Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa anggota DPR Ribka Tjiptaning dimintai keterangan terkait kasus dugaan korupsi sistem proteksi perlindungan tenaga kerja Indonesia (TKI). Politikus PDI Perjuangan itu mengaku heran dengan langkah lembaga antirasuah menangani kasus korupsi di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) itu menjelang Pemilu 2024.
“Aku bingung saja, kenapa kasusnya diangkat baru sekarang? Itu kan sudah 12 tahun yang lalu,” kata Ribka di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis, 1 Februari 2024.
Ribka mengaku tidak mengetahui permasalahan pengadaan proteksi TKI tersebut. Akibatnya, dia tidak bisa menjawab semua pertanyaan penyidik.
“Jadi, ditanyain banyak yang enggak tahu (jawabannya),” ucap Ribka.
Dia menyebut penyidik menyampaikan 15 pertanyaan kepada dirinya. Salah satunya terkait terkait penganggaran proyek di DPR.
“Ku terangin tupoksinya di DPR gimana membahas anggaran. Saya enggak merasa apa-apa, malah bingung. Bingung ini saya dipanggil kenapa ya?” ujar Ribka.
KPK menetapkan tiga tersangka dalam perkara ini. Sebanyak dua di antaranya merupakan mantan pejabat di Kemenaker Reyna Usman dan I Nyoman Darmanta. Tersangka lain yaitu Direktur PT Adi Inti Mandiri Karunia.
Kasus ini bermula saat Reyna masih menjabat sebagai Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja Kemnaker pada 2012. Dia saat itu mengajukan anggaran sebesar Rp20 miliar ke Direktorat Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja di Kemnaker.
Nyoman diangkat sebagai penjabat pembuat komitmen (PPK) dalam proyek tersebut. Keduanya kongkalikong memilih perusahaan Karunia untuk menjadi pemenang lelang.
Nyoman, Reyna, dan Karunia membahas proyek tersebut pada Maret 2012. Ketiganya saat itu membahas penyusunan harga perkiraan sendiri (HPS) menggunakan data tunggal dari PT Adi Inti Mandiri. Perusahaan Karunia diusahakan memenangkan proyek.
Untuk melancarkan pemufakatan jahat ini, Karunia turut menyiapkan dua perusahaan untuk mengikuti lelang. Namun, dua kantor tandingan PT Adi Inti Mandiri itu sengaja tidak melengkapi sejumlah persyaratan agar tidak dimenangkan.
Perusahaan Karunia juga diketahui tidak mengerjakan proyek sesuai dengan spesifikasi surat perintah kerja. Bahkan, komposisi hardware dan software dalam proyek itu tidak sesuai dengan kesepakatan.
Nyoman juga diketahui melakukan pembayaran penuh ke PT Adi Inti Mandiri saat pengerjaan proyek belum rampung. Dia bisa melakukan tersebut karena memegang kuasa PPK.
Atas kongkalikong ini, negara ditaksir merugi Rp17,6 miliar. KPK belum memerinci pembagian uang yang dilakukan para tersangka.
Atas perbuatannya, ketiga tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Penmberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa anggota DPR Ribka Tjiptaning dimintai keterangan terkait kasus dugaan
korupsi sistem proteksi perlindungan tenaga kerja Indonesia (
TKI). Politikus PDI Perjuangan itu mengaku heran dengan langkah lembaga antirasuah menangani kasus korupsi di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) itu menjelang
Pemilu 2024.
“Aku bingung saja, kenapa kasusnya diangkat baru sekarang? Itu kan sudah 12 tahun yang lalu,” kata Ribka di Gedung Merah Putih
KPK, Jakarta Selatan, Kamis, 1 Februari 2024.
Ribka mengaku tidak mengetahui permasalahan pengadaan proteksi TKI tersebut. Akibatnya, dia tidak bisa menjawab semua pertanyaan penyidik.
“Jadi, ditanyain banyak yang enggak tahu (jawabannya),” ucap Ribka.
Dia menyebut penyidik menyampaikan 15 pertanyaan kepada dirinya. Salah satunya terkait terkait penganggaran proyek di
DPR.
“Ku terangin tupoksinya di DPR gimana membahas anggaran. Saya enggak merasa apa-apa, malah bingung. Bingung ini saya dipanggil kenapa ya?” ujar Ribka.
KPK menetapkan tiga tersangka dalam perkara ini. Sebanyak dua di antaranya merupakan mantan pejabat di
Kemenaker Reyna Usman dan I Nyoman Darmanta. Tersangka lain yaitu Direktur PT Adi Inti Mandiri Karunia.
Kasus ini bermula saat Reyna masih menjabat sebagai Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja Kemnaker pada 2012. Dia saat itu mengajukan anggaran sebesar Rp20 miliar ke Direktorat Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja di Kemnaker.
Nyoman diangkat sebagai penjabat pembuat komitmen (PPK) dalam proyek tersebut. Keduanya kongkalikong memilih perusahaan Karunia untuk menjadi pemenang lelang.
Nyoman, Reyna, dan Karunia membahas proyek tersebut pada Maret 2012. Ketiganya saat itu membahas penyusunan harga perkiraan sendiri (HPS) menggunakan data tunggal dari PT Adi Inti Mandiri. Perusahaan Karunia diusahakan memenangkan proyek.
Untuk melancarkan pemufakatan jahat ini, Karunia turut menyiapkan dua perusahaan untuk mengikuti lelang. Namun, dua kantor tandingan PT Adi Inti Mandiri itu sengaja tidak melengkapi sejumlah persyaratan agar tidak dimenangkan.
Perusahaan Karunia juga diketahui tidak mengerjakan proyek sesuai dengan spesifikasi surat perintah kerja. Bahkan, komposisi
hardware dan
software dalam proyek itu tidak sesuai dengan kesepakatan.
Nyoman juga diketahui melakukan pembayaran penuh ke PT Adi Inti Mandiri saat pengerjaan proyek belum rampung. Dia bisa melakukan tersebut karena memegang kuasa PPK.
Atas kongkalikong ini, negara ditaksir merugi Rp17,6 miliar. KPK belum memerinci pembagian uang yang dilakukan para tersangka.
Atas perbuatannya, ketiga tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Penmberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ABK)