Jakarta: Tiga jaksa Kejaksaan Negeri (Kejari) Indragiri Hulu, Riau, ditetapkan sebagai tersangka terkait pemerasan terhadap 64 Kepala SMP. Mereka mendapat pendampingan hukum dari Persatuan Jaksa Indonesia (PJI).
"Dalam AD/ART PJI disebutkan, setiap anggota mempunyai hak mendapat bantuan hukum yang diberikan atau ditunjuk oleh organisasi," kata Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejaksaan Agung Hari Setiyono di kantornya, Jakarta Selatan, Selasa, 18 Agustus 2020.
Hari mengatakan penasihat hukum bukan berasal dari Kejaksaan Agung maupun PJI. Ketua PJI, akan menunjuk penasihat hukum untuk ketiga tersangka tersebut.
"Masa dari penuntut umum menunjuk penasihat hukum. Penasihat dari luar, teman-teman kami yang berprofesi sebagai advokat atau pengacara," jelas Hari.
Dia menuturkan ini bukan kali pertama jaksa bermasalah mendapat bantuan hukum. Setiap jaksa yang tersandung dugaan pidana mendapat pendampingan hukum.
(Baca: Kajari Indragiri Hulu Dicopot)
"Yang bersangkutan mau menggunakan atau tidak atau punya pengacara sendiri maka itu terserah," tutur Hari.
Sebanyak tiga jaksa ditetapkan sebagai tersangka terkait pemerasan pengelolaan dana bantuan operasional sekolah (BOS). Mereka yakni Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Indragiri Hulu berinisial HS, Kasi Pidsus berinisial OAP, dan Kasubsi Barang Rampasan Pengelolaan Barang Bukti dan Rampasan berinisial RFR.
Hari menuturkan masing-masing sekolah mendapat dana BOS Rp65 juta saat pencairan pertama. Tersangka meminta jatah Rp10 juta-Rp15 juta pada setiap sekolah.
"Total keseluruhan sementara ini sekitar hampir Rp650 juta," ungkap Hari.
Ketiga tersangka telah ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba cabang Kejaksaan Agung. Mereka ditahan untuk 20 hari pertama.
Ketiganya dijerat Pasal 12 huruf e atau Pasal 11 atau Pasal 5 ayat (2) jo ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagiamana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Jakarta: Tiga jaksa Kejaksaan Negeri (Kejari) Indragiri Hulu, Riau, ditetapkan sebagai tersangka terkait
pemerasan terhadap 64 Kepala SMP. Mereka mendapat pendampingan hukum dari Persatuan Jaksa Indonesia (PJI).
"Dalam AD/ART PJI disebutkan, setiap anggota mempunyai hak mendapat bantuan hukum yang diberikan atau ditunjuk oleh organisasi," kata Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejaksaan Agung Hari Setiyono di kantornya, Jakarta Selatan, Selasa, 18 Agustus 2020.
Hari mengatakan penasihat hukum bukan berasal dari Kejaksaan Agung maupun PJI. Ketua PJI, akan menunjuk penasihat hukum untuk ketiga tersangka tersebut.
"Masa dari penuntut umum menunjuk penasihat hukum. Penasihat dari luar, teman-teman kami yang berprofesi sebagai advokat atau pengacara," jelas Hari.
Dia menuturkan ini bukan kali pertama jaksa bermasalah mendapat bantuan hukum. Setiap jaksa yang tersandung dugaan pidana mendapat pendampingan hukum.
(Baca:
Kajari Indragiri Hulu Dicopot)
"Yang bersangkutan mau menggunakan atau tidak atau punya pengacara sendiri maka itu terserah," tutur Hari.
Sebanyak tiga jaksa ditetapkan sebagai tersangka terkait pemerasan pengelolaan dana bantuan operasional sekolah (BOS). Mereka yakni Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Indragiri Hulu berinisial HS, Kasi Pidsus berinisial OAP, dan Kasubsi Barang Rampasan Pengelolaan Barang Bukti dan Rampasan berinisial RFR.
Hari menuturkan masing-masing sekolah mendapat dana BOS Rp65 juta saat pencairan pertama. Tersangka meminta jatah Rp10 juta-Rp15 juta pada setiap sekolah.
"Total keseluruhan sementara ini sekitar hampir Rp650 juta," ungkap Hari.
Ketiga tersangka telah ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba cabang
Kejaksaan Agung. Mereka ditahan untuk 20 hari pertama.
Ketiganya dijerat Pasal 12 huruf e atau Pasal 11 atau Pasal 5 ayat (2) jo ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagiamana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)