Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan terus mengusut dugaan suap yang dilakukan Wali Kota nonaktif Bekasi Rahmat Effendi. Pencarian bukti tetap dilakukan meskipun sebagian uang dalam kasus ini sudah dikembalikan Ketua DPRD Bekasi Chairoman J Putro.
"Jadi begini, kooperatifnya seseorang itu atau ia mengembalikan hasil tindak pidana korupsi, itu tidak berpengaruh terhadap pembuktian unsur-unsur pasal," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Sabtu, 29 Januari 2022.
Ali mengatakan pengembalian uang yang dilakukan Chairoman bisa menjadi pertimbangan yang meringankan saat persidangan Rahmat. Kasus dugaan suap Rahmat tidak berhenti hanya karena ada pihak-pihak lain yang mengembalikan uang dalam kasus ini.
"Bahwa kemudian ada yang mengaku berterus terang, mengembalikan kerugian negara, sebenarnya ini alasan yang meringankan hukuman saja nantinya di persidangan," tutur Ali.
Sebelumnya, Chairoman J Putro mengaku diberikan uang Rp200 juta oleh Rahmat Effendi. Uang itu diduga berkaitan dengan kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi.
"Jadi, tepatnya bukan menerima tapi diserahkan," kata Chairoman di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa, 25 Januari 2022.
Chairoman mengeklaim awalnya tidak mengetahui total uang yang diberikan Rahmat Effendi. Uang itu sudah diserahkan ke KPK. Total uang baru dia ketahui saat dihitung penyidik KPK.
Baca: Kasus Rahmat Effendi, KPK Dalami Pengadaan Lahan Grand Kota Bintang Bekasi
Sebanyak 14 orang ditangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) di Bekasi. Sembilan orang ditetapkan sebagai tersangka.
Sebanyak lima tersangka berstatus sebagai penerima. Mereka ialah Rahmat Effendi; Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan PTSP, M Bunyamin; Lurah Jatisari, Mulyadi; Camat Jatisampurna, Wahyudin; dan Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Pertanahan Kota Bekasi, Jumhana Lutfi.
Mereka disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sementara itu, ada empat ditetapkan sebagai tersangka pemberi. Mereka, yakni Direktur PT MAM Energindo, Ali Amril; pihak swasta, Lai Bui Min; Direktur Kota Bintang Rayatri, Suryadi; dan Camat Rawalumbu, Makhfud Saifudin.
Mereka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf f serta Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan terus mengusut dugaan
suap yang dilakukan Wali Kota nonaktif Bekasi
Rahmat Effendi. Pencarian bukti tetap dilakukan meskipun sebagian uang dalam kasus ini sudah dikembalikan Ketua DPRD Bekasi Chairoman J Putro.
"Jadi begini, kooperatifnya seseorang itu atau ia mengembalikan hasil tindak pidana korupsi, itu tidak berpengaruh terhadap pembuktian unsur-unsur pasal," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara bidang penindakan
KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Sabtu, 29 Januari 2022.
Ali mengatakan pengembalian uang yang dilakukan Chairoman bisa menjadi pertimbangan yang meringankan saat persidangan Rahmat. Kasus dugaan suap Rahmat tidak berhenti hanya karena ada pihak-pihak lain yang mengembalikan uang dalam kasus ini.
"Bahwa kemudian ada yang mengaku berterus terang, mengembalikan kerugian negara, sebenarnya ini alasan yang meringankan hukuman saja nantinya di persidangan," tutur Ali.
Sebelumnya, Chairoman J Putro mengaku diberikan uang Rp200 juta oleh Rahmat Effendi. Uang itu diduga berkaitan dengan kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi.
"Jadi, tepatnya bukan menerima tapi diserahkan," kata Chairoman di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa, 25 Januari 2022.
Chairoman mengeklaim awalnya tidak mengetahui total uang yang diberikan Rahmat Effendi. Uang itu sudah diserahkan ke KPK. Total uang baru dia ketahui saat dihitung penyidik KPK.
Baca:
Kasus Rahmat Effendi, KPK Dalami Pengadaan Lahan Grand Kota Bintang Bekasi
Sebanyak 14 orang ditangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) di Bekasi. Sembilan orang ditetapkan sebagai tersangka.
Sebanyak lima tersangka berstatus sebagai penerima. Mereka ialah Rahmat Effendi; Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan PTSP, M Bunyamin; Lurah Jatisari, Mulyadi; Camat Jatisampurna, Wahyudin; dan Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Pertanahan Kota Bekasi, Jumhana Lutfi.
Mereka disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sementara itu, ada empat ditetapkan sebagai tersangka pemberi. Mereka, yakni Direktur PT MAM Energindo, Ali Amril; pihak swasta, Lai Bui Min; Direktur Kota Bintang Rayatri, Suryadi; dan Camat Rawalumbu, Makhfud Saifudin.
Mereka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf f serta Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)