Tidak Ada Komitmen Serius untuk Mengesahkan RUU Perampasan Aset
Fachri Audhia Hafiez • 09 Maret 2023 14:18
Jakarta: Nasib Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset masih terkatung-katung. Hal itu dinilai karena tidak adanya komitmen serius untuk segera mengesahkan calon beleid tersebut.
"Ketidakjelasan nasib RUU ini mengonfirmasi kalau Presiden dan DPR memang tidak punya komitmen dan keseriusan dalam pemberantasan korupsi sebagaimana yang diharapkan publik," kata peneliti Pusat Studi Anti Korupsi (SAKSI) Fakultas Hukum (FH) Universitas Mulawarman (Unmul), Herdiansyah Hamzah, saat dihubungi Medcom.id, Kamis, 9 Maret 2023.
Ia menilai RUU Perampasan Aset yang mangkrak tersebut sengaja ditahan. Padahal, pada beberapa waktu tertentu, banyak komitmen dari pihak yang bersangkutan untuk menuntaskan RUU tersebut.
"Mereka seolah sengaja menahan dan membiarkan RUU ini mengambang tanpa kejelasan. Alasan-alasan yang disampaikan ke publik pun tidak rationable," ujar Herdiansyah.
Ia menekankan RUU Perampasan Aset pas untuk membuat jera koruptor ketimbang menjatuhkan hukuman mati. Koruptor bisa dimiskinkan lewat aturan itu.
"Menurut saya, instrumen perampasan aset dalam rangka pemiskinan para koruptor ini, jauh lebih efektif memberikan efek jera (deterrent effect) dibanding dengan hukuman mati. Jadi lebih baik fokus ke upaya memiskinkan koruptor dengan berbagai instrument, termasuk melalui perampasan aset tersebut," ucap Herdiansyah.
RUU Perampasan Aset masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2023. Calon beleid itu merupakan inisiatif pemerintah.
Naskah akademik dan draf RUU tersebut sedang dilakukan harmonisasi lintas kementerian di level pemerintah. Anggota Komisi III Didik Mukrianto mengatakan DPR siap membahas RUU Perampasan Aset bila sudah ada surat presiden (Surpres).
"Kami tahu RUU ini sangat dibutuhkan. Kami pasti akan bahas segera setelah ada Surpres (Surat Presiden) dan penunjukan wakil pemerintah diterima DPR," kata Didik Mukrianto saat dihubungi Medcom.id.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id
Jakarta: Nasib Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset masih terkatung-katung. Hal itu dinilai karena tidak adanya komitmen serius untuk segera mengesahkan calon beleid tersebut.
"Ketidakjelasan nasib RUU ini mengonfirmasi kalau Presiden dan DPR memang tidak punya komitmen dan keseriusan dalam pemberantasan korupsi sebagaimana yang diharapkan publik," kata peneliti Pusat Studi Anti Korupsi (SAKSI) Fakultas Hukum (FH) Universitas Mulawarman (Unmul), Herdiansyah Hamzah, saat dihubungi Medcom.id, Kamis, 9 Maret 2023.
Ia menilai RUU Perampasan Aset yang mangkrak tersebut sengaja ditahan. Padahal, pada beberapa waktu tertentu, banyak komitmen dari pihak yang bersangkutan untuk menuntaskan RUU tersebut.
"Mereka seolah sengaja menahan dan membiarkan RUU ini mengambang tanpa kejelasan. Alasan-alasan yang disampaikan ke publik pun tidak rationable," ujar Herdiansyah.
Ia menekankan RUU Perampasan Aset pas untuk membuat jera koruptor ketimbang menjatuhkan hukuman mati. Koruptor bisa dimiskinkan lewat aturan itu.
"Menurut saya, instrumen perampasan aset dalam rangka pemiskinan para koruptor ini, jauh lebih efektif memberikan efek jera (deterrent effect) dibanding dengan hukuman mati. Jadi lebih baik fokus ke upaya memiskinkan koruptor dengan berbagai instrument, termasuk melalui perampasan aset tersebut," ucap Herdiansyah.
RUU Perampasan Aset masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2023. Calon beleid itu merupakan inisiatif pemerintah.
Naskah akademik dan draf RUU tersebut sedang dilakukan harmonisasi lintas kementerian di level pemerintah. Anggota Komisi III Didik Mukrianto mengatakan DPR siap membahas RUU Perampasan Aset bila sudah ada surat presiden (Surpres).
"Kami tahu RUU ini sangat dibutuhkan. Kami pasti akan bahas segera setelah ada Surpres (Surat Presiden) dan penunjukan wakil pemerintah diterima DPR," kata Didik Mukrianto saat dihubungi Medcom.id.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)