Jakarta: Revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) mengatur sanksi bagi pelaku penghina pemerintah atau lembaga negara. Ancaman hukumannya yaitu penjara selama 1,5 tahun.
"Atau pidana denda paling banyak kategori II (Rp10 juta)," bunyi Pasal 240 ayat (1) revisi KUHP versi 30 November 2022.
Ancaman semakin berat jika hinaan tersebut mengakibatkan kerusuhan. Pelaku terancam penjara tiga tahun.
"Atau pidana denda paling banyak kategori IV (Rp200 juta)," bunyi Pasal 240 ayat 2.
Hukuman semakin berat jika hinaan kepada lembaga negara disiarkan ke publik melalui sarana teknologi informasi. Ancaman penjara yaitu paling lama tiga tahun atau denda Rp200 juta.
"Dalam hal Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakibat terjadinya kerusuhan dalam masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV," bunyi Pasal 241 ayat 2.
Adapun ketentuan delik penghinaan lembaga negara diatur dalam Pasal 240 ayat (3) dan (4). Delik ketentuan ini yaitu aduan.
"Aduan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan secara tertulis oleh pimpinan pemerintah atau lembaga negara," ujar dia.
Dalam bagian penjelasan Pasal 240, disebutkan secara rinci maksud pemerintah dan lembaga negara. Pemerintah adalah presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintah yang dibantu wakil presiden dan para menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Sedangkan lembaga negara adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Mahkamah Agung, dan Mahkamah Konstitus.
Selain itu, bagian penjelasan disebut maksud menghina adalah perbuatan yang merendahkan, merusak kehormatan, citra pemerintah dan lembaga negara. Menista dan memfitnah juga masuk dalam bentuk menhina.
Dalam penjelasan juga disebutkan menghina tidak sama dengan kritik. Yang dimaksud kritik adalah bentuk pengawasan, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat.
Jakarta: Revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (
KUHP) mengatur sanksi bagi pelaku
penghina pemerintah atau lembaga negara. Ancaman hukumannya yaitu penjara selama 1,5 tahun.
"Atau pidana denda paling banyak kategori II (Rp10 juta)," bunyi Pasal 240 ayat (1)
revisi KUHP versi 30 November 2022.
Ancaman semakin berat jika hinaan tersebut mengakibatkan kerusuhan. Pelaku terancam penjara tiga tahun.
"Atau pidana denda paling banyak kategori IV (Rp200 juta)," bunyi Pasal 240 ayat 2.
Hukuman semakin berat jika hinaan kepada lembaga negara disiarkan ke publik melalui sarana teknologi informasi. Ancaman penjara yaitu paling lama tiga tahun atau denda Rp200 juta.
"Dalam hal Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakibat terjadinya kerusuhan dalam masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV," bunyi Pasal 241 ayat 2.
Adapun ketentuan delik penghinaan
lembaga negara diatur dalam Pasal 240 ayat (3) dan (4). Delik ketentuan ini yaitu aduan.
"Aduan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan secara tertulis oleh pimpinan pemerintah atau lembaga negara," ujar dia.
Dalam bagian penjelasan Pasal 240, disebutkan secara rinci maksud pemerintah dan lembaga negara. Pemerintah adalah presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintah yang dibantu wakil presiden dan para menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Sedangkan lembaga negara adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Mahkamah Agung, dan Mahkamah Konstitus.
Selain itu, bagian penjelasan disebut maksud menghina adalah perbuatan yang merendahkan, merusak kehormatan, citra pemerintah dan lembaga negara. Menista dan memfitnah juga masuk dalam bentuk menhina.
Dalam penjelasan juga disebutkan menghina tidak sama dengan kritik. Yang dimaksud kritik adalah bentuk pengawasan, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(END)