Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta Pusat Pengelolaan Kompleks Gelora Bung Karno (PPK GBK) meninjau ulang kerja sama dengan 13 objek aset dan/atau mitra kerja sama. Hal ini penting agar pemanfaatan aset PPK GBK bebas dari potensi rasuah.
“Kontrak yang sedang berjalan harus tetap dihormati terlepas dari prosesnya dahulu. Prinsipnya penyesuaian kontrak harus dilakukan secara persuasif dan win-win (solution),” kata Koordinator Wilayah KPK, Asep Rahmat Suwandha, dalam keterangan tertulis, Senin, 28 September 2020.
Asep mengungkapkan KPK akan mengundang mitra terkait untuk mendapat masukan. Koordinasi sebagai upaya memfasilitasi, mediasi, dan mempercepat optimalisasi aset GBK.
PPK GBK, kata Asep, perlu mengidentifikasi target percepatan penyelesaian tunggakan dengan 13 mitra. PPK GBK juga diminta menganalisis kebijakan relaksasi yang diambil pemerintah.
“Relaksasi bukan berarti mengurangi atau menghapus kewajiban. Para pihak tetap harus memenuhi kewajiban sesuai perjanjian dan peraturan yang ada,” tegas dia.
Direktur Utama GBK, Winarto, menyampaikan daftar 13 objek aset serta mitra kerja sama dan permasalahan terkait dari temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kepada KPK. Pihaknya telah menyusun rencana aksi dengan memetakan ke-13 objek aset yang dimanfaatkan dan/atau dimiliki oleh pengusaha.
“Selain pemanfaatan dan atau penguasaan aset oleh pihak ketiga, kewajiban lain yaitu terkait kontribusi aset komersial yang perlu ditinjau ulang,” kata Winarto.
Winarto mencontohkan salah satu mitra memiliki piutang hingga US$101,062 untuk kewajiban bisnis utama. Kemudian, Rp2,5 miliar untuk kewajiban bagi hasil atas pengelolaan bisnis sampingan.
Dia menyebut skema ini tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 136 Tahun 2016 atau PMK 129 Tahun 2020. Dia berharap pendampingan oleh KPK bisa menyesuaikan kerja sama dengan seluruh mitra PPK GBK
Direktur Utama
GBK, Winarto, menyampaikan daftar 13 objek aset serta mitra kerja sama dan permasalahan terkait dari temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kepada KPK. Pihaknya telah menyusun rencana aksi dengan memetakan ke-13 objek aset yang dimanfaatkan dan/atau dimiliki oleh pengusaha.
“Selain pemanfaatan dan atau penguasaan aset oleh pihak ketiga, kewajiban lain yaitu terkait kontribusi aset komersial yang perlu ditinjau ulang,” kata Winarto.
Winarto mencontohkan salah satu mitra memiliki piutang hingga US$101,062 untuk kewajiban bisnis utama. Kemudian, Rp2,5 miliar untuk kewajiban bagi hasil atas pengelolaan bisnis sampingan.
Dia menyebut skema ini tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 136 Tahun 2016 atau PMK 129 Tahun 2020. Dia berharap pendampingan oleh KPK bisa menyesuaikan kerja sama dengan seluruh mitra PPK GBK
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)