Juru Bicara bidang Penindakan KPK Ali Fikri. Medcom.id/Fachri Audhia Hafiez
Juru Bicara bidang Penindakan KPK Ali Fikri. Medcom.id/Fachri Audhia Hafiez

Kakanwil BPN Riau Jadi Tersangka Dugaan Pencucian Uang

Candra Yuri Nuralam • 21 Februari 2023 18:43
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Badan Pertanahan Nasional (BPN) Riau M Syahrir sebagai tersangka dugaan pencucian uang. Dia diduga menyamarkan uang suap dan gratifikasi dengan membeli aset.
 
"Diduga telah terjadi pengalihan, membelanjakan, mengubah bentuk hingga menyembunyikan maupun menyamarkan asal usul harta kekayaan yang patut diduga adalah hasil korupsi," kata juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Selasa, 21 Februari 2023.
 
Ali mengatakan penetapan status tersangka ini dilakukan setelah ditemukan bukti permulaan yang cukup. KPK juga mau memaksimalkan pemulihan aset dari tindakan suap dan gratifikasi yang dilakukan Syahrir.

"Penerapan pasal dugaan TPPU (tindak pidana pencucian uang) dalam rangka untuk dilakukannya asset recovery," ucap Ali.
 
KPK bakal mengumpulkan barang bukti untuk melengkapi berkas kasus baru Syahrir ini. Salah satunya dengan memeriksa saksi.
 
Syahrir sebelumnya terjerat dalam dugaan suap dan gratifikasi dalam pengurusan hak guna usaha (HGU) di wilayahnya. Kasus ini bermula ketika pemegang saham PT Adimulia Agrolestari Frank Wijaya meminta General Manager PT Adimulia Agrolestari Sudarso untuk mengurus perpanjangan HGU perusahaannya yang akan berakhir pada 2024. Sudarso langsung menghubungi Syahrir untuk mempercepat proses pengurusan.
 

Baca juga: Keluarga Klaim Penyakit Ginjal Lukas Enembe Membahayakan


 
Syahrir meminta Rp3,5 miliar dalam bentuk dolar Singapura untuk mempercepat pengurusan HGU. Permintaan itu berlangsung di rumah dinas Syahrir.
 
Sudarso langsung melaporkan permintaan itu kepada Frank dan langsung disetujui. Frank langsung menyiapkan SGD120 ribu untuk menyanggupi mahar yang diminta Syahrir.
 
Penyerahan uang terjadi di rumah dinas Syahrir sekitar September 2021. Syahrir melarang Sudarso membawa alat komunikasi saat penyerahan duit suap berlangsung.
 
Setelah perpanjangan didapat, Frank meminta Sudarso mengajukan surat permohonan kemitraan di Kampar kepada Bupati Kuantan Singingi (Kuansing) saat itu, Andi Putra. Andi tidak keberatan dengan kemitraan itu.
 
Dalam kasus ini, Frank bersama Sudarso diduga melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
 
Sementara itu, M Syahrir selaku penerima diduga melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
 
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(END)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan