Jakarta: Mantan Direktur Utama (Dirut) Pertamina Karen Agustiawan ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Karen terjerat kasus dugaan korupsi pengadaan liquefied natural gas (LNG) di PT Pertamina (Persero) periode 2011 hingga 2021.
Di luar penetapannya sebagai tersangka, sejumlah kolega mengenang etos kerja Karen selama menjabat dirut Pertamina. Dewan Penasihat Asosiasi Panasbumi Indonesia (API), Abadi Poernomo, mengenal Karen sebagai sosok yang berani mengambil keputusan.
"Karen memang sering terlalu berani mengambil keputusan," kata Abadi, Kamis, 21 September 2023.
Abadi mengenang, banyak di antara keputusan tersebut yang menguntungkan Pertamina, meski ada juga yang tidak. "Era Karen, waktu itu juga mendapat penghargaan Fortune Global 500," ujar dia.
Abadi juga menyoroti kepemimpinan Karen di Pertamina yang tergolong panjang. Selain sebagai perempuan pertama yang menjabat dirut Pertamina, Karen menjabat dirut Pertamina dalam periode 2009 hingga 2014. Dirut sebelumnya, paling lama dua tahun dan selalu dijabat pria.
"Bu Karen menjabat selama itu karena bisa menjaga Pertamina tetap sustain," kata dia.
Pernah tolak perpanjangan kontrak
Kolega lain, Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS), Marwan Batubara, juga bercerita soal sosok Karen. Menurut dia, Karen merupakan profesional di bidangnya dan bekerja hanya untuk kepentingan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Hal itu, kata Marwan, ditunjukkan saat menolak memperpanjang kontrak kerja perusahaan Prancis, Total Oil di Blok Mahakam.
"Itu kan poin bagus. Soal agenda di balik itu, hanya untuk kepentingan BUMN," kata Marwan.
Marwan menegaskan sikap Karen menunjukkan keinginan publik untuk memberikan pengelolaan Blok Mahakam ke Pertamina, karena sudah mampu. Karen pada saat itu juga menerapkan keterbukaan informasi publik sehingga masyarakat mengetahui duduk perkara sesungguhnya dari masalah Blok Mahakam tersebut.
Perkara yang menjerat Karen
KPK membeberkan alasan penanganan dugaan kasus korupsi LNG. Kasus ini bermula ketika adanya perkiraan defisit gas di Indonesia pada 2009 sampai 2040. Kemungkinan itu membuat diperlukannya pengadaan LNG untuk memenuhi PT PLN Persero, industri pupuk, dan industri petrokimia lain di Tanah Air.
KPK kemudian menyebut Karen membuat kebijakan untuk membuka kerja sama dengan beberapa produsen dan supplier LNG di luar negeri. Salah satunya dengan Corpus Christi Liquefaction (CCL) LCC Amerika Serikat.
Pemilihan perusahaan asing itu disebut dilakukan sepihak. Karen juga disebut tidak melaporkan pemilihan itu ke Dewan Komisaris PT Pertamina (Persero). KPK meyakini langkah itu melanggar hukum.
Dalam kasus ini, Karen juga tidak melaporkan pemilihan perusahaan asing yang dipilih itu ke pemerintah. Sehingga, pengadaan LNG ini dilakukan atas keputusan satu pihak saja.
Keputusan Karen membuat LNG yang dibeli tidak terserap di pasar domestik. Akibatnya, kargonya kelebihan pasokan dan tidak pernah masuk ke Indonesia.
KPK meyakini sikap Karen melanggar aturan yang berlaku. Lembaga Antirasuah dipastikan terus mendalami dugaan ini.
Karen melawan
Karen Agustiawan membantah klaim KPK terkait alasan penetapannya sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) pada 2011-2021. Karen menegaskan pengadaan tersebut sudah diketahui pemerintah.
"Pemerintah tahu. Itu perintah jabatan, dan saya melaksanakan sudah sesuai dengan perintah melaksanakan sebagai pelaksana anggaran dasar," kata Karen di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jakarta Selatan, Selasa, 19 September 2023.
Karen juga membantah dirinya melaksanakan pengadaan LNG tanpa adanya pertimbangan. Menurutnya, ada tiga konsultan yang dilibatkan.
"Sudah ada tiga, jadi itu sudah konsultan, melakukan pendalaman, dan disetujui oleh seluruh direksi secara kolektif kolegial, secara sah, karena ingin melanjutkan apa yang tertuang di dalam proyek strategis nasional," ucap Karen.
Baca: Singgung Dahlan Iskan, Karen Bantah Klaim KPK
Persetujuan itu terjadi pada 2013. Mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan juga diklaim mengetahuinya.
"Pak Dahlan tahu karena Pak Dahlan penanggung jawab di dalam Inpres Nomor 14 Tahun 2010," ujar Karen.
Dia mengatakan aturan itu tegas. Publik diminta mencecar PT Pertamina (Persero) soal keputusan dan target pengadaan LNG.
"Itu jelas banget, tolong nanti ditanyakan ke Pertamina, di situ ada jelas bahwa ada targetnya," ucap Karen.
Jakarta: Mantan Direktur Utama (Dirut) Pertamina Karen Agustiawan ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Karen terjerat kasus dugaan korupsi pengadaan
liquefied natural gas (LNG) di PT Pertamina (Persero) periode 2011 hingga 2021.
Di luar penetapannya sebagai tersangka, sejumlah kolega mengenang etos kerja Karen selama menjabat dirut Pertamina. Dewan Penasihat Asosiasi Panasbumi Indonesia (API), Abadi Poernomo, mengenal Karen sebagai sosok yang berani mengambil keputusan.
"Karen memang sering terlalu berani mengambil keputusan," kata Abadi, Kamis, 21 September 2023.
Abadi mengenang, banyak di antara keputusan tersebut yang menguntungkan Pertamina, meski ada juga yang tidak. "Era Karen, waktu itu juga mendapat penghargaan Fortune Global 500," ujar dia.
Abadi juga menyoroti kepemimpinan Karen di Pertamina yang tergolong panjang. Selain sebagai perempuan pertama yang menjabat dirut Pertamina, Karen menjabat dirut Pertamina dalam periode 2009 hingga 2014. Dirut sebelumnya, paling lama dua tahun dan selalu dijabat pria.
"Bu Karen menjabat selama itu karena bisa menjaga Pertamina tetap
sustain," kata dia.
Pernah tolak perpanjangan kontrak
Kolega lain, Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS), Marwan Batubara, juga bercerita soal sosok Karen. Menurut dia, Karen merupakan profesional di bidangnya dan bekerja hanya untuk kepentingan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Hal itu, kata Marwan, ditunjukkan saat menolak memperpanjang kontrak kerja perusahaan Prancis, Total Oil di Blok Mahakam.
"Itu kan poin bagus. Soal agenda di balik itu, hanya untuk kepentingan BUMN," kata Marwan.
Marwan menegaskan sikap Karen menunjukkan keinginan publik untuk memberikan pengelolaan Blok Mahakam ke Pertamina, karena sudah mampu. Karen pada saat itu juga menerapkan keterbukaan informasi publik sehingga masyarakat mengetahui duduk perkara sesungguhnya dari masalah Blok Mahakam tersebut.
Perkara yang menjerat Karen
KPK membeberkan alasan penanganan dugaan kasus korupsi LNG. Kasus ini bermula ketika adanya perkiraan defisit gas di Indonesia pada 2009 sampai 2040. Kemungkinan itu membuat diperlukannya pengadaan LNG untuk memenuhi PT PLN Persero, industri pupuk, dan industri petrokimia lain di Tanah Air.
KPK kemudian menyebut Karen membuat kebijakan untuk membuka kerja sama dengan beberapa produsen dan supplier LNG di luar negeri. Salah satunya dengan Corpus Christi Liquefaction (CCL) LCC Amerika Serikat.
Pemilihan perusahaan asing itu disebut dilakukan sepihak. Karen juga disebut tidak melaporkan pemilihan itu ke Dewan Komisaris PT Pertamina (Persero). KPK meyakini langkah itu melanggar hukum.
Dalam kasus ini, Karen juga tidak melaporkan pemilihan perusahaan asing yang dipilih itu ke pemerintah. Sehingga, pengadaan LNG ini dilakukan atas keputusan satu pihak saja.
Keputusan Karen membuat LNG yang dibeli tidak terserap di pasar domestik. Akibatnya, kargonya kelebihan pasokan dan tidak pernah masuk ke Indonesia.
KPK meyakini sikap Karen melanggar aturan yang berlaku. Lembaga Antirasuah dipastikan terus mendalami dugaan ini.
Karen melawan
Karen Agustiawan membantah klaim KPK terkait alasan penetapannya sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) pada 2011-2021. Karen menegaskan pengadaan tersebut sudah diketahui pemerintah.
"Pemerintah tahu. Itu perintah jabatan, dan saya melaksanakan sudah sesuai dengan perintah melaksanakan sebagai pelaksana anggaran dasar," kata Karen di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jakarta Selatan, Selasa, 19 September 2023.
Karen juga membantah dirinya melaksanakan pengadaan LNG tanpa adanya pertimbangan. Menurutnya, ada tiga konsultan yang dilibatkan.
"Sudah ada tiga, jadi itu sudah konsultan, melakukan pendalaman, dan disetujui oleh seluruh direksi secara kolektif kolegial, secara sah, karena ingin melanjutkan apa yang tertuang di dalam proyek strategis nasional," ucap Karen.
Baca: Singgung Dahlan Iskan, Karen Bantah Klaim KPK
Persetujuan itu terjadi pada 2013. Mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan juga diklaim mengetahuinya.
"Pak Dahlan tahu karena Pak Dahlan penanggung jawab di dalam Inpres Nomor 14 Tahun 2010," ujar Karen.
Dia mengatakan aturan itu tegas. Publik diminta mencecar PT Pertamina (Persero) soal keputusan dan target pengadaan LNG.
"Itu jelas banget, tolong nanti ditanyakan ke Pertamina, di situ ada jelas bahwa ada targetnya," ucap Karen.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(UWA)