Jakarta: Kejaksaan Agung (Kejagung) menginstruksikan Kejaksaan Negeri (Kejari) Depok menunda eksekusi aset First Travel. Kejari Depok juga diperintahkan tidak melelang aset-aset First Travel.
“Kejari Depok diminta pimpinan untuk tidak melakukan eksekusi apalagi lelang karena kita sedang mengkaji melakukan upaya nanti opsinya apa yang kita tempuh,” kata Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejaksaan Agung (Kapuspenkum Kejagung) Mukri di Kejagung, Jakarta, Rabu, 20 November 2019.
Mukri mengeklaim Kejagung tengah mengkaji opsi lain terkait putusan Mahkamah Agung (MA) yang merampas aset First Travel untuk negara. Kejagung akan berupaya keras mengembalikan kerugian korban penipuan perjalanan umrah tersebut.
Sebelumnya, para pakar pidana menyebut para korban berhak menerima dana yang telah disetorkan ke First Travel. Uang yang dititipkan jemaah bukan bagian dari tindak kejahatan.
Putusan hakim seharusnya mempertimbangkan aspek lain di luar ketentuan hukum pidana. Sejatinya, dalam KUHP tak diatur barang bukti tak bisa dikembalikan atau dibagikan, namun dikembalikan ke negara.
Kekecewaan mendalam juga diutarakan para korban. Mereka menolak putusan Mahkamah Agung (MA) yang memerintahkan seluruh aset First Travel diserahkan ke negara.
Andriansyah, salah satu korban penipuan First Travel, mengatakan keputusan tersebut sangat mengecewakan. Apalagi, selama ini negara tidak pernah berpartisipasi, terutama saat kasus tersebut masih dalam proses hukum.
Kartipah, warga Depok yang menjadi korban First Travel, menilai hasil putusan MA sangat tidak adil. Aset yang disita seharusnya dikembalikan, bukan disita negara.
MA sebelumnya memutuskan seluruh harta dan aset First Travel diserahkan ke negara, bukan ke jemaah. Dari ribuan barang bukti, terdapat sejumlah aksesori seperti tas dan kacamata mewah, juga sejumlah kendaraan. Barang-barang mewah tersebut dibeli dari uang para calon jemaah umrah yang mendaftar ke First Travel.
Jakarta: Kejaksaan Agung (Kejagung) menginstruksikan Kejaksaan Negeri (Kejari) Depok menunda eksekusi aset First Travel. Kejari Depok juga diperintahkan tidak melelang
aset-aset First Travel.
“Kejari Depok diminta pimpinan untuk tidak melakukan eksekusi apalagi lelang karena kita sedang mengkaji melakukan upaya nanti opsinya apa yang kita tempuh,” kata Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejaksaan Agung (Kapuspenkum Kejagung) Mukri di Kejagung, Jakarta, Rabu, 20 November 2019.
Mukri mengeklaim Kejagung tengah mengkaji opsi lain terkait putusan Mahkamah Agung (MA) yang merampas aset First Travel untuk negara.
Kejagung akan berupaya keras mengembalikan kerugian korban penipuan perjalanan umrah tersebut.
Sebelumnya, para pakar pidana menyebut para korban berhak menerima dana yang telah disetorkan ke First Travel. Uang yang dititipkan jemaah bukan bagian dari tindak kejahatan.
Putusan hakim seharusnya mempertimbangkan aspek lain di luar ketentuan hukum pidana. Sejatinya, dalam KUHP tak diatur barang bukti tak bisa dikembalikan atau dibagikan, namun dikembalikan ke negara.
Kekecewaan mendalam juga diutarakan para korban. Mereka menolak putusan Mahkamah Agung (MA) yang memerintahkan seluruh aset First Travel diserahkan ke negara.
Andriansyah, salah satu korban penipuan First Travel, mengatakan keputusan tersebut sangat mengecewakan. Apalagi, selama ini negara tidak pernah berpartisipasi, terutama saat kasus tersebut masih dalam proses hukum.
Kartipah, warga Depok yang menjadi korban First Travel, menilai hasil putusan MA sangat tidak adil. Aset yang disita seharusnya dikembalikan, bukan disita negara.
MA sebelumnya memutuskan seluruh harta dan aset First Travel diserahkan ke negara, bukan ke jemaah. Dari ribuan barang bukti, terdapat sejumlah aksesori seperti tas dan kacamata mewah, juga sejumlah kendaraan. Barang-barang mewah tersebut dibeli dari uang para calon jemaah umrah yang mendaftar ke First Travel.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OJE)