Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami dugaan kongkalikong dalam pengadaan lahan di Grand Kota Bintang Bekasi, Jawa Barat, pada kasus dugaan korupsi yang menjerat Wali Kota nonaktif Bekasi Rahmat Effendi. Informasi itu digali melalui Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Bekasi, Nadih Arifin.
"Dikonfirmasi antara lain terkait dengan proses pengadaan lahan untuk pembangunan Grand Kota Bintang Bekasi," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Sabtu, 29 Januari 2022.
Selain itu, KPK mengusut dugaan aliran uang yang digunakan Rahmat melalui Kepala Dinas Tata Ruang Kota Bekasi, Junaedi. Lembaga Antikorupsi mengendus adanya pembelian aset oleh Rahmat lewat aliran uang tersebut.
"Dikonfirmasi antara lain terkait dengan usulan pengadaan lahan dan dugaan adanya aliran sejumlah uang bagi tersangka yang diduga dipergunakan untuk membeli sejumlah aset," terang Ali.
Baca: Kadis Tata Ruang Kota Bekasi Dipanggil Terkait Korupsi Rahmat Effendi
KPK menetapkan Rahmat Effendi sebagai tersangka terkait kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di lingkungan Pemerintah Kota Bekasi. Pria yang akrab disapa Pepen itu diduga memperoleh uang miliaran dari hasil intervensi proyek.
Pada perkara ini, KPK menetapkan sembilan tersangka. Lima tersangka berstatus sebagai penerima, yakni Rahmat Effendi; Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan PTSP, M. Buyamin; Lurah Kati Sari, Mulyadi; Camat Jatisampurna, Wahyudin; dan Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Pertahanan Kota Bekasi, Jumhana Lutfi.
Mereka disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sementara itu, empat tersangka pemberi, yakni Direktur PT MAN Energindo, Ali Amril; pihak swasta, Lai Bui Min; Direktur Kota Bintang Rayatri, Suryadi; dan Camat Rawalumbu, Makhfud Saifudin.
Mereka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf f serta Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Jakarta: Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) mendalami dugaan kongkalikong dalam pengadaan lahan di Grand Kota Bintang Bekasi, Jawa Barat, pada kasus dugaan korupsi yang menjerat Wali Kota nonaktif Bekasi
Rahmat Effendi. Informasi itu digali melalui Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Bekasi, Nadih Arifin.
"Dikonfirmasi antara lain terkait dengan proses pengadaan lahan untuk pembangunan Grand Kota Bintang Bekasi," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara bidang penindakan
KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Sabtu, 29 Januari 2022.
Selain itu, KPK mengusut dugaan aliran uang yang digunakan Rahmat melalui Kepala Dinas Tata Ruang Kota Bekasi, Junaedi. Lembaga Antikorupsi mengendus adanya pembelian aset oleh Rahmat lewat aliran uang tersebut.
"Dikonfirmasi antara lain terkait dengan usulan pengadaan lahan dan dugaan adanya aliran sejumlah uang bagi tersangka yang diduga dipergunakan untuk membeli sejumlah aset," terang Ali.
Baca:
Kadis Tata Ruang Kota Bekasi Dipanggil Terkait Korupsi Rahmat Effendi
KPK menetapkan Rahmat Effendi sebagai tersangka terkait kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di lingkungan Pemerintah Kota Bekasi. Pria yang akrab disapa Pepen itu diduga memperoleh uang miliaran dari hasil intervensi proyek.
Pada perkara ini, KPK menetapkan sembilan tersangka. Lima tersangka berstatus sebagai penerima, yakni Rahmat Effendi; Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan PTSP, M. Buyamin; Lurah Kati Sari, Mulyadi; Camat Jatisampurna, Wahyudin; dan Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Pertahanan Kota Bekasi, Jumhana Lutfi.
Mereka disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sementara itu, empat tersangka pemberi, yakni Direktur PT MAN Energindo, Ali Amril; pihak swasta, Lai Bui Min; Direktur Kota Bintang Rayatri, Suryadi; dan Camat Rawalumbu, Makhfud Saifudin.
Mereka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf f serta Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)