Jakarta: Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, menyebut masih banyak yang meragukan penegakan hukum di Polri sepanjang 2020. Terutama, independensi Korps Bhayangkara dalam menangani kasus.
"Sering kali terlihat berlaku tebang pilih, sehingga sering kali juga masuk ke wilayah politis dan menjadi alat penguasa dengan mempidanakan pihak-piihak yang kritis," kata Abdul kepada Medcom.id, Jumat, 29 Januari 2021.
Menurutnya, kepolisian harus memperbaiki proses penegakan hukum tersebut. Sebab, sikap Polri ini berlawanan dengan moto kepemimpinan mantan Kapolri Jenderal (purn) Idham Azis, yakni profesional, modern, dan terpercaya (promoter).
"Sikap diskriminatif dengan hanya memproses laporan-laporan dari pihak-pihak tertentu saja, tetapi mengabaikan laporan-laporan dari pihak lainnya. Hal itu merupakan tindakan yang tidak profesional," ujar Abdul.
Abdul mengatakan kepolisian memiliki tiga fungsi. Fungsi pertama ialah penegakan hukum tersebut. Fungsi dua lainnya, penanggung jawab keamanan dalam negeri dan pelayanan terhadap masyarakat.
"Dalam bidang pelayanan masyarakat saya melihat ada peningkatan yang signifikan, terutama bagi pengurusan surat-surat yang dibutuhkan masyarakat, seperti SKCK (surat keterangan catatan kepolisian) dan sebagainya," ucap Abdul.
Baca: Ombudsman Diminta Perjelas Persoalan Polri Sepanjang 2020
Sebelumnya, kepolisian disebut menjadi lembaga penegak hukum yang paling banyak dilaporkan masyarakat ke Ombudsman selama 2020. Terdapat 699 laporan dari total 1.120 laporan yang masuk.
Laporan paling banyak menyangkut dugaan penundaan berlarut dan penyimpangan prosedur. Termasuk, tidak memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Pokok permasalahan yang mendominasi ialah proses penyelidikan dan penyidikan. Misalnya penetapan tersangka, daftar pencarian orang (DPO), dan laboratorium kriminal (labkrim).
Jakarta: Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, menyebut masih banyak yang meragukan penegakan hukum di
Polri sepanjang 2020. Terutama, independensi Korps Bhayangkara dalam menangani kasus.
"Sering kali terlihat berlaku tebang pilih, sehingga sering kali juga masuk ke wilayah politis dan menjadi alat penguasa dengan mempidanakan pihak-piihak yang kritis," kata Abdul kepada
Medcom.id, Jumat, 29 Januari 2021.
Menurutnya, kepolisian harus memperbaiki proses penegakan hukum tersebut. Sebab, sikap Polri ini berlawanan dengan moto kepemimpinan mantan Kapolri Jenderal (purn) Idham Azis, yakni profesional, modern, dan terpercaya (promoter).
"Sikap diskriminatif dengan hanya memproses laporan-laporan dari pihak-pihak tertentu saja, tetapi mengabaikan laporan-laporan dari pihak lainnya. Hal itu merupakan tindakan yang tidak profesional," ujar Abdul.
Abdul mengatakan kepolisian memiliki tiga fungsi. Fungsi pertama ialah penegakan hukum tersebut. Fungsi dua lainnya, penanggung jawab keamanan dalam negeri dan pelayanan terhadap masyarakat.
"Dalam bidang pelayanan masyarakat saya melihat ada peningkatan yang signifikan, terutama bagi pengurusan surat-surat yang dibutuhkan masyarakat, seperti SKCK (surat keterangan catatan kepolisian) dan sebagainya," ucap Abdul.
Baca:
Ombudsman Diminta Perjelas Persoalan Polri Sepanjang 2020
Sebelumnya, kepolisian disebut menjadi lembaga penegak hukum yang paling banyak dilaporkan masyarakat ke
Ombudsman selama 2020. Terdapat 699 laporan dari total 1.120 laporan yang masuk.
Laporan paling banyak menyangkut dugaan penundaan berlarut dan penyimpangan prosedur. Termasuk, tidak memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Pokok permasalahan yang mendominasi ialah proses penyelidikan dan penyidikan. Misalnya penetapan tersangka, daftar pencarian orang (DPO), dan laboratorium kriminal (labkrim).
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(JMS)