miligram.
Pengacara Jessica, Otto Hasibuan, lantas menunjukkan barang bukti yang termuat dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Polisi menjadikan sisa cairan es kopi Vietnam yang diseruput Mirna sebagai barang bukti I dan II. Dalam BAP dijelaskan, kalau barang bukti sisa es kopi terdapat masing-masing 7.400 miligram dan 7.900 miligram sianida yang ada di gelas kopi Mirna.
"Kalau benar jumlahnya 7.000 sekian, dalam radius 500 meter orangnya pada pingsan semua pak. Karena saya sendiri dalam penelitian saya, 10 miligram bisa bikin mahasiswa saya teler," beber Djaja.
Buat membuktikan kebenarannya, Otto menantang Djaja buat mengujinya di ruang sidang. Tapi, Djaja sangat tidak menyarankan hal itu diuji di muka umum.
medcom.id, Jakarta: Budiawan, ahli toksikologi kimia dari Universitas Indonesia, bersaksi pada sidang ke-20 kasus kematian Wayan Mirna Salihin. Budiawan dihadirkan sebagai saksi meringankan buat Jessica Kumala Wongso, terdakwa kasus ini.
Persidangan dimulai, Rabu (14/9/2016) sekitar pukul 10.30 WIB. Budiawan memaparkan, ada empat jalan racun bisa masuk ke tubuh manusia.
Pertama, proses absorpsi atau penyerapan racun melalui membran sel. Setelah itu racun didistribusikan melalui cairan darah. Selanjutnya, proses detoksifikasi. Proses ini berbeda-beda tergantung daya tahan tubuh manusia.
"Ini anugrah dari Tuhan, tubuh manusia secara alami dapat menolak racun," kata Budiawan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jalan Bungur Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat.
Baca: Jessica Berharap Banyak pada Saksi Fakta
Tubuh memiliki sifat alami menolak racun. Menurut dia, setelah proses detoksifikasi, racun akan dikeluarkan lewat urine, napas, dan bisa juga dalam bentuk keringat atau proses yang disebut eksresi.
Tapi, Budiawan tak bisa memastikan apakah Mirna tewas karena sianida. Dia menyebut, ahli taksokologi tak punya kewenangan memvonis kematian seseorang karena racun.
"Ahli toksikologi hanya pada aspek penilaian risiko potensi kematian. Saya berpendapat
cause of death bukan wewenang saya, itu wewenang kedokteran forensik," jelas Budiawan.
Budiawan mengatakan, seorang ahli toksikologi harus menerapkan jaminan mutu analisis. Metodenya dalam mengukur racun harus valid. Ahli toksikologi hanya menjelaskan prosesnya.
Keterangan Budiawan berseberangan dengan kesaksian I Made Agus Gelgel Wirasuta, ahli toksikologi yang dihadirkan JPU. I Made memastikan Mirna meregang nyawa karena sianida. Kesimpulan itu dia dapat setelah mengkaji berita acara pemeriksaan Hani, laboratorium forensik, dan kedokteran forensik.
"Saya meyakini dan yakin Mirna tewas akibat zat korosi, yakni sianida," kata I Made dalam persidangan, Kamis 25 Agustus.
Baca: Penyidik Punya Hak Memaksakan Autopsi
I Made menjelaskan, ketika sianida masuk ke tubuh dalam jumlah besar akan merusak lambung. Efek lainnya, korban akan mengalami kekurangan oksigen. Karena sianida bersifat mengikat oksigen.
"Korban meninggal karena kekurangan oksigen yang sangat besar. Fakta ini sudah sangat cukup menjelaskan reaksi yang disebabkan karena sianida di tubuh korban," jelasnya.
Mirna tewas diduga akibat terpapar racun sianida. Mirna meregang nyawa tak lama setelah menyeruput kopi ala Vietnam di Kafe Oliever, pada Rabu 6 Januari. Ahli Patologi Forensik Universitas Indonesia, Djaja Surya Atmadja, menyebut 84 persen orang di Indonesia bisa mencium sianida. Angka itu didapat dari hasil penelitiannya pada 1992-1995.
Dosen UI dan Atma Jaya itu menjelaskan, seseorang bisa tewas kalau di tubuhnya terasuk sekitar 150 miligram per liter zat sianida. Ketika diperiksa di Unit Gawat Darurat (UGD), dokter yang memeriksa pun bakal mudah mencium baunya. Malah, bisa-bisa, jika tidak siap, sang dokter yang jadi tumbang.
Djaja, mengutip standar dinas kesehatan, menyebut takaran maksimal kemampuan seseorang mencium sianida hanya sampai 5 miligram per liter. Hasil penelitian Djaja malah menyebut batas amannya 2-3 miligram.
Pengacara Jessica, Otto Hasibuan, lantas menunjukkan barang bukti yang termuat dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Polisi menjadikan sisa cairan es kopi Vietnam yang diseruput Mirna sebagai barang bukti I dan II. Dalam BAP dijelaskan, kalau barang bukti sisa es kopi terdapat masing-masing 7.400 miligram dan 7.900 miligram sianida yang ada di gelas kopi Mirna.
"Kalau benar jumlahnya 7.000 sekian, dalam radius 500 meter orangnya pada pingsan semua pak. Karena saya sendiri dalam penelitian saya, 10 miligram bisa bikin mahasiswa saya teler," beber Djaja.
Buat membuktikan kebenarannya, Otto menantang Djaja buat mengujinya di ruang sidang. Tapi, Djaja sangat tidak menyarankan hal itu diuji di muka umum.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(YDH)