Jakarta: Pejabat Very-Very Important Person (VVIP) selalu akan menjadi target utama serangan teroris. Kelompok teroris remaja hingga otak serangan selalu mencari kesempatan menyasar pejabat VVIP.
"Teroris kalau punya kemampuan serta kesempatan, pasti akan menyerang VVIP," kata analis terorisme dan intelijen dari Universitas Indonesia (UI), Stanislaus Riyanta, kepada Medcom.id, Minggu, 20 Desember 2020.
Dia mencontohkan serangan kepada mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto di Kabupaten Pandeglang, Banten, pada Kamis, 10 Oktober 2019. Penusukan kelompok Jamaah Ansarud Daulah (JAD) itu terjadi karena sel teroris berkesempatan melancarkan aksi di lokasi.
"Terbukti pada kasus Wiranto, karena ada kesempatan waktu itu yang jelas mereka menyerang," ujar Stanislaus.
Namun, target serangan teroris berpotensi berubah ketika kesempatan tidak muncul. Mereka mengalihkan serangan ke tingkatan lebih rendah. Misalnya, Kelompok Jamaah Islamiyah (JI) menyasar target yang menyimbolkan Amerika Serikat (AS).
"Maka yang diserang ketika bom Bali itu kan turis asing kan. Ketika ke JW Marriott (2009) itu kan simbol-simbol AS," ujar dia.
Baca: Upik Lawanga Pintar Baca Situasi Hingga Buat Bom Bentuk Senter dan Termos
Lain halnya dengan ISIS yang mengarahkan strategi serangan dengan tingkatan spesifik atau regular alternative emergency (RAE). Target reguler serangan ISIS ialah polisi.
Polisi dianggap thogut dalam pemahaman kelompok ISIS. Jika kelompok ISIS ini tak mampu menyerang polisi, tempat ibadah jadi alternatif sasaran.
"Seperti kasus bom Surabaya (2018)," terang Stanislaus.
Kelompok radikal kemudian menyasar kerumunan jika target utama dan kedua tak bisa teracapai. Serangan ini disebut Stanislaus sebagai target tingkat emergency. Contohnya, insiden bom Thamrin, Jakarta Pusat, pada 2016 dan Kampung Melayu, Jakarta Timur, pada 2017.
"Jadi target itu sudah mereka petakan dengan detail, target, dan utamanya apa," ucap Stanislaus.
Menko Polhukam Mahfud MD mengaku mendapat informasi pergerakan teroris muda yang sengaja dilatih untuk menebar teror. Sekelompok anak muda itu dilatih secara khusus.
"Saya dapat info ada sekelompok anak-anak muda yang dilatih di suatu tempat khusus untuk meneror VVIP (Very-Very Important Person). Saya dapat foto latihannya juga," kata Mahfud lewat konferensi pers secara daring, Rabu, 16 Desember 2020.
Jakarta: Pejabat
Very-Very Important Person (VVIP) selalu akan menjadi target utama serangan teroris. Kelompok
teroris remaja hingga otak serangan selalu mencari kesempatan menyasar pejabat VVIP.
"Teroris kalau punya kemampuan serta kesempatan, pasti akan menyerang VVIP," kata analis terorisme dan intelijen dari Universitas Indonesia (UI), Stanislaus Riyanta, kepada
Medcom.id, Minggu, 20 Desember 2020.
Dia mencontohkan serangan kepada mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (
Menko Polhukam) Wiranto di Kabupaten Pandeglang, Banten, pada Kamis, 10 Oktober 2019. Penusukan kelompok Jamaah Ansarud Daulah (JAD) itu terjadi karena sel teroris berkesempatan melancarkan aksi di lokasi.
"Terbukti pada kasus Wiranto, karena ada kesempatan waktu itu yang jelas mereka menyerang," ujar Stanislaus.
Namun, target serangan teroris berpotensi berubah ketika kesempatan tidak muncul. Mereka mengalihkan serangan ke tingkatan lebih rendah. Misalnya, Kelompok Jamaah Islamiyah (JI) menyasar target yang menyimbolkan Amerika Serikat (AS).
"Maka yang diserang ketika bom Bali itu kan turis asing kan. Ketika ke JW Marriott (2009) itu kan simbol-simbol AS," ujar dia.
Baca:
Upik Lawanga Pintar Baca Situasi Hingga Buat Bom Bentuk Senter dan Termos
Lain halnya dengan ISIS yang mengarahkan strategi serangan dengan tingkatan spesifik atau
regular alternative emergency (RAE). Target reguler serangan ISIS ialah polisi.
Polisi dianggap
thogut dalam pemahaman kelompok
ISIS. Jika kelompok ISIS ini tak mampu menyerang polisi, tempat ibadah jadi alternatif sasaran.
"Seperti kasus bom Surabaya (2018)," terang Stanislaus.
Kelompok radikal kemudian menyasar kerumunan jika target utama dan kedua tak bisa teracapai. Serangan ini disebut Stanislaus sebagai target tingkat
emergency. Contohnya, insiden bom Thamrin, Jakarta Pusat, pada 2016 dan Kampung Melayu, Jakarta Timur, pada 2017.
"Jadi target itu sudah mereka petakan dengan detail, target, dan utamanya apa," ucap Stanislaus.
Menko Polhukam Mahfud MD mengaku mendapat informasi pergerakan teroris muda yang sengaja dilatih untuk menebar teror. Sekelompok anak muda itu dilatih secara khusus.
"Saya dapat info ada sekelompok anak-anak muda yang dilatih di suatu tempat khusus untuk meneror VVIP (Very-Very Important Person). Saya dapat foto latihannya juga," kata Mahfud lewat konferensi pers secara daring, Rabu, 16 Desember 2020.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(SUR)