medcom.id, Jakarta: Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD mengatakan, kasus suap dan korupsi yang menjerat hakim MK bisa terjadi karena proses rekrutmen tidak terbuka. Celah itulah yang dimanfaatkan sejumlah oknum untuk `bermain`.
"Misalnya, hakim konsitusi itu tiga orang diusulkan oleh DPR, tiga orang itu biasanya dalam peraktiknya hasil negosiasi politik antara partai," kata Mahfud pada program Primetime News Metro TV, Kamis (26/1/2017).
Mahfud menjelaskan, Patrialis Akbar adalah hakim MK yang dipilih pada zaman pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Ia dipilih dengan tidak transparan dan melanggar undang-undang.
"Patrialis ini adalah produk pemerintahan zaman pak SBY," terangnya.
(Baca: Mahfud MD: Hakim MK Rawan Suap)
Menurut Mahfud, di zaman pemerintahan SBY juga pernah dibentuk tim rekrutmen hakim MK yang diuji secara terbuka. Saat itu, banyak lahir hakim-hakim yang sampai saat ini namanya masih bersih.
"Contohnya ada Abdul Mukthie Fadjar, Maria Farida Indrati, dan Ahmad Sodikin. Mereka dikenal bersih sampai sekarang karena melalui seleksi terbuka. Patrialis ini tidak pernah diseleksi, tapi tiba-tiba diusulkan (menjadi hakim MK)," jelas Mahfud.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan empat tersangka dalam kasus suap hakim MK. Mereka adalah Hakim Patrialis Akbar serta tiga orang pihak swasta: Kamaludin; Basuki Hariman selaku pengusaha impor daging; dan Ng Fenny selaku sekretaris Basuki.
(Baca: MK Disebut Lembaga Tinggi Diisi Orang Berkualifikasi Rendah)
Basuki sebagai pengusaha impor daging sapi diduga menyuap Patrialis melalui Kamaludin selaku temannya sebagai perantara. Suap ini diberikan agar MK mengabulkan judicial review terhadap Undang-undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Mantan politikus PAN itu dijanjikan fee sebesar SGD200 ribu buat memuluskan keinginan Basuki. Fulus sudah diberikan secara bertahap sebanyak tiga kali. KPK juga mengamankan sejumlah dokumen pembukuan dari perusahaan, voucher pembelian mata uang asing, dan draft perkara bernomor 129/puu-xiii/2015.
Patrialis dan Kamaludin diduga sebagai penerima suap dijerat dengan Pasal 12c atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) seperti diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sedangkan, Basuki dan Fenny diduga sebagai pemberi suap dijerat dengan Pasal 6 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke1 KUHP.
medcom.id, Jakarta: Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD mengatakan, kasus suap dan korupsi yang menjerat hakim MK bisa terjadi karena proses rekrutmen tidak terbuka. Celah itulah yang dimanfaatkan sejumlah oknum untuk `bermain`.
"Misalnya, hakim konsitusi itu tiga orang diusulkan oleh DPR, tiga orang itu biasanya dalam peraktiknya hasil negosiasi politik antara partai," kata Mahfud pada program Primetime News Metro TV, Kamis (26/1/2017).
Mahfud menjelaskan, Patrialis Akbar adalah hakim MK yang dipilih pada zaman pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Ia dipilih dengan tidak transparan dan melanggar undang-undang.
"Patrialis ini adalah produk pemerintahan zaman pak SBY," terangnya.
(Baca: Mahfud MD: Hakim MK Rawan Suap)
Menurut Mahfud, di zaman pemerintahan SBY juga pernah dibentuk tim rekrutmen hakim MK yang diuji secara terbuka. Saat itu, banyak lahir hakim-hakim yang sampai saat ini namanya masih bersih.
"Contohnya ada Abdul Mukthie Fadjar, Maria Farida Indrati, dan Ahmad Sodikin. Mereka dikenal bersih sampai sekarang karena melalui seleksi terbuka. Patrialis ini tidak pernah diseleksi, tapi tiba-tiba diusulkan (menjadi hakim MK)," jelas Mahfud.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan empat tersangka dalam kasus suap hakim MK. Mereka adalah Hakim Patrialis Akbar serta tiga orang pihak swasta: Kamaludin; Basuki Hariman selaku pengusaha impor daging; dan Ng Fenny selaku sekretaris Basuki.
(Baca: MK Disebut Lembaga Tinggi Diisi Orang Berkualifikasi Rendah)
Basuki sebagai pengusaha impor daging sapi diduga menyuap Patrialis melalui Kamaludin selaku temannya sebagai perantara. Suap ini diberikan agar MK mengabulkan judicial review terhadap Undang-undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Mantan politikus PAN itu dijanjikan fee sebesar SGD200 ribu buat memuluskan keinginan Basuki. Fulus sudah diberikan secara bertahap sebanyak tiga kali. KPK juga mengamankan sejumlah dokumen pembukuan dari perusahaan, voucher pembelian mata uang asing, dan draft perkara bernomor 129/puu-xiii/2015.
Patrialis dan Kamaludin diduga sebagai penerima suap dijerat dengan Pasal 12c atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) seperti diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sedangkan, Basuki dan Fenny diduga sebagai pemberi suap dijerat dengan Pasal 6 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke1 KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(NIN)