Jakarta: Indonesia Corruption Watch (ICW) menyesalkan pemotongan masa penjara mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo melalui putusan kasasi. Putusan kasasi Edhy dikhawatirkan menjadi penyemangat pejabat untuk melakukan korupsi.
"Pemotongan hukuman oleh Mahkamah Agung ini dikhawatirkan menjadi multivitamin sekaligus penyemangat bagi pejabat yang ingin melakukan praktik korupsi," kata peneliti dari ICW Kurnia Ramadhana kepada Medcom.id, Selasa, 15 Maret 2022.
Kurnia menilai putusan kasasi Edhy sangat tidak masuk akal. Apalagi, salah satu pertimbangan pemotongan hukuman untuk Edhy, yakni sudah bekerja dengan baik saat menjadi Menteri.
"Mesti dipahami, bahkan berulang kali oleh Mahkamah Agung, bahwa mantan Menteri Kelautan dan Perikanan itu adalah seorang pelaku tindak pidana korupsi. Ia memanfaatkan jabatannya untuk meraup keuntungan secara melawan hukum," kata Kurnia.
ICW khawatir pertimbangan itu menghilangkan efek jera untuk para pejabat yang ingin melakukan tindakan koruptif. Mahkamah Agung diyakini bakal dinilai pejabat sebagai lembaga peradilan yang lembek.
"Sebab, mereka melihat secara langsung bagaimana putusan lembaga kekuasaan kehakiman jarang memberikan efek jera," ujar Kurnia.
Baca: Pertimbangan MA Sunat Hukuman Edhy Prabowo Dinilai Tak Masuk Akal
Hukuman Edhy Prabowo diubah oleh Mahkamah Agung (MA). Hukuman Edhy dalam kasus suap ekspor benih lobster menjadi lima tahun penjara oleh majelis kasasi.
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Edhy Prabowo dengan penjara lima tahun dan denda sebesar Rp400 juta," kata Juru Bicara Mahkamah Agung (MA) Andi Samsan Nganro melalui keterangan tertulis, Rabu, 9 Maret 2022.
Denda itu wajib dibayar dalam waktu sebulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap. Jika tidak dibayarkan, hukuman penjara Edhy bakal ditambah enam bulan.
Edhy juga mendapatkan hukuman pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama dua tahun. Hukuman ini baru dihitung setelah Edhy selesai menjalankan pidana pokoknya.
Majelis kasasi menilai upaya hukum sebelumnya tidak mempertimbangkan keadaan yang meringankan untuk Edhy. Salah satunya sudah menjadi menteri yang baik.
Jakarta: Indonesia Corruption Watch (ICW) menyesalkan pemotongan masa penjara mantan Menteri Kelautan dan Perikanan
Edhy Prabowo melalui putusan kasasi. Putusan kasasi Edhy dikhawatirkan menjadi penyemangat pejabat untuk melakukan
korupsi.
"Pemotongan hukuman oleh Mahkamah Agung ini dikhawatirkan menjadi multivitamin sekaligus penyemangat bagi pejabat yang ingin melakukan praktik korupsi," kata peneliti dari ICW Kurnia Ramadhana kepada
Medcom.id, Selasa, 15 Maret 2022.
Kurnia menilai putusan kasasi Edhy sangat tidak masuk akal. Apalagi, salah satu pertimbangan pemotongan hukuman untuk Edhy, yakni sudah bekerja dengan baik saat menjadi Menteri.
"Mesti dipahami, bahkan berulang kali oleh Mahkamah Agung, bahwa mantan Menteri Kelautan dan Perikanan itu adalah seorang pelaku tindak pidana korupsi. Ia memanfaatkan jabatannya untuk meraup keuntungan secara melawan hukum," kata Kurnia.
ICW khawatir pertimbangan itu menghilangkan efek jera untuk para pejabat yang ingin melakukan
tindakan koruptif. Mahkamah Agung diyakini bakal dinilai pejabat sebagai lembaga peradilan yang lembek.
"Sebab, mereka melihat secara langsung bagaimana putusan lembaga kekuasaan kehakiman jarang memberikan efek jera," ujar Kurnia.
Baca:
Pertimbangan MA Sunat Hukuman Edhy Prabowo Dinilai Tak Masuk Akal
Hukuman Edhy Prabowo diubah oleh Mahkamah Agung (MA). Hukuman Edhy dalam kasus suap ekspor benih lobster menjadi lima tahun penjara oleh majelis kasasi.
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Edhy Prabowo dengan penjara lima tahun dan denda sebesar Rp400 juta," kata Juru Bicara Mahkamah Agung (MA) Andi Samsan Nganro melalui keterangan tertulis, Rabu, 9 Maret 2022.
Denda itu wajib dibayar dalam waktu sebulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap. Jika tidak dibayarkan, hukuman penjara Edhy bakal ditambah enam bulan.
Edhy juga mendapatkan hukuman pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama dua tahun. Hukuman ini baru dihitung setelah Edhy selesai menjalankan pidana pokoknya.
Majelis kasasi menilai upaya hukum sebelumnya tidak mempertimbangkan keadaan yang meringankan untuk Edhy. Salah satunya sudah menjadi menteri yang baik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(JMS)